Bermukim di Bawah wisata Paraland Bukit Panten
MAJALENGKA – macakata.com – Rusdiyana, 54 tahun, tampak kaget ketika ada tamu yang mengucapkan salam. Rumahnya berdinding batu-bata bersemen itu masih kokoh. Namun, di sekelilingnya tampak sepi, sunyi.
Jemuran busana pakaiannya masih tersampir pada seutas tambang, yang terpasang pada dahan satu pohon dengan pohon mangga lainnya. Suasana ini mirip anak-anak pramuka yang tengah menjalani sesi berkemah.
Ayam dan anjing masih terlihat banyak di kampung ini. Sementara, Rusdiyana bersama istrinya, Komariyah, seolah hanya tinggal berdua saja. Rumah itu awalnya tertutup rapat. Baik jendela maupun pintu. Menimbulkan kesan angker dan rasa takut.
Rumah lain di sekelilingnya sudah tak berpenghuni. Tampak bangunan rumah yang terbengkalai. Pintu-pintu rumah dan jendela rumah tetangganya telah dimakan rayap, jendelanya terbuka dan baut engselnya sudah banyak yang lepas. Cat-cat dindingnya mengelupas, buram. Lapuk tak terawat diterpa terus menerus sinar matahari dan hujan lebat, selama lebih dari lima tahun.
Sebagian besar atap-atap rumah di kampung Tarikolot Desa Sidamukti dan Kampung Cibadak Kelurahan Cijati Kecamatan/Kabupaten Majalengka itu masih dihuni. Kampung ini setengah hidup. Netizen menyebutnya kampung mati. Ada benarnya juga.
“Ini rumah saya, saya tak mau pindah. Lagipula rumah ini berada di tempat datar, tak seperti rumah lainnya yang berada di tanah miring,” ucapnya, saat ditemui 4 jurnalis, Selasa, 26 Januari 2021.
Dalam penuturannya, Rusdiyana bersama sang istri baru menempati rumah tersebut empat bulan yang lalu. Hanya saja mereka berdua, enggan menjelaskan ihwal detail maupun kronologi alasan menempati rumah itu.
“Kalau yang lain sudah pada pindah ke tempat relokasi di Blok Buah Lega,” ujarnya.
Lima puluh meter dari rumah Rusdiyana, tampak sejumlah warga lain yang mayoritas ibu-ibu sudah sepuh. Dua perempuan paruh baya itu terlihat tengah beraktivitas menjemur kacang tanah. Saat ini memang tengah musimnya panen kacang. Biji-bijian itu biasa dijadikan bahan utama membuat sambal karedok dan sambal pecel.
“Mungkin ada sekitar 30 rumah-an yang masih dihuni di sini. Kami bertahan, karena masih aman. Yang lain pindah, karena rumah mereka berada di tanah miring yang rawan longsor,” ujar pria lainnya, Karmidi, 50 tahun.
Menurut Karmidi, ia telah tinggal di kampung Tarikolot Sidamukti itu sudah 36 tahun lamanya. Ia pertama kali menempati kampung itu ketika dibawa oleh mendiang istrinya.
“Sejak saya menikah dengan istri, saya tinggal di kampung ini. Sekarang saya tinggal sendirian, istri saya sudah tiada,” ungkapnya.
Sepengetahuan Karmidi, di kampung itu tadinya ada 100 rumah yang dihuni dan ditempati, namun sejak ada pergerakan tanah dan longsor yang menimpa kampung Tarikolot, berangsur-angsur warga mulai berpindah ke tempat yang lebih aman.
“Saat ini saja, jalan ke sini dekat jembatan sudah rusak lagi, karena longsor dan tanahnya bergerak. Tapi di rumah saya masih aman. Makanya saya bertahan, kebun saya juga dekat sini,” ungkapnya.
Sementara itu, di lokasi kampung tersebut, Wakapolsek Majalengka, Iptu Agus Purwanto didampingi Babinsa kedua wilayah itu, Wijaya Kesuma dan Andik, ketika diwawancara mengatakan, kampung yang disebut kampung mati itu ada dua wilayah yakni Kampung Tarikolot Desa Sidamukti, satunya kampung Cibadak Kelurahan Cijati. Semuanya ada 11 Kepala Keluarga (KK).
“4 KK masuk wilayah Tarikolot, 7 KK masuk Cibadak. Kami berharap mereka sesegera mungkin untuk pindah, dilihat dari lokasi sangat rawan longsor. Lebih baik pindah dulu,” ungkapnya.
Soal masih adanya warga yang lalu lintas di kedua kampung itu, diakui oleh petugas dari Polri dan TNI itu, karena masih banyaknya petani yang menggarap kebunnya di wilayah tersebut.
“Sehingga, sebagian warga masih berlalu-lalang ke wilayah Tarikolot dan Cibadak. Tapi kalau sore mereka pulang ke rumahnya di tempat lain,” ucapnya. ( hrd)
Comment here