EKONOMIKISAH HIDUPLifestyle

Demi Anak, Kujajakan Tubuh Sintalku

Ilustrasi sungai kehidupan

oleh  : Butterfly

Foto hanya pemanis ilustrasi

Renungan kisah nyata

MACAKATA.COM – Sebut saja namaku Rima (bukan nama sebenarnya). Usiaku 32 tahun. fostur tubuku mungil namun sintal . Aku tinggal di wilayah utara Majalengka. Awalnya aku perempuan biasa, sebagai ibu rumah tangga yang tak neko-neko, tak banyak permintaan, selalu patuh pada suami.

Aktifitasku, pada umumnya seperti halnya ibu rumah tangga di desa-desa. Ngrumpi jika sore hari. Kecuali pas musim-musim Agustusan begini, biasanya aku diajak untuk ikutan lomba voli mewakili blok. Senangnya hatiku. Betapa tidak, voli adalah olahraga pavoritku sewaktu masih gadis.

Setidaknya dalam bayanganku, teriakan sorak sorai penonton pastinya membuatku semangat. Nostalgia remaja akan kembali ke arahku. Benarlah, sewaktu bermain tadi sore itu, ratusan senyuman dari mata lelaki di desa dan tetangga desa terus menyemangatiku. Jiwaku kembali seperti remaja ABG.

Tapi itu dulu, lima tahun yang lalu. Namun, sesudah perlombaan itu, yang aku anggap iseng saja demi meramaikan Agustusan. Nyatanya banyak cowok yang menghubungiku. Aku tolak secara halus karena aku masih punya suami. Namun, jauh dalam lubuk hatiku, aku merasa senang. “Ternyata aku masih banyak pengagum” ujarku dalam hati.

Setelah itu, usai menerima sms dari seorang cowok jangkung di desa sebelah. Biasanya aku mematut diri dalam cermin. Tersenyum-senyum sendiri. Tentu saja kulakukan ketika suamiku tak ada di rumah.

Kehidupan rumah tanggaku bersama suami dan satu anak, berjalan normal. Tak ada perdebatan dan pertengkaran. Kami seperti sepasang pengantin baru, seiya sekata. Namun, badai datang seketika.

Suatu sore, tiba-tiba saja aku mendengar suamiku ‎kecelakaan dan tak lama kemudian dinyatakan meninggal. Selama satu bulan itu, duka lara menyelimutiku. Aku tak tau harus apa. Karena sumber nafkahku hanya pada suamiku.

Banyak sms dan BBM yang masuk ‎(waktu itu ponsel Blackberry masih tenar) terutama dari para cowok. Termasuk si jangkung pengagumku. Aku tidak banyak merespon, karena situasinya lagi bersedih. Siapapun pasti akan shok berat, ditinggal sang kekasih.

Sebulan berlalu, kesedihanku mulai berangsur angsur pulih. Dan itu memang suatu keharusan. Minimal aku harus bangkit demi anakku. Siapa nanti yang akan memberinya makan, mencukupi kebutuhan pakaian. Dan menyekeolahkannya.

Pemikiran semacam itu membuatku kuat kembali dan kembali ke dunia nyata. Mulailah satu persatu cowok yang menghubungiku, aku minta mencarikan pekerjaan.

Si jangkung pengagumku langsung merespon. Dia mau datang ‎ke tempat tinggalku. membicarakan soal tawaran pekerjaan. Namun aku melarangnya. Biarkan aku saja yang mendatanginy di suatu tempat. Janjian ketemuan pun berlangsung di Bendung Rentang Jatitujuh.

Kebetulan, masih ada satu motor peninggalan suamiku. Jadi kupakai itu. Aku membawa serta anaku. Sekalian jalan-jalan. Setengah jam kemudian kami pun bertemu. Dia menyapa pada umumnya. Lalu saya ditawari minum es bersama anaku. Lalu, anaku minta mie ayam. Dia baik sekali, cepat respon dengan membelikannya.

Kami pun mengobrol dan sempat membicarakan lowongan kerja yang dimaksud. Kerjanya sich malam hari. Pas kudesak apa itu kerja malam hari. Dia kaget, karena pikirnya aku sudah faham dengan kalimat kerja malam. Namun dia juga tidak mau menipuku.

