MAJALENGKA - macakata.com – Masih banyak perempuan yang menjadi obyek aksi kekerasan berbasis gender perempuan. Dalam catatan Komnas Perempuan di Indonesia, kekerasan terhadap kaum perempuan jumlahnya meningkat signifikan pada tahun 2021 ketimbang tahun 2020 lalu, yakni sebanyak 338.496 kasus.
Ketua Fatayat NU Majalengka, Upiq Rofiqoh, mengatakan, jumlah kasus yang tercatat ini merupakan puncak fenomena gunung es tindak kekerasan terhadap perempuan, yang obyeknya punya keberanian untuk melaporkan ke institusi resmi ataupun aparat hukum.
“Dari tanggal 25 November hingga 10 Desember 2022, kami terus mengkampanyekan anti kekerasan terhadap perempuan. Kami, Fatayat NU Majalengka terus berjuang membela hak-hak perempuan,” ungkap Upiq Rofiqoh, ketika memberikan sambutan workshop dalam rangka memperingati Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang digelar di Aula Pertiwi Pondok Pesantren Al Mizan Jatiwangi, Majalengka, pekan lalu, 10 Desember 2022.
Upiq menambahkan, pihaknya mengajak seluruh pengampu kepentingan agar bersatu untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap perempuan Indonesia. Tak hanya entitas resmi negara saja yang punya tanggung jawab, komunitas maupun masyarakat, harus ikut andil dengan melaporkan jika ada dugaan tindak kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di lingkungan sekitar.
“Perempuan Indonesia harus berani berbicara untuk mengungkapkan kasus-kasus kekerasan mulai dari sekarang,” ujarnya.
Upiq optimistis tindak kekerasan terhadap perempuan bisa diredam dengan adanya komitmen bersama, apalagi negara punya infrastuktur hukum yang memadai untuk menjadi senjata utama perang terhadap kekerasan yang menyasar perempuan.
Saat ini, ada sejumlah Undang-Undang yang menjadi landasan hukum dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat, dari tindak kekerasan termasuk perempuan dan anak di antaranya UU No 12 tahun 2022 TPKS yang baru disahkan pada 12 April 2022. Ada UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT, dan ada juga UU No 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang sudah lebih dahulu disahkan.
“Secara khusus dengan disahkan Undang-Undang TPKS diharapkan menjadi stimulator meningkatnya keberanian obyek kekerasan seksual, untuk melaporkan kekerasan yang dialami sehingga mereka mendapatkan akses keadilan dan pemenuhan atas hak-haknya,” ucapnya.
Upiq menegaskan, Fatayat NU Majalengka akan berada di garis terdepan untuk membela hak-hak perempuan, baik hak-hak atas keadilan di muka hukum juga dengan pemenuhan hak-hak atas banyak hal.
Hadir dalam kesempatan tersebut Anggota DPR RI KH Maman Imanulhaq, Ketua KPAID Cirebon Alufatul Arifiati, serta hadir pula Dewi Kumala. Sementara itu peserta yang hadir adalah beberapa perwakilan dari beberapa pesantren di sekitar Majalengka dan para aktivis perempuan, termasuk juga anggota Fatayat dan Muslimat Nahdlatul Ulama.
Mengapresiasi
Anggota DPR RI, KH Maman Imanulhaq mengapresiasi langkah kepolisian Polres Majalengka yang telah menetapkan DR sebagai tersangka dugaan kasus radapuksa yang dilakukannya terhadap anak tirinya.
“Saya mengapresiasi tindakan penyidik Polres Majalengka atas penetapan tersangka tersebut. Saya pun meyakini kepolisian profesional menangani kasus ini hingga pelaku diseret ke muka pengadilan,” kata Kiai Maman.
Kasus pemerkosaan yang menimpa anak di bawah umur ini mencuat, setelah yang bersangkutan berani menceritakan laku bejat ayahnya itu kepada kerabatnya. Tindakan keji itu telah dilakukan berulang kali selagi sang ibu tak ada di rumah.
Kemudian, kerabatnya segera melaporkan pelaku ke Polres Majalengka pada tanggal 26 November 2022 lalu. Kasus ini pun secara khusus mendapat atensi dari Kiai Maman lantaran tempat kejadian perkara di Jatiwangi, apalagi korban merupakan anak di bawah umur.
Kiai Maman berharap pelaku dapat diganjar dengan hukuman maksimal sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Selain itu, aparatur terkait bersama dengan publik perlu untuk memberikan trauma healing, agar luka batin yang bersangkutan, cepat ditangani.
“Ini menjadi tanggung jawab kita bersama khususnya kerabat, saudara, dan tetangga terdekat untuk bisa mensupport, hingga trauma dan luka batinnya bisa sembuh benar,” kata Kiai Maman.
Kiai Maman menegaskan, bisa jadi semacam fenonema gunung es lantaran yang bersangkutan, adalah pihak yang tak berdaya, dan biasanya takut untuk melaporkan ke aparat kepolisian. Apalagi pelakunya sendiri adalah sang ayah yang harusnya menjadi panutan.
Ayah tirinya kini ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerkosaan usai penyidik melakukan gelar perkara pada Jumat lalu. Penyidik telah mengantongi hasil visum serta sejumlah alat bukti yang cukup untuk menjerat pelaku dengan pasal berlapis. Saat ini, pelaku pun sudah ditahan untuk 20 hari ke depan sambil penyidik merampungkan berkas perkara untuk selanjutnya diteruskan ke Kejaksaan. **
Comment here