MAJALENGKA – MacaKata.com – Pemberian vonis hukuman mati bagi terdakwa Hery Wirawan sebagai kejahatan seksual, sebagian pihak menilai, hukuman tersebut kurang tepat.
Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Majalengka menilai, hukuman mati tersebut harus dikaji ulang terlebih dahulu.
Ketua LPAI Majalengka, Aris Prayuda mengatakan, dalam UU Perlindungan Anak itu, hukuman bagi pelaku adalah maksimal 15 tahun plus 5 tahun, juga bisa dikenakan perlakuan-perlakuan tambahan seperti hukuman kebiri.
“Tapi tidak ada hukuman mati,” ujarnya, Selasa, 5 April 2022.
Aris menambahkan pemberian hukuman mati dinilai tidak memberikan efek jera. Menurut dia, efek jera muncul dari dua sifat penghukuman, yakni cepat dan ajek.
“Pastikan proses hukum dan ragam hukumannya memenuhi dua sifat itu. Insya Allah, efek jera bekerja,” ungkapnya.
Aris menjelaskan, sebagian masyarakat murka dan mendesak oknum guru bejat di Bandung itu dikebiri. Alasannya, hukuman kebiri dianggap sebagai hukuman pedih, menyiksa, yang setimpal dengan kejahatan si predator.
LPAI Majalengka menilai pendapat itu salah kaprah. Menurut dia, kebiri di Indonesia tidak diposisikan sebagai hukuman, melainkan perlakuan atau penanganan therapeutic.
“Jadi bukan menyakitkan, kebiri justru pengobatan. Kalau masyarakat mau predator dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi, perlu revisi dulu terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” ungkapnya. (MC-04)
Comment here