Penulis : Acil Erik
MAJALENGKA – macakata.com – Puluhan peserta dengan latar belakang agama yang berbeda-beda, bersatu dalam sebuah acara yang dikemas dalam bentuk sekolah budaya alam. Nuansa tempat yang dipakainya pun, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Menyesuaikan suasana kaum milenial pada akhir masa liburan sekolah.
Yup! Para pelajar yang mayoritas para mahasiswa dan mahasiswi ini, tak semuanya beragama Islam. Sebagiannya beragama Kristen dan Katolik. Namun, meski beda agama, tujuan mereka bersatu dalam sebuah acara diskusi sambil bermain itu, bertujuan mengikuti sebuah kegiatan “Sekolah Budaya Alam dengan tema memufuk kembali rasa cinta NKRI dalam keharmonisan moderasi beragama dan inklusi pemuda pemudi Kabupaten Majalengka,” acara ini digelar selama dua hari Jumat dan Sabtu, yakni 12 dan 13 Juli 2024 di salah satu resort di wilayah Jawa Barat.
Empat puluh lima peserta ini, detailnya berasal dari sejumlah komunitas seperti Komunitas Kita Mengabdi Majalengka, Deru Majalengka Bangkit, IPNU, PPNU, GMNI, HMI, IMM, Pemuda GKP Bethesda, Pemuda GKP Cideres serta pemuda PUI Kabupaten Majalengka.
Narasumber yang dihadirkan yakni perwakilan FKUB, perwakilan dari Kemenag Majalengka. Juga dari tokoh masyarakat. Selanjutnya, Pemuda Pelopor Lintas Iman Kabupaten Majalengka, yang didukung oleh Kemenag mendeklarasika pemuda pelopor kerukunan umat beragama kabupaten Majalengka.
Malam harinya, diskusi berlanjut dengan hadirnya tokoh masyarakat, yang namanya telah beredar dari spanduk dan baliho sebagai bacabup. Hanya saja, panitia menegaskan, bahwasanya, mereka telah mengundang empat tokoh yang sama-sama mau menyalonkan diri sebagai calon bupati dan calon wakil bupati, yang diundang adalah Bapak Eman Suherman, Aceng Sunanto, Dena M. Rhamdani dan Aldy Dwi Prasetia. Namun hanya bapak Aldy yang hadir ke lokasi.
Selanjutnya, para pemuda-pemudi Majalengka lebih banyak berinteraksi dan mendiskusikan tentang toleransi, yang dikemas dengan interaksi dialog dan permainan yang menyenangkan.
Dari puluhan peserta itu, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok. Sebagian peserta menuliskan tentang devinisi toleransi menurut mereka yang fahami saat itu. Dibahas satu persatu dan kemudian disimpulkan.
Hari kedua, acara yang digelar lebih bersifat “Fun and Game” dan kegembiraan. Para peserta bermain di sungai air yang sangat jernih. Setiap kelompok saling berpegangan tangan, untuk kemudian berjalan bersama di atas sungai, yang penuh bebatuan besar dan kerikil kecil. Tujuannya untuk menemukan harta karun berupa uang koin pecahan lima ratus-an.
Kebersamaan dan game tersebut bertujuan meningkatkan pemahaman bahwa, meski berbeda latar belakang agama, dalam hal bersosial dengan masyarakat, harus tetap mengedepankan kekompakan dan saling bantu serta saling menolong. Sebab jika jatuh satu orang, yang lain akan berusaha menyeimbangkannya agar tidak jatuh ke sungai. Jika pun terlanjur jatuh, maka dibantu oleh orang dalam kelompok tersebut.
Terlihat hadir pula pendeta Yayan Heryanto yang mengayomi anak-anak muda sebagai perwakilan dari komunitas anak muda di wilayah Kabupaten Majalengka.
Manager Program dari Fahmina Institute, Mbak Alif mengatakan, sangat penting untuk menanamkan toleransi beragama kepada anak-anak muda, terutama kalangan pelajar dan mahasiswa. Sebab berbicara agama, berarti ada agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Katholik dan Konghucu. Gelaran acara sekolah budaya alam ini untuk memufuk rasa kasih sayang.
Acara dipandu oleh moderator, Intan Damayanti. Ia mengatakan sekolah budaya alam ini bertujuan untuk mengingatkan, sekaligus mengedukasi anak-anak muda di wilayah Kabupaten Majalengka supaya memahami perbedaan agama.
Fahmina Institute konsen menggelar berbagai acara lintas agama, yang bertujuan memelihara kerukunan umat beragama.
“Pada kesempatan kali ini, kami menggelar acara sekolah budaya alam. Mengundang pesertanya dari para pelajar mahasiswa-mahasiswi,” ujarnya. **
Comment here