Untuk menjelaskannya, dia sedikit berbisik kepadaku, sambil mencoba memperhatikan anakku yang lagi asyik makan mie. Dalam bisikan itu, si jangkung mencoba untuk menjelaskannya tanpa menyinggungku, aku sebut saja namanya Dedi (bukan nama sebenarnya) mengajaku melayani pria hidung belang. Dengan sisipan kalimat puluhan minta maaf dan tidak mau merendahkan diriku. Makanya dia lebih baik jujur kepadaku.

Katanya, “Coba pikirkan kembali. Saya tidak memaksa.” katanya lagi.”Dengan fostur tubuh mungil sepertiku, dada sintal agak besar, wajah menawan yang sulit dilupakan. Kau tidak akan kehilangan pelanggan. Kalau bersedia. Besok atau kapan saja, ketika dirimu bersedia, saya siap bertemu kembali denganmu di sini. Kalau tak bersedia, anggap pertemuan ini hanya mimpi saja. Saya betul-betul tak mau menipumu. Saya mencoba jujur. Cuma ya pekerjaannya seperti itu.”

Waktu itu, dalam perj‎alanan pulang, gejolak hatiku sedikit kecewa kepada mang Dedi. Namun melihat postur tubuhku, yang sudah kucoba melamar ke pabrik pabrik zaman masih remaja dulu, sedikit lalu tidak betah. Mencoba melamar lagi, kalaupun diterima ujung-ujungnya selalu menjadi gunjingan perebut suami orang. Akan tetapi, membayangkan tubuhku dijamah oleh tangan lain. Aku belum siap. galau, bimbang sekaligus putus asa. Namun, aku masih memikirkan wajah mang Dedi. Dia tampan. Aku tersenyum.

Pertimbangan itu terus meluncur hingga aku tak bisa tidur. ‎Aku putuskan menolak. Hari-hari kujalani seperti biasanya. Sms atau bbm dari si jangkung juga sudah tak ada. Namun ada saja yang masih iseng menanyakan kabar. Kujawab seperlunya. Dan ketika aku ajukan pekerjaan, tak ada yang merespon. Rata-rata menjawab sulit. malahan diajak menikah yang aku tahu, kondisinya justru sudah punya suami.

Tabunganku terus berkurang. Susu untuk Ade juga semakin menipis. Aku kembali ingat tawaran mang Dedi. Kuambil hape, dan mengajak pertemuan. Selang dua menit, mang Dedi menyambut. Besoknya kembali pertemaun di Bendung Rentang.

Saya mengajukan diri bersedia. Dan bertanya harus bagaimana untuk menutupi profesiku ditengah masyarakat serta berapa tarifnya. Dia jawab‎ dengan nominal tertentu. Mengenai berbaur dengan masyarakat seperti biasa saja. Lalu, tarif yang dimaksud kukalikan selama sebulan. Dirasa cukup deal. Kalaupun aku libur selama satu hari dalam satu minggu, tarif selama sebulan masih cukup.

Namun aku mengajukan diri lebih dahulu. Bahwa sebelum oleh orang lain. kemudian, akupun berbisik kepada mang Dedi. dalam bisikan itu, saya ingin berhubungan badan dulu dengan mng Dedi. Awalnya dia menolak, namun aku tahu dia sudah memperhatikanku sejak permainan voli itu. Ia pun setuju. dengan syarat dia akan bayar sesuai tarif. namun aku cuek soal itu. Wajahnya tersenyum. Aku tau dia tak akan menolakku.

Kamipun mencari hotel atau kamar yang bisa dipakai di wilayah Sumedang. Mang Dedi sepertinya sudah ahli. Dan dia menceritakan sebetulnya tugasnya hanya merekrut. Ada mucikari besar yang mempekerjakannya. Memang dalam setiap hubungan di atas ranjang, rahasia orang seringkali meluncur deras. Tidak heran, seorang James Bond, dalam setiap filmya, selalu menggali informasi pada istrinya penjahat.

