Oleh : Diana Ha
CIREBON – macakata.com – Tebing datar dengan relief pecah-pecah persegi, diselingi akar yang menempel kuat pada retakan batu raksasa dinding keras itu, ditambah warna hitam kecoklatan berbaur dengan kuning kunyit alami, menawarkan sensasi kekaguman nuansa alam yang tiada duanya.
Belum lagi, diantara tebing dengan ketinggian 60 sampai 70 langkah kaki, dihitung dari tangga yang ada. Serta lebar tebing yang ditempuh perjalanan mendaki dua arah sekira dua puluh menit. Dari ujung satu ke ujung tebing tangga lainnya itu, Batu Lawang menawarkan sensasi memanjakan mata, sekaligus petualangan olahraga kaki dan imajinasi yang menyenangkan.
Mengunjungi wisata alam Batu Lawang di Desa Cupang Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon Jawa Barat ini, seperti menyaksikan nuansa alam yang ada di film The Beach, yang pemeran utamanya, lamun teu salah mah si pemeran Titanic, Leonardo De Caprio. Bedanya di Batu Lawang tak ada pantai, hanya ada nuansa bebukitan, yang di sebelah timur terlihat sebuah perusahaan yang terkenal itu. Berkunjung ke Batu Lawang juga seperti menyaksikan nuansa pegunungan yang ada di China.
Meski masuk teritorial wilayah Kabupaten Cirebon, namun, sejatinya, pintu masuk ke area wisata Batu Lawang ini ada di jalur jalan tak jauh dari Balai Desa Paningkiran Kecamatan Sumberjaya-Majalengka. Sekira 50 meter dari masjid desa, di sebelah barat, ada jalan alternatif selebar truk ukuran normal. Tak jauh dari jalan raya besar Prapatan-Leuwimunding itu, memang ada jembatan sungai Ciwaringin yang cukup panjang namun kokoh. Di ujung jembatan sudah tertera gapura khas Cirebon dengan tulisan di atasnya, “Selamat datang di desa Walahar Kecamatan Gempol Kabupaten Cirebon”.
Selanjutnya, jalur ini pun juga tembus ke Desa Cupang. Tak sampai sepuluh menit, setelah melewati desa Cupang dengan jalur menanjak berbukit dan banyak pohon. Hanya dua menit setelah tanjakan pertama, Anda akan sampai di tempat wisata Batu Alam yang menakjubkan.
Cuaca di Batu Lawang ini tak terlalu dingin seperti di Lembang atau Ciwidey. Ini hanya daerah bebukitan kapur. Tak ada gunung besar seperti Ciremai di Kuningan dan Majalengka atau gunung Tampomas di Sumedang yang menaungi deretan bebukitan ini. Hanya bebukitan kapur yang terlihat memanjang ke arah Cadas Gantung Mirat Leuwimunding, Puncak Shang Hyang Dora Leuwikujang Leuwimunding Majalengka, dan terus memanjang hingga ke perbatasan Rajagaluh dan Sindangwangi Majalengka, dan terus ke Cipanas Kecamatan Dukupuntang Kabupaten Cirebon.
Deretan pemandangan bukit itu hanya pelengkap. Perhiasan menakjubkannya ada di Batu Lawang. Akar pohon beringin yang tumbuh di tengah tebing, menyadarkan kita tentang kekuatan tekad dari sebuah makhluk hidup, yang ingin tumbuh dan berkembang.
Tebing hitam kecoklatan itu di setiap titiknya sudah terpasang baut-baut baja carabiner, tanda bahwa tebing itu bisa dimanfaatkan untuk olahraga Climbing atau panjat tebing. Nyaris setiap pohon apapun, akarnya itu memanjang ke bawah dengan cara yang unik. Usia tebing dan pohon itu kemungkinan ratusan atau ribuan tahun. Tetapi memandangnya dari jarak seratus meter saja, di taman rumput hijau, di prasasti buatan yang ada tulisan Batu Lawang, tebing datar bak batu raksasa yang dibelah secara eksotis ini, seperti punya garis melingkar ruang waktu.
Ketika memanjatnya, ada sensasi yang lebih menakjubkan lagi. Serasa di negara tetangga dengan eksotisme yang luar biasa. Ada pepatah cukup sederhana yang menggugah, “Kebahagiaan hanya akan menjadi nyata, saat kita berbagi dengan alam”. Tulisan itu tercatat dalam plakat papan kayu dekat tangga pendakian.
Di lokasi Batu Lawang, ada banyak gazebo untuk bersantai. Saya hitung, ada tiga ayunan dan permainan jaring laba-laba. Flyng Fox, serta wahana lainnya, juga ada tempat camping. Melihat dinding hitam batu itu terasa lain dan berbeda. Jika kita mengajak anak-anak, manfaatnya itu yakni sekaligus meng-edukasi kehidupan nyata, supaya tidak terlalu teks book. Buku-buku sudah banyak saya kenalkan kepada anak-anak. Saatnya kini berpetualang di lapangan.
Dengan kata lain, rekreasi, refresh jika ada waktu dan meski hanya ada bajet sedikit uang sangat diperlukan. Karena kebahagian dan kegembiraan harus diciptakan. Uang hanyalah kertas alat tukar saja. Berfungsi ketika dimanfaatkan.
Oh ya, tarif masuknya per-orang dikenakan karcis Rp. 10 ribu. Parkir motor Rp. 3 ribu. Sepuasnya. Jangan lupa beli minuman ke warung yang ada di sana. Warga lokal Desa Cupang cukup memahami sekaligus bisa mengucapkan dengan dua bahasa, yakni Sunda dan Jawa. ***
—Penulis adalah penyuka traveling, penikmat kuliner dan pengelola taman baca/perpustakaan
Comment here