Oleh : Apotsum
MACA – Sebentar lagi kita warga nahdliyin akan mengadakan Resepsi Peringatan 1 Abad Kelahiran NU, itu artinya usia NU dalam merawat negeri ini sudah tidak muda lagi. Bahkan Nabi Muhammad SAW sendiri telah memberi rambu-rambu bahwa setiap 100 tahun sekali ada perubahan yang mendasar, “Allah SWT setiap 100 tahun sekali membangkitkan di kalangan umat ini pembaharu,” Hadits riwayat Imam Abu Dawud.
Organisasi ini organisasi yang di dalamnya para ulama, para kyai, para santri, kumpulan pesantren tradisional dan lain-lain. Semua ajaran yang dibawanya menjunjung tinggi dan mengedepankan tawasuth (tengah-tengah), tawazun (seimbang) dan i’tidal (tegak lurus). Pantas saja dakwah Kyai NU mudah diterima oleh masyarakat Indonesi.
Ciri khas dari Kyai NU dalam berdakwah berupa sarungan, pecian dan sorbanan. Konten dakwahnya juga sangat mengena kadang diselipkan ger-geran humor sedikit, tidak lupa banyak diisi sholawatan.
Keberadaan kyai menjadi sangat penting dalam kehidupan sosial. Maka, tidak jarang hampir setiap lapisan masyarakat membutuhkannya. Namun, apakah ada yang menyangka, di balik seorang kiai terdapat sosok yang tidak tampak ke permukaan tapi jasanya sangat penting dan bermakna? Dialah sopir kyai.
Ketika seorang kiai menghadiri suatu undangan pasti didampingi oleh santri yang merangkap sebagai sopir. Sopi-sopir yang sangat berjasa atas mobilitas kyai ini akhirnya membuat sebuah kelompok yang diberi nama Sopir Kiai Nusantara disingkat menjadi (SK NU).
Kelompok ini sudah besar, dilansir dari media NU Online paguyuban Sopir Kiai Nusantara se-Indonesia sudah ada sekitar 800-an anggota. Mereka terdiri atas sopir kiai yang ada di Pulau Jawa maupun di luar Jawa.
Keberadaan Sopir Kiai Nusantara dinilai sangat bermanfaat. Saat bertugas mengantar kiai ke salah satu tempat misalnya, mereka akan menghubungi rekan sesama sopir kiai dari daerah tujuan. Di situ mereka bisa saling komunikasi, manakah jalan yang paling cepat untuk dilewati, atau makanah jalan alternatif agar mobil yang dikendarai sang kiai tidak terjebak macet.
Kyai Wahab Hasbullah Sopir KH. Hasyim Asy’ari
Riwayat Kiai Wahab Hasbullah menjadi sopir diceritakan oleh KH Saifuddin Zuhri dalam Berangkat dari Pesantren (2013). Peristiwa tersebut terjadi tahun 1932 ketika Saifuddin Zuhri berusia 14 tahun. Ia melihat sebuah mobil Chevrolet berisi ulama-ulama besar di antaranya Hadlratussyekh Hasyim Asy’ari dan KH Bisri Syansuri.
Mobil merek terkemuka pada zamannya hingga di era sekarang ini datang dari Cirebon, Jawa Barat dan singgah di kota kecil kelahiran Saifuddin Zuhri, Sokaraja, Banyumas untuk melantik berdirinya cabang NU. Kedatangan mobil yang membawa para tokoh besar NU dan bangsa Indonesia itu membuat antusiasme tinggi masyarakat Banyumas kala itu karena yang mengemudikannya adalah Kiai Wahab sendiri dengan setelan sarung dan sorbannya.
Pemandangan tersebut menggambarkan bahwa Kiai Wahab adalah ‘sopir’, pengemudi NU yang di dalamnya berkumpul tokoh-tokoh ulama seperti Kiai Hasyim Asy’ari, Kiai Abdullah Faqih, dan Kiai Bisri Syansuri. Juga ‘sopir’ politik yang mengemudikan kebijaksanaan politik Partai Masyumi yang di dalamnya duduk para politisi intelektual seperti Dr Sukiman, Mr. Yusuf Wibisono, Mr. Kasman Singadimedjo, Muhammad Natsir, Mr. Muhamad Roem, Mr. Syafruddin Prawiranegara, dan lain-lain.
Sedangkan KH Bisri Syansuri merupakan salah seorang santri yang pernah berguru kepada berbagai ulama, baik di dalam negeri, maupun luar negeri. Salah seorang sahabat yang kemudian menjadi kakak iparnya saat menuntut ilmu itu adalah KH Wahab Chasbullah. Mereka bersama-sama saat di Bangkalan berguru kepada Syaikhona Kholil Bangkalan dan saat di Tebuireng kepada Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari.
Wallohu a’lam
29 Januari 2023
STID Albiruni Cirebon mengucapkan, “Selamat Milad 1 Abad NU Kemandirian Dalam Berkhidmat Untuk Peradaban Dunia“
Comment here