Sudah lansia dibandingkan gedung lainnya yang saat ini sedang direhab
MAJALENGKA – macakata.com – Gedung berlantai dua yang ada di pinggir Jalan KH. Abdul Halim No. 209 itu masih berdiri gagah dan tegap. Namun, gedung dengan kapasitas tampung dua ribu orang ini, sudah terasa bergetar ketika ditempati oleh 200 orang saja.
Turnamen catur nasional yang baru saja selesai digelar awal Desember 2020 lalu, dengan peserta 100 orang, ditambah panitia, juri, wasit, pengurus Percasi Majalengka, total kurang dari 200 orang ada di lantai dua itu, lantai dua Gedung Graha Sindangkasih sudah terasa bergetar. Itu pun terasa ketika ada rombongan orang nomer satu di Kabupaten Majalengka datang ke acara turnamen. Usai pembukaan, sebagian jurnalis mewawancarainya perihal konsistensi protokol kesehatan kegiatan tersebut, serta potensi olahraga catur ke depannya.
Terasa nyata getaran yang ada di lantai dua Gedung Graha Sindangkasih Majalengka itu, juga kerap dirasakan pada saat acara-acara seminar maupun workshop sebelum Pandemi Covid-19. Ketika bergerak dan berjalan-jalan di bagian tengah lantai, puluhan orang yang berada di lantai dua gedung itu bisa merasakan langsung getarannya.
Sebelum pemberlakuan PSBB dan PSBM, kapasitas acara yang digelar di gedung prestisius ini biasanya akan melebihi seribu orang. Getaran dari gedung yang sudah usia senja itu, secara otomatis getarannya semakin terasa.
Acara resepsi pernikahan sering digelar di gedung Graha Sindangkasih. Bila acara resepsi, biasanya yang hadir akan lebih banyak orang lagi di gedung itu, juga merasakan getaran tersebut. Apakah itu menandakan bahwa Gedung Graha Sindangkasih sudah usia lanjut, 60 tahun?
Ngobrol dengan Ketua Grup Majalengka Baheula (Grumala) Nana Rohmana, atau akrab dipanggil Mang Naro (47) mengatakan, gedung Graha Sindangkasih Majalengka telah berdiri sejak tahun 1960-an. Gedung tersebut sempat digunakan menjadi asrama sekaligus Sekolah Guru B (untuk SMP). Gedung Graha ini sebetulnya satu sama lain mirip dengan gaya arsitektur gedung lainnya seperti gedung PGRI Majalengka.
“Baheula mah disebut Gedung Wanita. Gedung Graha itu juga pernah dipakai untuk asrama wanita guru SGB,” ujarnya, Selasa, 22 Desember 2020.
Menurut Naro, pembangunan gedung Graha Sindangkasih Majalengka itu dibangun hampir berbarengan dengan Gedung Nusantara yang sekarang menjadi gedung Pariwisata dan Kebudayaan Majalengka.
“Seingat saya, hampir bareng dibangun dengan Gedung Parbud, yakni sekira tahun 1950-an. Waktu itu zaman Bupati Nuratmadibrata 1955 – 1957,” ujarnya.
Naro menjelaskan, gedung Graha Sindangkasih itu memang sempat diperbaiki atau direhab sekira tahun 1990-an. Namun, bentuk panggung bangunan tersebut tetap dipertahankan, karena di bawahnya bisa digunakan sebagai tempat parkir kendaraan.
“Dulu, bawahnya lengang itu dipakai untuk kandang ayam atau domba. Arsitektur panggung dulu dimanfaatkan begitu. Sekarang mah untuk tempat parkir mobil dan motor,” ungkapnya.
Sayangnya, dari pihak pemerintah Kabupaten Majalengka belum ada yang dapat memberikan penjelasan detail tentang ihwal bangunan gedung Graha Sindangkasih Majalengka, baik dari sisi arsitektur maupun sejarah dibangun, atau pun luas bangunan dan berapa kali mengalami perbaikan, berikut standar tampung versi pemda.
Tetapi, bagi siapa saja yang mau menyewa gedung Graha Sindangkasih Majalengka, biaya sewa berdasarkan Perda Retribusi No.15 tahun 2010 tentang biaya retribusi pemakaian kekayaan daerah Kabupaten Majalengka, sewa gedung Graha Sindangkasih Majalengka per-satu hari tarifnya adalah Rp. 3.000.000,- ( tiga juta rupiah).
Berdasarkan informasi lainnya, tarif tiga juta tersebut bisa bertambah, karena belum termasuk biaya-biaya lainnya, seperti uang kebersihan dan lain sebagainya. ( MC-03)
Comment here