MAJALENGKA – Ketua Fraksi PPP DPRD Kabupaten Majalengka, Muh. Fajar Shidik Ch, menegaskan bahwa turunnya nilai APBD Majalengka tahun 2026 menjadi sekitar Rp2,984 triliun harus disikapi dengan strategi yang tepat agar program prioritas daerah tetap berjalan.
APBD 2026 ini lebih rendah dibandingkan tahun 2025 yang mencapai Rp3,072 triliun. Penurunan terutama disebabkan oleh berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat dan tidak adanya lagi Bantuan Provinsi (Banprov) Jawa Barat.
“APBD 2026 sekitar Rp. 2.982 trikiun yang pada rancangan sekitar Rp 3.070,” ungkap Fajar saat diskusi bersama PWI Majalengka, Jumat (12/12/2025).
Menurut Fajar yang juga Ketua DPC PPP Majalengka, meski anggaran menurun, arah pembangunan tetap berpegang pada visi-misi Bupati Eman Suherman dan Wakil Bupati Dena M. Ramdhan, khususnya pada sektor infrastruktur, lingkungan hidup, dan pelayanan publik.
“Penurunan sekitar Rp88 miliar ini harus kita sikapi serius. Program prioritas bupati tidak boleh berhenti hanya karena dana transfer turun,” ujar Fajar.
Fajar juga mencatat target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Majalengka tahun 2025 mencapai Rp698 miliar. Namun, tingkat kemandirian fiskal daerah masih berada di bawah 20 persen, yang menunjukkan Majalengka masih sangat bergantung pada pemerintah pusat dan provinsi.
“Kita harus jujur, kemandirian fiskal Majalengka masih rendah. Ini pekerjaan besar yang harus kita perbaiki bersama,” tegasnya.
Meski APBD 2026 menurun, Fajar menilai kondisi ini bisa menjadi momentum untuk memperbaiki fokus dan efektivitas anggaran.
“Keterbatasan anggaran bukan alasan untuk melemah. Justru momentum agar pemerintah lebih fokus, tepat sasaran, dan berkolaborasi dengan legislatif,” katanya.
PPP, kata Fajar, siap mengawal kebijakan pemerintah daerah agar prioritas pembangunan tetap berjalan, terutama di sektor infrastruktur, lingkungan, pendidikan, dan pelayanan publik.
Di bidang pendidikan, Fajar menekankan pentingnya pemetaan yang lebih akurat, terutama terkait implementasi Sekolah Rakyat, program nasional Presiden Prabowo Subianto yang mulai dijalankan di Majalengka untuk jenjang SLTP.
Ia menegaskan bahwa sekolah tersebut harus benar-benar ditujukan bagi keluarga miskin ekstrem, terutama dari desil 1 dan desil 2.
“Dari survei, banyak anak di desa yang kesulitan melanjutkan ke SMP dan SMA. SD dekat, tapi SLTP dan SLTA letaknya jauh. Itulah yang membuat angka putus sekolah tinggi,” pungkasnya. (Rilis PWI Majalengka)

Comment here