Buku Bang Ara Jadi Rujukan PWI Lainnya
MAJALENGKA – macakata.com – Tepatnya tiga pekan, buku jenis biografi ini selesai dibuat. Sebetulnya kurang lebih satu bulan, sebab gagasan ini muncul sebulan yang lalu, ketika tokoh yang ditulis datang ke Majalengka.
Figurnya terkesan biasa saja. Tapi kharismanya luar biasa. Bupati Majalengka bahkan menyebutnya, “Bang Ara itu punya power off smile. Punya kekuatan senyuman. Yang didukung kepribadian bersahaja. Menghormati sesama, menghargai dan mencintai perbedaan budaya maupun agama.”
Yup! Buku tentang Bang Ara telah terbit. Dilounching pada Ahad, 29 September 2019 lalu di gedung Kokardan Majalengka. Figur yang dibukukan, Maruarar Sirait hadir langsung. Sekaligus reses terakhir, Bang Ara juga bagi-bagi sedikit keberkahannya kepada puluhan anak yatim.
18 orang terlibat dalam kepenulisan ini. Mayoritas adalah jurnalis aktif dan eksis di bidangnya masing-masing. Sebagian wartawan senior bertugas menjadi editor. Buku yang pertama kalinya dibuat oleh rekan-rekan yang tergabung dalam Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Majalengka, kini menjadi rujukan PWI lainnya.
“Ketika lounching hari Minggu sore itu, ada wartawan dari wilayah Sumedang yang studi banding. Mereka berencana akan membuat buku serupa, versi Sumedang,” ujar Jejep, Ketua PWI Majalengka, juga nakhoda pembuatan buku ini.
Delapan belas penulis itu adalah Tati Purnawati, Rachmat Iskandar, Jejep Falahul Alam, Asep Trisno, Sabungan Simatupang, Abduh Nugraha, Erik, Hasanudin, Ono Cahyono, Abdurachman, Ibin Nugraha, Oki Kurniawan, Azis Muhtarom, Defry, Sonny Pratama, Poernomo Hidayat, Andi Arifin dan Aminudin. Tim ini dibagi empat. Tim satu, mendatangi narasumber yang mengenal Bang Ara dan menuliskan testimoninya. Tim dua, sebagai editor yang menerima naskah tim satu. Tim tiga bagian loy out. Tim empat bagian shooting video yang merekam jejak dengan liputan audio visual, dan menshoot testimoni narasumber.
“Untuk pertama kalinya, ini juga sejarah, PWI sukses bikin buku. Ini suatu prestasi. Sekaligus memicu semangat menulis,” ujar ayah dari Azizan ini.
Buku ini memang masih jauh dari harapan. Namun secara tampilan, juga proses pembuatannya yang hanya kurang dari sebulan patut diapresiasi. Halaman bukunya juga masih kurang dari seratus.
“Idealnya, sebuah buku itu minimal 150 halaman. Tapi untuk yang satu ini, karena memang dikerjakan mepet. Hasilnya sudah bagus,” ujar jurnalis senior.
Dalam buku yang berjudul “Maruarar Sirait di Mata Rakyat – mengupas sosok dan kiprah Bang Ara” ini, ragam kalangan menyuarakan persepsinya. Birokrasi, penggiat seni, budayawan, komunitas, kalangan muda, mayoritas yang pernah bertemu dan komunikasi dengan beliau, rata-rata menuturkan bahwa figur Bang Ara itu tidak asal janji. Selaras antara ucapan lisan dengan perbuatan.
“Setiap ucapan yang mengarah ke janji, Bang Ara selalu menepatinya. Jarang-jarang saya temui politisi yang serasi antara ucapan dan tindakan,” ujar sejumlah seniman.
Menariknya lagi, ketika sambutan langsung dari Bang Ara, ia masih tampak sederhana. “Saya masih banyak kekurangan dan terus belajar. Terima kasih teman-teman wartawan, terus kompak dan teruslah menulis teman-teman PWI.”
Dia memang seorang politisi dengan kendaran partai politik PDIP. Namun soal gagasannya tentang pembuatan buku perlu diapresiasi. Mengingat saat ini tebaran informasi sudah bisa kita dapatkan di dunia maya internet. Namun sebagian yang didapat di sosial media itu, sebagiannya negatif dan tak mendidik. (Acil)
Comment here