CERPENPENDIDIKAN

Teman Sejati

Oleh : Mustopa

MACA – Bagi generasi tahun 1970-an, 80-an, 90-an bisa dipastikan sekolah cukup sampai SD saja selebihnya ikut kegiatan mengaji dan meneruskan pendidikan ke Pondok Pesantren. Tidak heran generasi dulu sangat luar biasa dalam hafalan,  lalaran dan penguasaan kitab kuning baik itu ilmu nahwu, sharaf, fiqih, ushul fiqih dan lain-lain. Kadang hingga puluhan kitab kuning dihafalnya.

Medianya lampu cempor atau lampu ceplik. Ada yang bilang juga lampu pelita. Sebuah lampu yang sangat sederhana, berbahan minyak tanah yang disambungkan dengan sumbu. Cukup bisa menerangi seisi ruangan mushola tempat belajar mengaji. Sesekali saja menyalakan lampu petromak, itupun kalau ada acara-acara besar seperti malam hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.

Ungkapan cerita di atas, selalu disampaikan oleh Ustadz Soleh, memotivasi kepada para santri dalam mengawali akan menyampaikan pelajaran kitab-kitab kuning kepada para santri di pondok pesantren, dari bakda Isya sampai pukul 22.00 WIB. Kebetulan ustadz Soleh ditugasi mengajar para santriwati. Ustadz Soleh disamping pinter juga ganteng, idola para santri perempuan.

“Assalamu’alaikum… anak-anak malam ini kita lalaran ya“ kata ustadz Soleh

“Wa’alaikumussalam wr.wb, Horeeee nggih  Kang.. siap“ kata para santri perempuan.

Tradisi di pondok pesantren kalau memanggil kepada yang lebih tua apa lagi kepada guru atau ustadz memanggilnya dengan “Kang“.

“Kalau sudah semua lalarannya, sekarang kita bahas pelajaran kemarin ya“  kata ustadz Soleh  siap-siap akan meneruskan pelajaran.

Ustadz Soleh memanggil satu persatu para santriwati maju ke depan

“Hilwa Layali coba maju ke depan“ ustadz Soleh memanggil Hilwa Layali

“Baiklah, kang“ jawab Hilwa

“Huuuhh…“ santriwati yang lain pada ribut ada juga yang bersorak sorai

“Sudah, sudah jangan berisik anak-anak“ pak ustadz Soleh menenangkan suasana

“Coba berikan contoh Ta Mutakallim Wahdah!?“ ustadz Soleh mengawali pertanyaan

اين إلى اين ذهبت بتعتك # ولو كنت طا ءرة إلى السماء ا العلى Jawab Hilwa

“Artinya, Kemana saja engkau pergi aku akan ikut kamu # Meskipun kamu pergi ke langit yang tinggi“

Hilwa menterjemahkan bait tersebut di atas, semua teman-teman Hilwa bertepuk tangan

“Cie, cie, cie… “ Alda dan Fatimah teman Hilwa ngeledek Hilwa.

“Anak cantik, anak pinter kesayangannya ustadz Soleh“ ledek Alda dan Fatimah

Ustadz Soleh mendengarkan candaan Alda dan Fatimah mukanya jadi merah

Pada hari Ahad tiba-tiba ustadz Soleh di panggil pak Yai

“Kang Soleh, secara khusus sengaja hari ini aku panggil ada yang ingin disampaikan“ kata Kyai Muqoyyim pengasuh pesantren di tempat  ini

“Enggih pak Yai“ jawab ustadz Soleh sambil menundukkan kepala

“Minggu kemarin saya kedatangan kawan saya dari Temanggung, ingin ambil menantu dari ustadz yang ada di sini“ ujar Kyai Muqoyyim sambil mengarahkan matanya ke ustadz Soleh. Dan yang ditatap matanya  semakin degdegan tidak karuan.

Ustadz Soleh masih bersedih teringat pernikahan satu tahun ditinggal mati istri tahun  lalu,  tiba-tiba sekarang disuruh menerima tawaran dari gurunya KH. Muqoyyim, tentunya tidak akan bisa menolak. Ustadz Soleh pun  hanya diam karena tidak diberi tahu siapa namanya?, dan anak siapa dari mana asalnya?

Seperti hari-hari biasa, aktifitas ustadz Soleh mengajar para santri ilmu alat Nawhu dan Sharf, setelah lalaran biasanya melontarkan banyak pertanyaan kepada para santrinya.

“Ada ga dlomir muttasil yang jatuh setelah illa إلا?“ tanya ustadz Soleh

“Ada“ jawab Hilwa. Hilwa langsung menjawab takut keburu dijawab temannya.

“Coba sebutkan contohnya!“ ujar ustadz SolegHilwa dengan cepat menjawab

وما نبالى اذا ما كنت جارتنا #  ان لا يجاورنا إلا ك ديار

“Coba artikan Hilwa!“ kata  pak ustadz Soleh nersemangat

“Aku tidak peduli semua orang menjauhiku # Asal kamu yang aku cintai ada disampingku“ Jawab Hilwa tambah bersemangat

“Cie, cie..“  goda teman-teman Hilwa dengan suara gaduh

Hilwa Layali adalah santriwati pavorit di kelasnya bahkan memancarkan pesona daya tarik bagi siapa saja yang melihatnya. Pada liburan pondok, ustadz Soleh diajak silaturrahmi  oleh KH. Muqoyyim ke sahabatnya KH. Nur Salim di Temanggung. Maksud Kyai Muqoyim mau memperkenalkan ustadz Soleh ke anaknya KH. Nur Salim.

Saat rombongan tiba, disambutlah para tamu oleh keluarga KH. Nur Salim dengan hangat. Sudah kumpul semua di ruangan yang telah disediakan. Muncul  wanita cantik berhijab dari balik  tirai pembatas ruangan sambil membawa nampan berisi teh hangat, setelah meletakan nampan Hilwa niat mundur ke belakang pas menatap ustadz Soleh kaya kenal begitu juga sebaliknya.

“Hilwa, kok ada di sini?“ tanya ustadz Soleh.

“Ya kang ustadz saya anak Kyai Nur“ jawab Hilwa.

“Al-hamdulillah, akhirnya sudah saling kenal lebih dulu“ ujar pak Kyai Muqoyim dan pak Kyai Nur Salim

Setelah acara perkenalan perjodohan kemarin, akhirnya berlanjut komunikasi ke chatingan.

“Hilwa, aku gugup sekaligus degdegan pas kemarin acara perkenalan“ ustadz Soleh mengawali chat.

“Nggih kang, Hilwa juga ga menyangka akan dijodohkan dengan njenengan“ jawab Hilwa tersipu malu.

“Tapi aku duda anak satu ditinggal mati“ ucap ustadz Soleh

“Kalau Hilwa sih manut apa kata abah kang“ jawab Hilwa lagi

“Namun demikian kang, permintaanku dalam hidup ingin punya suami  yang menjadi teman sejati, dan menikah cukup satu kali, rukun bahagia sampai anak cucu nanti“ pinta Hilwa

“Di dalam doa malam ku, Aku mohon pada Allah, Semoga nanti jodoh ku, Dia yang sayang pada ku, Soal miskin atau kaya, Bagi ku tiada problema, Yang penting dia setia, Seiman serta bertaqwa“ Hilwa terus bermunajat. ***

09 Agustus 2023

Pendopo STID Al-Birun

Comment here