Oleh : Deyaha Afif
MacaKata.com – Halo teman-teman, tahukah teman-teman semua dengan salah satu jenis folklor yang masih eksis hingga saat ini, meskipun penggunaannya sudah mulai berkurang di kota-kota besar tatar Sunda? Ya, kali ini penulis akan membahas salah satu jenis sastra lisan yang beredar di kalangan masyarakat Sunda, yakni istilah kapamalian.
Tahukah kalian bahwa dibalik istilah-istilah kapamalian dalam bahasa Sunda itu tidak hanya digunakan sebagai idiom biasa?
Sebenarnya istilah pamali mengandung maksud dan tujuan sebagai alat edukatif untuk anak-anak pada masa lampau.
Kapamalian sendiri dapat dipahami sebagai bentuk larangan leluhur yang diucapkan dengan tujuan untuk melarang seseorang melakukan sesuatu yang kurang baik.
Terkadang kalimat yang digunakan sedikit diberi sugesti yang membuat seseorang itu takut. Kapamalian disebut juga sastra lisan, karena penggunaannya biasanya dari lisan ke lisan.
Apabila mengamati kondisi saat ini, sebenarnya kapamalian sudah mulai terkikis penggunaannya, terutama di kota-kota besar wilayah Sunda.
Namun di beberapa daerah, idiom kapamalian ini masih sangat berguna pemanfaatannya. Salah satu contohnya, seperti yang terjadi di Kabupaten Majalengka. Istilah kapamalian dirasa masih cukup efektif digunakan, sebagai media edukatif terhadap anak maupun remaja pada wilayah tersebut.
Jika penulis amati, kapamalian ini dapat diteliti lebih dalam untuk mengungkapkan makna sebenarnya menggunakan beberapa teori linguistik.
Salah satunya yakni teori semiotika, tujuannya untuk menganalisis lebih dalam mengenai makna kata yang terkandung di dalam kapamalian. Yang dianalisis untuk menghasilkan data berupa, kata yang mirip dengan makna sebenarnya pada kalimat (ikon), hubungan sebab-akibat dalam pamali (indeks), dan bagaimana kalimat pamali dapat diterima oleh masyarakat (simbol).
Nah sekarang kita coba mencari tahu beberapa jenis-jenis folklor kapamalian sesuai dengan tujuan dari kapamalian itu sendiri yuk!. Beberapa folklor kapamalian yang masih eksis dikalangan masyarakat hingga saat ini yakni, 1).“pamali, ulah diuk dina panto. Bisi hésé jodoh” (pamali, jangan duduk di depan pintu, takut susah jodoh) kalimat ini sebenarnya diucapkankan dengan tujuan supaya jangan ada yang duduk di depan pintu karena hal tersebut menghalangi orang yang akan lewat.
Kemudian 2).“pamali, ulah kaluar saeunggeus na maghrib. Bisi di culik jurig” (pamali, jangan keluar diwaktu setelah maghrib, takut diculik jin) maksudnya ini merupakan larangan untuk anak-anak supaya bergegas pulang ketika hari sudah sore dan tidak terus-terusan bermain di luar rumah. 3).“pamali, ulah diuk dina bantal bisi bisulan” (pamali, jangan duduk di atas bantal, takutnya bisulan) maksud dari kalimat tersebut sebenarnya mengajarkan supaya kita tidak menduduki bantal karena bantal digunakan untuk kepala, secara tidak langsung istilah kapamalian tersebut mengajarkan sopan santun kepada seseorang yang melakukannya. 4).“pamali, ulah diuk dina méja, bisi loba hutang” (pamali, jangan duduk di meja, takutnya banyak hutang) maksudnya adalah jangan duduk di atas meja karena tidak sopan.
Selain kapamalian di atas ada juga folklor pamali yang lain. Yakni, 5).“pamali, ulah sasapu ti peuting. Bisi, nyapukeun rezeki” (pamali, jangan menyapu diwaktu malam, takutnya menyapu rezeki) nah maksud dari istilah tersebut adalah jangan nyapu diwaktu malam, karena di dalam Islam pun dijelaskan bahwa hal yang dapat menghambat rezeki salah satunya adalah menyapu diwaktu malam.
6).“pamali, ulah nyésakeun sangu dina piring, bisi meunangkeun jodoh nu goréng” (pamali, jangan menyisakan nasi dipiring, takutnya mendapatkan jodoh yang jelek) maksudnya adalah jangan menyisakan nasi setelah makan, karena hal itu adalah hal yang mubadzir.
7).“pamali, ulah tatalu ti peuting bisi diturutan jurig” (pamali, jangan pukul-pukul benda diwaktu malam, takut diikuti oleh jin) maksudnya adalah jangan memukul-mukul benda di waktu malam karena takut mengganggu orang lain yang sudah tidur.
Nah, dari beberapa contoh di atas ternyata dari istilah-istilah pamali ini mengandung arti yang dapat digunakan sebagai media edukatif. Meskipun tidak jarang orang yang tidak tahu makna sebenarnya dari folklor tersebut dengan menganggap bahwa kapamalian merupakan hal yang dipandang mistis atau bahkan menakutkan. Namun cara ini cukup ampuh untuk mencegah seseorang melakukan hal yang kurang baik.
Istilah kapamalian merupakan salah satu bentuk kekayaan budaya yang harus senantiasa dilestarikan keberadaannya dengan cara terus di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, sehingga dapat diturun-temurunkan hingga anak-cucu nanti. ***
Penulis merupakan S1 (UNPAD), sekarang sedang lanjut pendidikan S2 UPI
Referensi:
Dewi Rahayu, d. (2020). Kapamalian di Kasepuhan Ciptagelar. JALADRI, 21-22. Siregar, S. W. (2020). Kajian Semiotik Charles Sanders Pierce: Relasi Trikotomi (Ikon, Indeks dan Simbol) dalam Cerpen Anak Mercusuar Karya Mashdar Zainal. Titian: Jurnal Ilmu Humaniora, 29-41
Comment here