Uncategorized

Minum dengan Kokobok? Siapa berani!

Di restourant berkelas kita tak akan pernah menemukan yang namanya Kokobok. Bejana kecil mirip mangkok dengan bahan plastik atau mika itu, seringkali hadir digunakan di warung-warung pecel lele, atau warung yang menyediakan makan berat ditambah goreng ayam atau ikan lele. Atau, warung-warung serupa yang menyediakan masakan laut seafood.

‎Tapi iya juga. Ada pertanyaan yang mengusik. Kenapa di warung makan pecel, selalu yang pertama kali disajikan itu adalah air dalam kobokan (kokobok). Mangkok yang biasanya digunakan untuk wadah sayur asem atau lodeh, di tempat warung makan lamongan seafood atau sejenisnya justru digunakan untuk menampung air bening. Fungsinya bukan untuk diminum,namun untuk cuci tangan. 

Air minum teh tawar, atau teh manis akan datang kemudian berbarengan atau setelah air dalam kokobok itu sudah ada. 

Namun bagi orang yang belum tahu, dan dalam kondisi khusyuk, bisa jadi air dalam kokobok itu diminum sekaligus.

Kebetulan ada orangtua bawa anak, mungkin haus, dan ibunya sedang ‎sibuk menyusui anak satunya. Lantas anak yang diperkirakan usianya masih kurang dari dua tahun itu, tiba tiba sudah kulihat menenggak nyaris habis air dalam kokobok itu. 

Untunglah air tersebut belum tersentuh oleh tangan kotor sehabis makan. Membayangkan air kotor diminum anak sendiri, tentu tidak akan tega. 

Tapi sepertinya, si anak itu memang haus. Faktanya air dalam kokobok itu sudah tinggal setengahnya. 

Lantas sang ibu yang melirik anaknya menyimpan kembali Kokobok dan isinya sudah berkurang. Dia diam saja. Saya lihat, kelihatannya dia menahan marah. Namun dia terus melihat perilaku anaknya. Dia hanya bilang. 

“Sudah cukup jangan minum dari Kokobok ini lagi. Ini untuk cuci tangan. Minuman kita aslinya baru mau dipesan. Dede masih suka minum air jeruk hangat?” ujar si ibu, kepada anak yang tadi minum dari Kokobok. 

Si anak mengangguk, seperti baru faham, karena mendengar kata jeruk terucap dari mulut mamanya. 

Sekilas dari cerita singkat tersebut, rupanya ada pelajaran menarik. Sang ibu dengan bijak tidak memarahi anaknya hanya karena jijik, ketika si anak ketahuan minum dari wadah yang airnya biasa digunakan untuk cuci tangan. Sementara, kasus serupa dari kebanyakan orangtua lain, biasanya si anak langsung kena semprotan makian dan marahan si ibu. 

Namun tidak demikian halnya dengan kasus yang saya lihat. Cerita ini memang sudah lama. Dan pengalaman langsung melihat situasi ‎perilaku di wilayah Jatiwangi-Kabupaten Majalengka. 

Terlepas dari singkatnya cerita tersebut. Sang ibu bijak itu telah mendidik dan mengajarkan positif kepada anak-anaknya. Yang sudah berlalu tak perlu dimarahi. Ingatkan saja tentang tindakan selanjutnya. 

Comment here