Anggota DPRD Fraksi PPP Menyoroti Kebijakan Pembatasan Jam Kerja untuk PKL
MAJALENGKA – macakata.com – Mayoritas Pedagang Kaki Lima (PKL) di Majalengka menjerit. Hal ini akibat dampak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah diberlakukan. Jam keliling pedagang kaki lima dibatasi, sehingga pemasukan pun berkurang drastis.
Salah satu PKL, penjual nasi goreng di Majalengka, Anto mengatakan konskuensi diterapkannya kebijakan PSBB ini membuat aktivitas pedagang kaki lima (PKL) seperti dirinya, tak bisa meraup rupiah, karena jam kelilingnya dibatasi dengan batas waktu sampai pukul 18.00 WIB.
“Sementara, saya jualan nasgor itu idealnya dari setelah Maghrib sampai tengah malam. Ini jam 06 sore sudah harus pulang. Bagaimana kami harus mencari penghasilan?” ujarnya, Jumat, 08 Mei 2020.
Keprihatinan ini juga disampaikan anggota DPRD Kabupaten Majalengka M. Fajar Shidik. Dia menilai, aktivitas para pedagang itu tidak berdiri sendiri, melainkan ada pemicu yang mendorongnya, yakni kebutuhan dapur.
“Kesiapan pemerintah dalam menyalurkan bantuan sebesar Rp. 500 ribu itu seperti apa? Apakah mereka (PKL) sudah masuk di dalamnya. Ini sebenarnya yang harus jadi perhatian. Ketika mereka tidak masuk, sementara kebutuhan hidup harus terpenuhi, ya mereka mau tidak mau tetap beraktivitas. Bagaimana pun juga, pemerintah harus bisa menjamin, mereka masuk ke dalam daftar penerima,” Ungkap anggota DPRD dari Fraksi Restorasi Pembangunan, Jumat, 08 Mei 2020.
Fajar menambahkan saat ini mereka mencoba memenuhi kebutuhan hidupnya, justru malah mendapat perlakuan yang dinilai tidak adil. Padahal, dalam program bantuan sendiri, tidak ada jaminan mereka menjadi bagian di dalamnya.
“Ketika ada pembubaran (pedagang), mereka jadi sasaran,” ujar wakil ketua Komisi 2 DPRD Majalengka itu.
Menurut Fajar, daripada membubarkan PKL, Pemkab Majalengka sebaiknya merumuskan protokol khusus bagi mereka, sehingga masih tetap bisa menjalankan usahanya, sekaligus tetap dengan semangat memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
“Sudah banyak di daerah lain yang menerapkan itu. Bisa saja dibuat jarak renggang dan sebagainya, yang sesuai dengan protokol. Tidak harus membuat konsep baru, tidak apa-apa menjiplak dari daerah lain juga, yang penting masyarakat kecil tidak dikebiri,” tutur politisi muda PPP ini. ( MC-02)
Comment here