Oleh : Titin Kustini
Catatan Kecil Usai Ramadhan
MACA – Ketika Ramadhan menjelang, lagu lama kembali berulang. Harga sembako terus menjulang. Membuat ibu-ibu pengatur manajemen dapur pusing bukan kepalang. Positifnya, sebagian ibu-ibu membaca situasi itu sebagai sebuah peluang. Mereka berjualan kolak dan makanan berbuka puasa di pinggir jalan. Sayang, kadang tak ada yang datang. Hujan mengguyur deras bukan buatan. Dan juga kesulitan ekonomi membuat masyarakat tak banyak yang punya uang.
Kaum perempuan, si tiang negara, terlihat rapuh tetapi kuat. Kaum perempuan, pihak yang terdampak langsung sulitnya ekonomi. Sebagai pengatur roda rumah tangga, terasa sekali kepusingan mengatur input dan ouput agar balance. Dalam banyak kasus, di tataran masyarakat kebanyakan (baca bukan kalangan sosialita), kaum perempuan terkadang dituntut untuk menjadi pelaku yang lebih handal dari konsultan keuangan senior mana pun. Banyak yang gagal jika input dan output terlalu ganjor, bak tanah dan langit, namun banyak pula yang berhasil, dengan segala cara tentunya.
Banyak yang berperan sebagai penyelamat ekonomi keluarga. Dari mulai jualan makanan kecil atau pun menjadi reseller jualan online. Keluwesan kaum perempuan cukup menjadi modal agar perempuan mampu bangkit, survive dan menjadi problem solver di tengah lilitan kesulitan.
Menurut Kominfo, geliat partisipasi perempuan di sektor kewirausahaan terus meningkat. Sebanyak 64,5 persen dari total pelaku usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) di Indonesia adalah perempuan. Oleh karena itu, Pemerintah mendorong perempuan pelaku UMKM terus mengembangkan bisnisnya ke tingkat yang lebih tinggi.
Power kaum perempuan ini ditengarai sangat potensial membangkitkan roda perekonomian masyarakat. Sehingga kaum perempuan banyak yang dibidik untuk diberdayakan dalam wadah UMKM. Telah banyak seminar dan pelatihan UMKM khusus perempuan, tak hanya pemerintah, swasta pun banyak yang berperan aktif dalam upaya permberdayaan perempuan ini.
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan jumlah perempuan dalam sektor kewirausahaan atau perempuan pengusaha (womenpreneur) setiap tahun semakin meningkat. Berdasarkan data BPS tahun 2021, perempuan mengelola 64,5 persen dari total UMKM di Indonesia atau sekitar 37 juta UMKM dengan proyeksi di tahun 2025 memiliki total nilai sebesar USD 135 miliar.
Upaya pemberdayaan perempuan bisa dimaknai sebagai sebuah upaya positif namun perlu kebijakan dalam menyikapinya. Perempuan (baca: ibu rumah tangga), dengan segudang aktifitasnya, pekerjaannya tak ada hentinya, dari mulai bangun tidur sampai tidur lagi. Jika berperan aktif dalam bidang usaha seperti UMKM, tentu ada konsekuensinya karena membutuhkan energy dan waktu. Dalam hal ini perlu strategi khusus agar tidak ada komponen keluarga yang terkorbankan.
Ramadhan sudah usai. Namun harga-harga tetap menjulang. PR ibu-ibu rupanya masih panjang. Telur meroket, bawang merah daan bawang putih harganya tetap terbang. Beras pun harganya tak kunjung melandai. Maka mau tak mau, ibu-ibu akan tetap mencari peluang, menyisihkan lengan mencari cara bagaimana agar dapur tetap ngebul.
Perempuan berdaya, perempuan diberdayakan. Lalu bagaimana dengan bapak-bapak, apakah sudah “berdaya” sehingga sudah tak perlu lagi diberdayakan? Semoga. ****
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris
Universitas Majalengka
085224643933
Comment here