BISNISEKONOMIFoodKULINER

Melihat Eksistensi Brem Bantrangsana Sejak 1970-an

Kuliner Majalengka yang makin terlupakan

MAJALENGKA – MacaKata.com – Nenek yang ditemui di rumah sederhana, tak jauh dari aliran sungai Cideres itu tersenyum, ketika ada pelanggan datang.

Ia buru-buru menyampirkan kerudung simple warna biru dongker. Menyambut tamu. Bertanya maksud dan tujuan.

Si Tamu mengatakan ia ingin membeli makanan atau kuliner khas Bantrangsana yakni Brem Majalengka.

Si ibu yang telah sepuh itu, didampingi tetangga yang mengantar tamu, mulai terlihat sumringah. Ada pelanggan baru lagi untuk membeli Brem Majalengka.

“Oh, Brem aya, Brem Majalengka memang adanya di sini, di Dusun Rajakepok Bantrangsana,” ujar ibu yang biasa disapa Bu Darti‎.

Saat ditemui di rumahnya di wilayah Desa Bantrangsana Kecamatan Panyingkiran Kabupaten Majalengka Jawa Barat, pekan terakhir di bulan Maret 2022, Darti memang tidak sedang memproduksi Brem Majalengka.

“Ayeuna mah belum produksi. Nyeepkeun anu ieu hela (Belum produksi lagi, menghabiskan yang ada dulu),” ungkapnya menggunakan bahasa Sunda khas Bantrangsana Majalengka.

Bu Darti cukup sumringah dan senang, karena tamu yang datang ke rumahnya, sudah dapat dipastikan, akan mencari dan membeli hasil produksinya yakni Brem Majalengka.

“Sok bade meser sabaraha? Per-bijina lima ratus perak. Sarebu menang dua biji,” ucapnya.

Biasanya, si pembeli paling sedikit membeli sebanyak Rp.25 Ribu. Itu dapat seratus biji Brem Majalengka.

Bentuk Brem Majalengka, kuliner khas Desa Bantrangsana ini, memang tidak sama dengan Brem produksi Madiun. Brem Majalengka berbentuk bulat pipih, lebih besar sedikit dari uang logam zaman dulu. Seperti opak berwarna putih susu.

“Brem ini terbuat dari ketan asli. Sekarang itu produksi dibatasi, karena proses pengeringan terganggu hujan,” ucapnya.

Apakah ada yang produksi Brem lagi selain Bu Darti? Nenek yang masih terlihat tangkas itu menjawab, ada satu orang lagi, yakni Bapak Dede.

“Plangnya ada, tertulis di sebelah sana. Tapi orangnya sedang sakit. Jadi saat ini tak bisa memproduksi Brem Majalengka, khas Desa Bantrangsana ini,” katanya.

Darti pun menghela nafas. Entah siapa yang akan meneruskan produksi kuliner yang telah melegenda sejak tahun 1970-an ini.

Nyaris tak ada orang lagi yang memproduksinya. Ada, tapi yang konsisten produksi setiap harinya hanya Bu Darti dan Pak Dede.

“Saya sehari produksi 10 kilogram. Itupun tidak setiap hari. Karena menunggu stok Brem yang ada habis dulu. Setelah laku, barulah produksi lagi,” ujarnya.

Tetangga yang kerap membantu menunjukkan pelanggan baru, Bu Uni mengatakan, produksi Brem Bantrangsana Majalengka tersebut, telah turun temurun diproduksi sejak dirinya masih kecil.

“Sewaktu saya masih kecil, mungkin SD kalau sekarang mah, Brem Majalengka sudah diproduksi di sini,” ujarnya.

Brem Bantrangsana Majalengka ini kerap dipesan ketika ada yang mau hajatan. Juga kerap dipesan oleh ibu yang sedang mengandung atau hamil. Namun, ada juga pemesan dari luar Kabupaten Majalengka.

“Brem ini hasil permentasi dari beras ketan. Baik untuk kecantikan dan kehalusan kulit,” tandasnya. (Acil)

Comment here