OPINI

Harapan di ICMI dan Teori Kepemimpinan Alat Vital

Oleh: Hasanudin (Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

MACAKATA.COM – Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) orwil Majalengka resmi dilantik beberapa hari yang lalu.

Jujur, sebagai penulis saya baru mendengar kalau di Majalengka sendiri ada organisasi bernama ICMI. Selama ini, ketika menyebut nama ICMI yang ada di benak saya adalah BJ Habibie dengan konsep Ekonomi Pasar Pancasila.

Selebihnya, saya tidak tahu, termasuk ada kepengurusan ICMI di Majalengka, yang belakangan diakui oleh ketua terpilih (Eh melalui mekanisme pemilihan ga sih?) bahwa kepengurusan sebelumnya stagnan.

Keberadaan ICMI yang berkarakterkan ke-Cendikiaan, ke-Islaman,ke-Indonesiaan, diharapkan bergerak sangat dinamis, apalagi  telah mendapat respon positif sangat besar dari berbagai kalangan termasuk pemkab Majalengka.

“Tidak perlu muluk, tapi kita munculkan program unggulan untuk menjawab persoalan yang sedang dialami masyarakat saat ini,” mengutip statement Bupati Majalengka Karna sobahi.

Dengan besarnya respon positif dan dukungan dari berbagai pihak, ICMI semakin dituntut sekaligus memiliki peluang besar untuk menggembangkan peran aktif dan nyata dalam proses pembangunan Umat dan daerah (Ga usah bangsa, terlalu muluk). Peran yang dimaksud antara lain turut serta memikirkan, merumuskan, dan memberi jawaban secara tepet dan komprehesif terhadap berbagai permasalahan strategis Umat dan daerah di masa kini dan akan datang.

Dengan segenap potensi besarnya, ICMI  memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mengupayakan tercapainya maksud dan tujuannya. Melalui usaha yang terencana dan terprogram dengan senantiasa memperhatikan perkembangan yang terjadi sesuai dangan semangat dan karakter zaman, baik dalam skala Lokal, Nasional, Regional maupun Global. Kemampuan untuk memahami fenomena yang ada dan kemampuan untuk dapat mengambil langkah strategis penuh alternatif menjadi modal dasar ICMI dalam merealisasikan tujuannya.

Jika boleh memberi saran, ICMI harus Fokus di internal terlebih dahulu,  yaitu upaya konsolidasi dan penggalangan potensi cendikiawan muslim yang tersebar di seluruh Majalengka, peneguhan karakter jati diri organisasi, penataan mekanisme organisasi yang diorientasikan pada penciptaan organisasi yang tertata, tertib, teratur dan terarah, perumusan rencana strategis dan formula gerakan, penataan instrument administrasi dan atribut, serta terumuskannnya pola pengkaderan.

Sedangkan focus eksternal adalah tampilnya ICMI sebagai organisasi yang berpengaruh dan berkontribusi pada Umat dan Bangsa.

Kalau kita melihat ruang lingkup tugas cendekiawan muslim Hakikat pesan-pesan yang disampaikan oleh Ali Shariati dalam bukunya yang berjudul Tugas Cendekiawan Muslim yang lebih ditekankan adalah adalah Social Control. Social control tentu saja adalah frase penghubung, ada nilai yang lebih luhur dalam social control, yakni social control untuk mewujudkan masyarakat yang lebih Islami.

Lebih Islami itulah tujuan akhirnya, sedangakan social control adalah tujuan antaranya. Ali Shariati menekankan dengan sangat mendetail dan gamblang akan perlunya seorang cendekiawan untuk menjembatani masyarakat dengan kemajuan yang terjadi di zamannya.

Tema sentral gagasannya adalah bahwa para cendekiawan muslim atau intelektual muslim hanya akan memiliki makna dan fungsi apabila mereka selalu berada ditengah-tengah massa rakyat atau masyarakat (social control); menerangi massa, membimbing massa dan bersama-sama massa melakukan pemabaharuan ke arah kehidupan yang lebih baik, lebih Islami. Ali Shariati juga berhasil menganalisis bahwa dengan semakin majunya zaman.

Dan uraian di atas, sebenarnya tugas cendekiawan Muslim dapat melaksanakan social control dan pengawasan yang sangat luas, baik berupa tindakan preventif (lewat persetujuan) maupun represif lewat penolakan. Namun sebenarnya diluar daftar di atas, dalam praktek peran cendekiawan Muslim sebagai kaum intelektual perannya masih belum jelas.

Belajar Kepemimpinan dari Teori Alat Vital Laki-laki

Penulis bersyukur ketika melihat susunan pengurus ICMI Majalengka. Apalagi, ketika mengetahui ketua terpilih adalah Dr H Diding Bajuri MSi. Selain guru saya, beliau juga merupakan partner kerja (Hubungan Jurnalis dan Narasumber).

Kapasitas dan kapabilitas beliau cukup mumpuni untuk menjadi nahkoda ICMI Majalengka. Terlebih, beliau juga memiliki Critical thinking yang baik terhadap kebijakan publik khususnya di Majalengka.

Malahan, ketika sesama jurnalis berkelakar, gelar MSi yang beliau miliki sering dipelesetkan sebagai Master Segala Ilmu karena kapasitas beliau yang banyak tahu tentang berbagai disiplin ilmu.

Penulis teringat Prof. Idrus Shahab, pakar management Universitas Indonesia jurusan psikologi anatomis.

Beliau sempat  berkata, Jika ingin menjadi pemimpin yang baik & sukses, maka belajarlah dari Alat Vital Laki-laki (AVL) :

  1. Tidak pernah menonjolkan diri tapi tampil paling depan saat dibutuhkan.
  2. Ada saatnya keras, ada saatnya lembut (menahan diri – tahu situasi).
  3. Dapat melahirkan generasi penerus baru.
  4. Bisa “menyerang” pihak lawan dengan tetap memberi kenyamanan.
  5. Walau terjadi gesekan2 antara kedua belah pihak, namun pada akhirnya semua bahagia.
  6. Setelah sukses mencapai target, posisi dan kedudukan, tidak berbesar kepala atau sombong namun selalu mengecilkan diri…

Tulisan ini, tentu saja bukan bermaksud menggurui, namun tentu saja sebagai sumbang saran dan mengingatkan salahsatu fungsi cendekiawan itu sendiri.

Jika tak sudi mohon jangan benci, lebih baik ajak Ngopi.

wallahu a’lam bishawab***

Comment here