OPINITravel

Itu Bukan Keranda Pak? Itu Tempat Parkir Sepeda

Oleh : Shelby AR

MACAKATA.COM – Setahun sudah Alun-alun Majalengka diresmikan oleh Pemda Majalengka. Eh, sorry, maaf, satu bulan lalu. Maaf ya…saya ralat, satu bulan lalu. Tepatnya ketika ada kejadian banjir di lima kecamatan wilayah utara Majalengka, yakni Kertajati, Jatitujuh, Ligung, Kadipaten dan Dawuan.

Pada saat itu, tanpa melalui virtual, Pemda Majalengka meresmikan fasilitas publik Alun-alun Majalengka. Tau tidak? Sewaktu diresmikannya, suasana hujan gerimis. Tau tidak? Pada saat yang sama, forum jurnalis mendatangi gedung DPRD Majalengka untuk audiensi. Saat itu sekira pukul 11.00 siang. Jadi, tampaknya tak ada banyak wartawan yang meliput kegiatan peresmian itu.

Saat itu, setelah peresmian, orang nomer satu di Kabupaten Majalengka segera berangkat ke Jakarta, untuk menerima penghargaan anugerah kebudayaan. Sebelum memasuki tol Cipali yang selalu memakan korban jiwa kecelakaan lalu lintas itu, rombongan orang nomer satu ini memang, menyempatkan diri mengunjungi lokasi banjir.

Bantuan kecil seperti sembako dan makanan ringan diberikan. Himbauan-himbauan dikeluarkan. Setelah itu beliau berangkat ke Jakarta.

Ada yang bilang, bahwa itu, itu di sini maksudnya peresmian Alun-alun Majalengka, sudah direncanakan jauh-jauh hari. Jadi tak bisa diundurkan. Begitu katanya. Rupanya saran dan masukan itu, termasuk saran untuk membuka fasilitas publik secara virtual tidak mempan. Tidak didengarkan oleh beliau. Padahal, nyaris semua pertemuan pada masa pandemi Covid-19 ini dilakukan secara virtual, zoom meeting.

Sudahlah, itu sudah berlalu. Sudah menjadi kenangan. Namun tahukah kalian? Alun-alun Majalengka kini menjadi ikonik baru. Nuansa terakota, menurut beliau, di kota yang penuh dengan genteng dan atap rumah berwarna merah maroon itu, ikon terakota akan segera ditetapkan sebagai ikon resmi Majalengka yang baru. Ikon Resmi Majalengka yang ter-update. Kekinian. Milenial.

Identitas yang sukar dilupakan, mudah diingat, juga mudah dikenang berbagai orang dengan cepatnya. Alun-alun Majalengka pernah viral dan menjadi perbincangan di dunia internet, selama satu pekan lebih. Alun-alun Majalengka itu sungguh instagramble. Sangat ramai diunggah ke akun sosial media twitter, Facebook, juga akun social media lainnya. Termasuk akun sosial kontroversi MeChat. PL-PL ada juga yang memosting Foto Alun-alun Majalengka yang merah maroon menawan itu.

Yang menarik adalah, cerita dari seorang penyiar radio. Swasta sich, tapi kantornya tak jauh dari gedung putih yang ada air mancurnya itu.

Singkatnya, si penyiar radio itu tiba-tiba cuap-cuap, bahwa rentetan besi tersusun dan menempel pada trotoar itu adalah Keranda. Banyak Keranda di trotoar jalan Ahmad Yani. Mungkin ada benarnya juga, karena memang bentuknya mirip keranda. Kendaraan masa depan untuk mengangkut jenazah orang. Apalagi kalau bukan kendaraan masa depan? hehe.

Berbicara soal keranda, tentunya mengingatkan kita bahwa usia seseorang bisa langsung teringat ketika melihat keranda. Bahwa kematian bisa saja datang kapanpun, dan mejemput kapan saja.

Tak lama sesudah si penyiar mengatakan dan menyiarkan bahwa ada banyak keranda di trotoar jalan Ahmad Yani itu, tiba-tiba seorang utusan, entah mungkin berdua atau bertiga, si penyiar tidak menceritakan jumlah orang yang datang.

Orang itu langsung menanyakan siapa tadi yang bertugas siaran? Kemudian si penyiar radio yang ditanya, polos menjawab, “Saya pak?”

Orang itu kemudian duduk. Lega. tugasnya mencari si penyiar, sampai saat itu sudah selesai. Tinggal menyampaikan amanah pimpinan. Tugasnya mencari si penyiar yang dituju sudah mengaku jujur.

Setelah itu, petugas itu menyampaikan maksudnya. Intinya dia menjelaskan bahwa jangan sampai terulang lagi, kalimat sebutan untuk besi di trotoar Ahmad Yani itu dengan sebutan Keranda.

“Itu bukan Keranda pak! Itu tempat parkir sepeda milenial. Jadi besi-besi itu, gunanya atau berfungsi untuk menyelipkan ban-ban sepeda gowes agar bisa terparkir dengan cara berdiri. Tempat Parkir Sepeda Milenial, Pak! Tolong kepada bapak penyiar agar tidak menyebut lagi Keranda, karena itu bukan keranda pak. Itu tempat parkir sepeda!” ungkapnya.

Saya yang mendengar cerita ini ngakak. Ada benarnya juga si penyiar sebelum ditegur petugas. Dia mengatakan itu karena belum tahu. Dia mengetahui setelah diberitau.

***Majalaengka, pertengahan Februari 2021. Diceritakan oleh seorang penyiar radio swasta.

Comment here