BERITAEKONOMI

17 Tahun Ismaya Menunggu Anaknya yang Jadi TKW di Arab

Tinggal di Sebuah Gubuk Berdinding Triplek Ukuran 2 X 3 Meter, Nenek Ini Hidup Bersama Suami dan Tiga Cucunya

CIREBON – macakata.com – Nenek Ismaya (60-an) terlihat berkaca-kaca. Dia sedih, haru bercampur senang. Ia menerima kiriman sembako berupa sembilan kilogram beras, seperempat daging, satu keresek telur ayam, satu wadah plastik kecil kurma dan tiga butir buah pear.

Ismaya baru pertama kalinya menerima bantuan seperti itu. Itupun karena situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang saat ini masih berlangsung. Sebelum-sebelumnya, ia hanya gigit jari, menyaksikan para tetangganya dapat bantuan.

Tapi kali ini, karena sudah diajukan oleh pemerintah desa setempat, nenek Ismaya kini dapat mencicipi bantuan, bersama ratusan nama lainnya di Desa Gegesik Lor Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Bantuan sembako itu berasal dari bantuan provinsi (Banprov).

Namun, kesedihan nenek Ismaya hingga saat ini masih membekas. Ia masih menunggu anaknya yang kedua. Anaknya itu kerja sebagai TKW di luar negeri, Arab Saudi. 17 tahun tak ada kabar apapun. Hingga saat ini belum jelas, apakah anaknya itu masih hidup atau sudah meninggal.

“Saya tinggal bersama suami. Tidur di kasur ini. Sementara tiga cucu saya tidurnya di dalam gubug ‎triplek ini,” ujar Ismaya, didampingi suaminya, di Dusun Satu Desa Gegesik Lor Kecamatan Gegesik Kabupaten Cirebon, Sabtu, 09 Mei 2020.

Sang Suami, Kamirah (65) atau akrab dipanggil Eye mengatakan, ‎anaknya yang bekerja di Arab Saudi memang belum terdengar lagi kabar anginya. Dirinya tidak tahu, apakah sang anak tersebut masih hidup atau tidak.

“Mencari tahu kemana, PT yang memberangkatkan anak saya, sekarang katanya sudah bangkrut, itu17 tahun lalu. Sementara untuk mencari tahu perlu biaya. Biayanya darimana?” ungkapnya.

Sebelum tinggal di gubug yang menopang ke dinding rumah dinas sekolah di dusun tersebut, Ismaya dan Eye memang pernah tinggal bersama adiknya. Sempat berpindah ke rumah lain menempati rumah dinas sekolah, kemudian terusir lagi.

“Akhirnya di sini, yang penting bisa untuk istirahat. Serta yang paling penting tiga cucu saya bisa tidur nyaman.” ungkapnya.

Ismaya dan Eye sebetulnya punya dua anak. Anaknya yang lain ikut bersama istrinya di Solo. Namun jarang pulang karena setiap kali pulang, terkadang malah meminta ongkos untuk bisa kembali ke Solo.

Berdasarkan penuturan para tetangga dan saudaranya, anaknya yang di Solo tersebut juga bukan golongan orang mampu. Sehingga, daripada pulang, lantas menyusahkan kedua orangtuanya, yang harus selalu menyediakan ongkos kembali ke Solo, mereka menyarankan untuk tidak pulang saja.

Eye sendiri bekerja sebagai penjaga sekolah di SMP 1 Gegesik. Eye menjadi tulang punggung untuk menghidupi ke-tiga cucunya, Husen, Andika dan Asha.

Mereka tadinya tinggal di rumah adik. Sempat pindah-pindah, rumahnya ambruk karena terbuat dari bilik bambu.

“Dulu ada kandang ayam, disampingnya juga kandang domba. Terkadang, kami bagi-bagi makanan untuk keluarga itu,” ujar para kerabatnya. ( MC-03)

Comment here