Oleh : Noha Dian Saputra
MACAKATA.COM – Hari jadi Majalengka ke-532 tahun (2022), jadi ajang foto bersama. Mungkin hanya sebatas foto dokumentasi pribadi sajah. Tapi percayalah, itu kenang-kenangan, bukan sekedar untuk memenuhi memory hape. Biasanya juga langsung di update di unggahan sosial media, akun-akun pribadi milik kalian.
Kalaupun tidak di update atau tidak diposting oleh yang bersangkutan, foto itu bisa saja diambil oleh orang lain. Hari gini, nyaris setiap orang punya ponsel cerdas. Bahkan minimal dua ponsel.
Tangan-tangan iseng yang membidik foto orang dan wajah tertentu, yang terlihat menarik, apalagi dia pejabat publik, apalagi dia digadang-gadang bakal calon bupati. Kini mulai memainkan isu dan berbagai kemungkinan, yang dihubung-hubungkan dengan Pilkada 2024 mendatang.
Foto Bupati berdua dengan sang Bunda tersebar di sosial media Facebook. Dengan bahasa pemanasan politik dan kemungkinan prediksi awal, puluhan komentar sudah mulai pro dan kontra. Mengarah dan menukik.
Foto lainnya, Bupati berdua dengan Sekda, juga ramai komentar dari warganet, netizen Majalengka. Dari sekian banyak Group Facebook, hanya satu grup, yakni, Suara Masyarakat Majalengka yang paling banyak warganet menanggapi. Juga paling sering membahas isu perkembangan politik Majalengka.
Updatan tentang dua foto yang berpasangan itu, memungkinkan, diprediksi akan bertarung atau bersandingan pada Pilkada 2024 mendatang. Itu bisa saja terjadi. Tapi sekali lagi, bicara politik masih jauh panggang dari api. Masih lama.
Situasi terkini memang hangat, dipanaskan sengaja dan lempar bola. Jemput isu lain. besok lusa bisa saja jadi dingin. Hitungan jam situasi politik bisa berubah. Tidak detik lah, orang harus bernafas dulu untuk mengelakkan dan meliukkan sesuatu ke arah sebaliknya, atau mempersamakan persepsi juga pendapat. Butuh hitungan jam, politik bisa berubah.
Wacana Head to Head memang menguat. Lah bagaimana dengan independen? Saya sedang tak mood untuk membahas independen, karena menurut teman saya, sang dosen, itu hanya ingin populer nama saja, dengan mengaitkan jadi calon bupati. Tapi siapa tau, KPU masih terbuka lebar untuk independen maupun jalur parpol.
Wacana Head to Head menguat, karena memang didukung oleh jaringan akar rumput. Termasuk jaringan birokrasi. Meski berseberangan, tapi jaringan militan sudah mulai terbentuk. Solid dan sok solid, bermuka dua, juga bermuka tiga. Saling sikut dan saling menyelamatkan diri, demi kepentingan.
Satu kubu ini, lainnya kubu itu. Laskar dan teman-temanya. Pasukan SAE dengan rekan-rekannya. Semuanya juga sudah bermain dua bahkan empat kaki.
Tak ada teman abadi dalam politik. Juga tak ada musuh abadi dalam politik. Semua bisa berbalik dan dirangkul kembali. Tergantung Dana Operasional Awal atau disingkat Doa. Tergantung DOA, kawan. Jadi sering-seringlah berdoa, hahahaha.
Soal visi misi calon bupati? Masyarakat sudah bosan, sangat bosan, masa bodoh dengan visi misi calon. Didengarkan pun percuma. Setelah jadi, warga pemilih biasanya dilupakan. Ditendang. Juga diberi harapan palsu.
Wajar jika warga selalu mematok harga. Masa bodoh dengan kampanye uang. Uang tetap dibutuhkan untuk meraih massa. Meuli kopi jeung rokok. Ubrus jeung loba omong, ngahuntu wae mah…moal aya nu milih. Dijamin. Kebutuhan perut selalu nomer wahid.
Jadi, Head to Head… siapapun nanti, yang menang kemungkinan akan punya donatur lebih banyak. Bazet tak terbatas dan jaringan yang solid juga setia.
Tapi bagi kami masyarakat kecil yang tinggal di kampung, yang jalan beraspalnya rusak, seperti foto di atas sana, rasa-rasanya, terlalu dini jika bicara Head to Head. Rakyat mah, selain isi perut, jalanan beraspal kudu leuwih mulus. Itu harapan masyarakat. Teu loba pamenta. Geus lah sakieu hela. Kade ieu mah Opini, sanes Berita. Teu satuju jeung uing, nya nulislah.
Penulis adalah warga Kabupaten Majalengka. Netizen. Suka baca-baca buku
Comment here