OPINIPARLEMEN

Pilkades Rasa Pilpres

Oleh : Shelby AR

MACAKATA.COM – Seandainya momen pilkades serentak dilakukan hanya dalam sehari, mulai dari penentuan panitia sebelas. Lalu, ngacung siapa saja yang mau nyalon. Jika tak ada yang ngacung, maka dibantu dengan menuliskan nama siapa yang patut dicalonkan. Musyawarah diikuti oleh 75 persen kehadiran warga di desa itu.

Jika sistem pemilihan kuwu atau kepala desa seperti itu, saat ini juga, saya mau nyalon kepala desa.

Saya ibu rumah tangga. Tapi saya berani untuk menyalonkan diri. Sama seperti yang di beberapa desa, katanya ada kuwu dari kalangan perempuan. Saya baca, kalangan perempuan dalam pilkades 2021 ini juga ada yang kembali maju.

Karena sistem dan peraturannya tidak demikian. Dan proses tahapannya cukup panjang. Apalagi jika melihat tahapan Pilkada, Pileg dan Pilpres, butuh banyak sosialisasi tentang tata tertib, aturan dan lain sebagainya.

Cukuplah saya jadi penonton. Lebih baik saya mengurus suami dan anak-anak. Itu lebih menyenangkan.

Itu semua butuh anggaran besar. Tidak sedikit. Juga, butuh banyak waktu untuk mengurus, menata, memetakan, merancang tim kemenangan. Acara ngopi dan ngaliwet tidaklah cukup hanya modal cocot dan ubrus, ngawadul kemenangan Pilkades itu butuh biaya yang dikeluarkan.

Kos anggaran daftar gratis hanya sebuah mekanisme aturan, yang sayangnya cukup menarik bagi para bakal calon memberanikan diri untuk daftar. Selain dari daftar gratis itu, biaya ngopi dan ngaliwet serta kebutuhan rokok, sosialisasi serta kampanye, itu soal lain. Itu biaya yang lain. Daftar mah memang gratis.

Karena daftar gratis, bagi warga yang ada di desa tersebut, yang punya tingkat kemelekan demokrasi yang bagus, maka banyak yang daftar nyalon kuwu. Bahkan, di satu wilayah, katanya, ada yang lebih dari lima orang. Jika lebih dari lima orang, maka tahapannya harus melalui tes kelayakan. Sehingga nanti ada yang tersisihkan. Sehingga nanti kuota tetap lima calon.

Lima calon kepala desa sudah cukup banyak menguras perhatian warga sampai 22 Mei 2021 mendatang. Namun, dampak yang ditimbulkannya, menurut pengamatan saya, bisa satu atau dua tahun lebih, Kesenjangan sosial akibat ekses pemilu tingkat desa itu, saya asumsikan, saya prediksikan, akan melebihi momen Pilpres. Jika dulu saling ngotot mempertahankan pilihan calon Presidennya, kali ini ngotot saling menjagokan dukungannya pada calon kepala desa yang menurut warga paling pantas.

Paling pantas di sini, itu arti yang luas, pantas di sini bukan visi misi dalam arti sebenarnya. Apa pasal? Karena saat ini situasi yang terjadi, nyaris setiap hari, setiap malam jika cuaca cerah, ada acara kumpul kumpul ngaliwet dan ngopi, juga bagi bagi rejeqi, saya melihat penomena Pilkades ini hampir sama persis dengan nuansa Pilpres dan Pileg. Saya menyebutnya Pilkades rasa Pilpres. ‎

Bagi-bagi rejeqi itu lumrah kawan, saya tak mau menyebut nominalnya, karena nyaris terlalu umum untuk dikatakan sebagai apa ya …. Aahhhh ini hanya pesta demokrasi. Ini hanya pesta rakyat. Yang efeknya nanti hanya berimbas pada, calon yang kalah sekaligus calon yang menang, panitia sebelas yang digugat mungkin?

Atau kuwu terpilih yang tak terduga dipilih oleh masyarakat yang tidak mangandalkan apapun kecuali keberuntungan, tetapi ini hanya kemungkinan satu berbanding sejuta.

Tak ada ceritanya seorang pemimpin di zaman pemilu ini, yang lolos terpilih karena beruntung. Lucky itu hanya ada dalam film. Semuanya berkat strategi perang kemenangan, yang menguras tenaga dan pikiran serta kekayaan.

Atau dulu, ketika Pilkades tahun 2015 lalu, masih ada calon suami istri nyalon kuwu, karena ketiadaaan orang yang daftar kuwu. Sekarang kontestasi terbuka lebar, karena melihat anggaran dana desa yang berasal dari banyak sumber. Satu milyar lebih setahun.

Katanya, saat ini, untuk menang jadi pemimpin tingkat manapun, tak perlu pandai ceramah, pidato. Itu semua bisa diakali. Pemimpin saat ini hanya butuh tekad yang kuat. Hanya butuh DOA dan tawakal serta ikhtiar. Biaya tetap penting. Oleh karenanya, donatur diperlukan. Selamat bertarung dalam pilkades serentak 2021. Yang menang nanti adalah yang paling kuat ber-DOA, bertawakal dan berikhtiar.

*** Penulis adalah penyuka bacaan fiksi sains, senang membaca buku-buku psikologi. Juga melahap bacaan novel politik

Comment here