Oleh: Rendy Jean Satria
MACAKATA.COM – Setiap tujuan selalu menghasilkan kerja ide. Dia tidak didapat dari ujung langit. Melainkan dari hasil perenungan yang diolah menjadi tujuan. Sesuatu yang samar, namun menggairahkan passion.
Mantan Presiden Mesir Anwar Sadat, sosok pemimpin terhormat di kawasan Timur Tengah, tahu betul apa itu arti tujuan, kala dia menanam benih perdamaian di Timur Tengah. Tujuannya cuma satu, yakni mengakhiri konflik politis yang berlarut-larut. Terutama dengan Israel. Agar tidak terjadi peperangan.
Karena ingin mengawal perdamaian di Timur Tengah, Sadat oleh majalah Time dianugerahi sebagai ‘Man of the Year’ pada akhir tahun 1977. Namun naas, tujuan yang mulia itu harus ia bayar dengan nyawanya – Oktober 1981 Sadat ditemukan tewas, usai ditembak oleh seseorang yang tidak sepaham dengan tujuan perdamaian yang dilakukan Sadat selama bertahun-tahun.
Sekitar tahun 1983, usai Sadat tewas, usaha perdamaian Timur Tengah kerap tidak menentu. Gedung kedubes AS di Beirut dibom. George P. Shultz Menlu Amerika saat itu, melakukan kunjungan ke Timur Tengah. Tujuannya cuma satu meredam pertikaian di Timur Tengah.
Namun di sisi yang lain – tujuan juga memakan banyak korban demi tercapainya sebuah ambisi. Ambisi dengan huruf a besar. Lewat pertimbangan-pertimbangan, rapat-rapat, bau mesiu, peluncuran misil-misil, hanya untuk berkata: kitalah penguasa. Polisi dunia. Pemula bagi terciptanya tatanan baru.
Karena dunia tidak sepenuhnya milik orang-orang baik, dengan tujuan yang mulia, sebagiannya diisi dengan mereka yang sedari mengejar tujuan yang berafiliasi dengan kejahatan. Maksudnya kejahatan yang terselebung. Kejatuhan Nazi dan Hitler di penghujung perang dunia ke II, adalah isyarat paling klasik – tentang sebuah ambisi yang menyala-nyala – yang pada akhirnya, harus kalah dengan telak oleh tujuan yang baru juga.
Kita tidak bisa menyangkal, kalau dalam hati kita semua, terbersit: tentang sebuah impian dan tujuan yang selama bertahun-tahun menggairahkan passion. Sebagaimana tujuan mulia yang dilakukan oleh ilmuwan Perancis Emmanuelle Charpentier dan Jennifer A Doudna, peneliti dari Amerika Serikat, saat mereka berdua meraih Nobel Kimia tahun 2020, atas penemuan gunting genetik CRISPR-Cas9. Penemuan mereka merevolusi ilmu pengetahuan dasar dalam dunia medis dan menulis ulang kembali kode kehidupan.
Kelak, juga sudah dilakukan sekarang, temuan ini akan memudahkan perubahan spesifik kode kehidupan pada DNA yang terdapat dalam sel hidup. Merekayasa tumbuhan sampai terapi kanker. Sesuatu yang di masa lalu, tidak mungkin. Dibuat mungkin oleh dua periset perempuan ini.
Banyak para pesohor dunia, merevolusi sesuatu yang sebelumnya tidak ada lalu menjadi ada. Ada kerja ide, kerja intelektual, totalitas, dalam perjalanannya tentu banyak di antara mereka yang kerap dibarengi dengan cemooh, dari orang-orang yang tidak tahu apa yang sedang mereka lakukan untuk kebermanfaatan manusia.
Semisal, Steve Jobs dalam bidang teknologi mutakhir, Albert Einstein dalam bidang Sains, Mahatma Ghandi dalam bidang perdamaian, Chairil Anwar dalam bidang Kesusastraan, Hawking dalam bidang dunia kosmologi, Socrates dalam bidang Falsafi.
Sebagian nama pesohor, yang tidak hilang sampai seribu tahun kemudian. Karena mereka tahu arah tujuan kerja kreatifnya, bukan untuk generasinya – melainkan untuk generasi masa depan. Hinaan dan kegagahan dalam mencipta, meriset, dan berpikir menjadi lebur dalam satu kata: tujuan.
Sekali lagi, tujuan, seseorang harus punya tujuan dalam merengkuh sesuatu yang dianggap samar, absurd dan bahkan dianggap tidak mungkin oleh jamannya sendiri. Baik itu pesohor, pemimpin, peneliti, pengajar, pedagang, seniman dsb, karena ketika kita menulis kata ‘tujuan’ dengan huruf kapital. Maka saat itu juga, kita akan membuat sejarah –yang bisa jadi tidak bermanfaat pada hari ini – melainkan buat masa depan. Bersabarlah.
***Desa Singawada-Rajagaluh, 2020
Rendy Jean Satria, adalah penyair dan essais. Karya tulisnya tersebar di berbagai media surat kabar nasional dan lokal, seperti Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Jurnal Sajak, Jurnal Kritik, Majalah Pusat Jakarta, Mangle, dsb. Dua buku puisi telah terbit: Dari Kota Lama (2012), Pada Debar Akhir Pekan (2017). Kini Sedang mempersiapkan buku puisi terbaru berjudul Madah Lestari.
Comment here