Kami pun bergumul. Rasanya sudah lama tidak bercinta. Dan mang Dedi ahli sekali memainkannya. Dengan begtitu aku resmi menjadi wanita malam. Namun sebelum pulang, aku dibekali sejumlah uang. Katanya, “Ini untuk si kecil Ade, anggap saja kamu diterima kerja.” Saya pun menerimanya. Karena jujur saja, saya membutuhkannya.

Sejak pertemuan itu. Semua lelaki yang meng-smsku dan menchat lewat bbm-ku, langsung kuajak untuk booking. Mereka kaget pada awalnya, namun aku punya trik. Aku foto bagian dadaku, kukirimkan foto dadaku lewat pesan BBM itu. Satu persatu akhirnya‎ mereka pun merespon serius. Sambil tetap merahasiakannya.

Selanjutnya, banyak klien yang mengajak pertemuan. Setelah deal aku bertarif sekian ratus. Dan kamar dibayar olehnya. Terkadang aku janjian di sebuah hotel wilayah Kuningan, karena pelanggan yang meminta. Terkadang sambil ditemani mang Dedi. Karena, aku agak kesulitan juga mencari lokasi hotel yang dimaksud. Aku pun melakukan aksiku.

Kabar tentang permainanku yang gemulai di atas ranjang menyebar dari mulut ke mulut. Sehari sampai ada yang mengajak 3 orang. Aku harus membatasi, minimal dua orang saja. Karena rata rata pelangganku tidak mau diajak kencan dengan tempat yang sama, dengan pelanggan pertama. Aku harus menuruti klien. Itu semua demi kebutuhan dan anakku.

Para tetanggaku mulai curiga, karena aku sudah tiga hari pulang pagi sebelum shubuh dan berangkat setelah Ashar. Sementara si kecil aku titipkan di rumah orangtua. Cibiran dan sangkaan tetanggaku mulai membuatku tidak betah. Maka aku pun membuat jadwal baru. Hanya melayani jam sore. Dan pulang sebelum pukul 22 malam. Hal itu juga sekaligus untuk menghindari rajia.

Jadwal itu sempat diprotes oleh para pelangganku. Hingga suatu saat, karena memang omongan tetangga selalu terdengar, kuambil juga jadwal malam. Aku memacu motorku ke salah satu hotel berkelas di Cirebon. Dan pulang keesokan harinya. Klien ini membayarku dua kali lipat. Dia bigbos yang baru selesai mengerjakan proyek jembatan.

Hingga suatu pagi, sekitar pukul 10-an, ketika saya sedang masak dengan pakaian tidur. (aku masih menjaga diri dengan tidak memakai pakaian seronok meski berada di rumah). Tetangga sekaligus teman ngobrol datang kepadaku.

Intinya apakah benar yang digunjingkan para tetangga. Lalu aku dengan cara menangis, menjawab jujur dengan disertai alasan-alasan. Temanku yang mengerti tidak bisa menahan atau melarang atau mencibir. Dia hanya bilang. Itu jalan hidupmu. Saya tak bisa melarang larang. Saya hanya berpesan jagalah kesehatanmu. Dan jangan lupa untuk memilah pelanggan. Serta memakai pengaman.” Demikian pesannya.

Namun, ‎karena ada satu dua orang pelanggan yang rewel dan minta tidak memakai kondom. Sebab kalau tidak, maka tidak akan membayar. Maka akupun terpaksa melayani tanpa kondom. Dan memang seperti kata suami saya dulu, pakai kondom itu kurang enak. dan ini demi bayaran dua kali lipat.

Masalah muncul kemudian, ketika pada saat diriku sakit sehingga harus tes darah. Selang beberapa menit kemudian, petugas langsung memanggilku. Dokter itu bilang bahwa diriku terkena HIV positif. Aku kaget namun tidak terlalu. Aku faham dan mencoba tegar. Aku harus menanggung apa yang telah kulakukan. Aku juga menangis. Tapi mau bagaimana lagi. ***

Kisah ini diceritakan oleh saudara dan tetangga Rima (bukan nama sebenarnya) yang tinggal diantara di jalur Kaipaten-Dawuan-Kasokanel- Jatiwangi-Palasah-Sumberjaya..

 

Comment here