Sehari-Hari Menganyam, Bambu Rajawangi Bertebaran
Tradisi Menganyam Ratusan Tahun Warga Rajawangi Terpelihara Bersama Bahan Bakunya
MAJALENGKA – MACAKATA.COM- Asal mula kerajinan menganyam itu faktanya ada di Desa Rajawangi Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka-Jawa Barat. Ini erat kaitannya dengan historisnya dulu, bahwa Ki Buyut Muriddin, yang akrab dipanggil Ki Murid oleh para sesepuh di desa tersebut, mengajarkan menganyam bambu kepada masyarakat setempat.
Ratusan tahun lalu, tepatnya tahun 1800-an, Ki Buyut Murid menyebarkan agama Islam. Namun, cara pendekatan kepada masyarakat Rajawangi, yakni mengajari warga dengan menganyam bambu. Pepatahnya yang paling akrab di telinga para orangtua di Rajawangi ini adalah “Belajarlah menganyam untuk aktifitasmu. Menganyam bisa membuat aktifitasmu telihat nyata ketika pensiun maupun untuk usaha.”
Nyatanya, hingga kini, bisa dibuktikan di hampir setiap sudut rumah di Desa Rajawangi, selalu terlihat ada aktifitas yang sedang menganyam, baik dengan bahan baku bambu maupun rotan. Namun, kebanyakan bahannya menggunakan bambu. Sebagian dari bahan rotan. Tak percaya, cobalah berjalan-jalan, susuri setiap sudut jalan gang di beberapa blok di Desa Rajawangi, anda akan menemukan nyaris setiap emperan teras depan rumah, warga sedang asyik terlihat menganyam. Mulai dari usia muda hingga kakek nenek, mereka asyik menganyam sambil mendengarkan musik radio, maupun sambil ngrumpi.
Kuwu Rajawangi, Mansur mengatakan mayoritas warga di desanya, 75 persen adalah sebagai pengrajin anyaman bambu dan rotan. 15 persen petani. Sisanya pegawai pemerintah dan swasta.
“Mayoritas warga di sini kebanyakan menganyam. Itu sudah diajarkan nenek moyang buyut di sini.” ujarnya, kepada macakata.com.
Salah seorang pengrajin anyaman, Abidin (30) mengatakan sejak lulus sekolah dasar, ia sudah mulai menganyam untuk mencari uang sebagai kebutuhan dirinya. Saat ini, ketika ia sudah berkeluarga dan punya anak, tradisi menganyamnya justru menjadi mata pencaharian andalannya.
“Sudah lama saya bisa menganyam. Sehari paling bisa selesai antara 15 sampai 20 keranjang rotan. Itu tergantung situasi. Bisa kurang bisa lebih,” ujarnya saat ditemui di Blok Rabu Desa Rajawangi, September 2019.
Pengrajin lainnya yang ditemui, yakni RT Mahdi, Kosim, Ma Jasih dan Bi Maryam juga terlihat asyik menganyam di bawah rindangnya rerumpunan pohon bambu. Musim kemarau saat ini, membuat situasi di bawah rimbunan pohon bambu bisa dimanfaatkan untuk berteduh, sekaligus bekerja untuk menyelesaikan anyaman bambu maupun rotan.
“Menganyam sudah menjadi jiwa kami, di sini mayoritas warga semuanya bisa menganyam. Termasuk saya, meski sudah begini ( sudah sepuh Red) tetap menganyam,” ungkap pak Rt Mahdi, diiyakan Ma Jasih di sebelahnya.
Terpisah, ketika ditanyakan terkait persoalan bahan baku bambu yang sering ditebang setiap minggunya untuk dijadikan anyaman bambu, pamong desa yang menjabat Kepala Dusun, Sukarya mengatakan bahwa pihaknya berani menjamin tentang pasokan bahan baku bambu di desa Rajawangi akan selalu melimpah dan banyak. Alasannya, sudah ratusan tahun lalu, warga Rajawangi sudah hidup dengan menganyam.
“Tidak akan pernah habis, sebab kebun bambunya luas. Jadi sirkulasinya itu, begini, minggu ini menebang sebelah sini, minggu berikutnya di lain tempat. Yang sudah ditebang dibiarkan, nanti tumbuh lagi dengan sendirinya. Jadi tidak akan pernah habis,” ujarnya.
Sukarya menambahkan hingga saat ini, memang belum ada aturan khusus terkait penebangan bambu. Alasannya, karena kebun bambu itu rata-rata milik perorangan, bukan milik kelompok atau pemerintah.
“Masyarakat sini, memelihara kearifan lokal tentang manfaat bambu yang menjadi sumber penghidupannya. Warga Rajawangi sudah ratusan tahun menganyam. Bambunya tak pernah habis, selalu melimpah hingga saat ini. Jangan heran ketika di kebun bambu, sebagian gundul, sebagian rindang. Yang gundul akan tumbuh lagi. Yang rindang nanti akan gundul karena ditebang bambunya.” ungkapnya.
Pengrajin lainnya, di blok Kamis, Ilah Jamilah, terlihat asyik menganyam piring dari rotan. Saat ini, pesanan untuk piring rotan memang punya permintaan yang cukup banyak.
“Kalo hajatan, sekarang ini banyak menggunakan piring model rotan ini. Praktis. Tidak usah dicuci, tinggal pakai alas kertas nasi, selesai. Permintaan semakin banyak. Kami, pengrajin jadi semakin semangat,” ujarnya.
Berdasarkan sejumlah warga, tokoh masyarakat dan pamong desa, anyaman bambu yang dihasilkan dari kreasi anyaman ini cukup banyak yakni Boboko, Piring, Keranjang Buah, Lemari, Pipiti, Aseupan, Saringan atau Ayakan, Tampian serta sejumlah barang perabotan dapur dan alat rumah tangga lainnya. Pemesanan meningkat karena anyaman perabot rumah tangga dari bahan bambu tersebut, nyatanya lebih awet dan tahan lama dibandingkan dengan bahan dari plastik. ( Acil )
Comment here