BUDAYAPENDIDIKAN

Mengenang Ajip Rosidi di Leuwimunding

Ajip itu Romantis dan Religius

MAJALENGKA – macakata.com – Ajip Rosidi itu konsisten dengan hobinya. Istiqomah dengan apa yang dikerjakannya yakni menulis dan berbudaya sastra.

Demikian awal ulasan yang disampaikan narasumber Dr. Yanti Heriyawati, dalam diskusi santai bersama Komunitas Budaya Minggu di Ciremai, yang berlangsung di Piknik Caffe dekat alun-alun Leuwimunding, Selasa, 4 Agustus 2020.

“Banyak yang mengkritik Ajip, tapi beliau cuek saja, terus melenglang dan terus berkarya. Bahkan, beliau meninggal ketika sedang menulis karyanya yang terakhir.” ungkapnya.

Yanti menambahkan, semasa hidupnya, Ajip Rosidi sempat merasakan mandi dan bermain di sungai Ciwaringin yang melintasi wilayah Kecamatan Leuwimunding.

“Pernah bermain di sungai Ciwaringin, saya tinggal di Singawada Rajagaluh, yang juga dilewati sungai Ciwaringin. Ajip, pernah bermain di sungai itu juga.” ujarnya.

Kini, Ajip Rosidi telah tenang di alam sana. Namun, karya-karyanya itu tetap hidup abadi hingga kini. Banyak sastrawan Indonesia maupun internasional, yang mengenal sosok Ajip penuh dedikasi dalam berkarya.

“Ajip itu merantau, ketika kecil dia punya  keberanian hidup di Jakarta sejak SMA, ‎beliau berani keluar dari lingkup tempat tinggalnya. Bagi saya, Ajip itu sosok yang romantis juga religius,” ujarnya.

Narasumber lainnya, sastrawan dari Jakarta yang hadir dalam diskusi tersebut, Rendy Jean Satria mengatakan ‎sosok Kang Ajip Rosidi merupakan sastrawan yang ajaib. Di kalangan para sastarawan Indonesia dan dunia, figur Ajip Rosidi merupakan sebuah pengecualian.

“Beliau menjadi profesor tanpa ijazah. Profesor bahasa Indonesia dan Sunda, tanpa memiliki ijazah SMA, karena ketika mau Ujian Nasional, Kang Ajip berani menyurati kepala sekolahnya tidak mau ikut UN, dalam surat tertulis tersebut, dituliskannya, saya akan jadi sastrawan dan pengarang terkenal. Dan itu terbukti,” tandasnya.

Rendy menjelaskan buah karya yang berhasil dihimpun Ajip Rosidi semasa hidupnya telah melahirkan ‎154 buku berbagai genre. Ajip merupakan sosok sastrawan paling produktif se-Indonesia.

“Semasa hidupnya, Ajip disiplin membaca buku. Di disiplin harus tidur ketika pukul 10 malam, dan bangun sebelum Shubuh. ‎” ujarnya.

Rendy menambahkan,‎ sosok Ajip Rosidi memang disiplinnya itu yakni rajin membaca buku dan berbicara dengan kawan-kawan. Diceritakan, bahwa semasa hidupnya, ‎Ajip rajin mengeluarkan uang bulanan untuk seorang pelukis yang karya lukisannya tidak laku terjual.

“Bahkan, karya lukis yang dibeli Ajip, itu dia bantu jualkan. Selanjutnya, Ajip berniat bikin pesantren yang nama pesantrennya adalah pelukis tersebut.” ungkapnya.

Rendy juga membacakan kutipan salah satu buku tentang Ajip Rosidi pada halaman 123 sampai 125, yang ditulis oleh kawan-kawannya, tentang Wawancara Wing Kardjo dengan Ajip Rosidi. Pada halaman tersebut, tersimpulkan sosok Ajip itu romantis dan religius.

Sementara itu, Ketua Pelaksana acara, Rendy Abrenk mengatakan pihaknya ingin mengenang figur Ajip Rosidi dengan mengadakan acara Mengenang Budayawan, Sastrawan dan pujangga besar Indonesia asal Majalengka, Ajip Rosidi (1938-2020).

“Sebagai bentuk penghormatan terhadap kiprah Ajip Rosidi yang sudah mengharumkan nama Majalengka di pentas nasional maupun internasional.” ujarnya.

Abrenk menambahkan, acara tersebut sebetulnya banyak mengundang peserta dari berbagai wilayah, hanya saja, karena masih pandemi Covid-19, pihaknya hanya menghadirkan puluhan peserta saja. Acara tersebut juga diadakan lewat Live Virtual Instagram.

“Kami menghadirkan pembicara Dr. Yanti Heriyawati., S.Pd, M.Hum, Direktur pascasarjana ISBI Bandung, yang juga berasal dari Majalengka dan Rendy Jean Satria, penyair Indonesia, yang membahas perjalanan Ajip Rosidi sebagai penyair besar tanah air.‎” ujarnya.

Rendy Abrenk Noviandi, yang juga ketua Minggu di Cermai, menjelaskan Majalengka beruntung bisa melahirkan penyair besar bernama Ajip Rosidi, yang bisa menginsipirasi generasi muda Majalengka dan Indonesia.

“Peran Ajip Rosidi dibidang pemajuan pengembangan budaya dan sastra sunda layak diapresiasi, karena dengan begitu, bahasa sunda tetap lestari dan dibaca,” ujar Abrenk, mengutip, perkataan Dr. Yanti Heriyawati.

Acara juga diisi oleh pembacaan puisi karya Ajip Rosidi oleh Ratna Padya Rohani, Laning Zailani, Deris Riszader, Mete, Rendy Abrenk dan penampilan penyair cilik bernama Aretra Kana Akarliana, diiringi petikan gitar dari musisi lokal Rajagaluh, Ibnu Aqil.

Selama hidupnya Ajip Rosidi sudah menerbitkan 154 buku baik puisi, novel, obituari dan ilmiah. Sehingga ia dikenal sebagai sastrawan terproduktif di Indonesia. Ajip juga pernah mendapatkan  Hadiah Sastera Nasional 1955-1956 untuk puisi (diberikan tahun 1957) dan 1957-1958 untuk prosa (diberikan tahun 1960). Dan Hadiah Seni dari Pemerintah RI 1993 dan Doktor Honoris Causa (HC) untuk program studi Budaya Fakultas Sastra dari UNPAD. Dia juga menjadi Professor tamu di Jepang.

“Semoga acara ini bisa menjadi pengetahuan kita mengenai Ajip Rosidi, putra asli Majalengka, yang luar biasa” kata Rendy Abrenk.

Ajip Rosidi telah meninggal dunia pada Rabu, 29 Juli 2020 lalu di Pabelan, Magelang. Dengan meninggalkan banyak karya, ilmu dan kenangan bagi Indonesia.

“Semoga kang Ajip Husnul Khatimah,” ucapnya. (MC-02)

Comment here