OPINIScience

Alih Fungsi Lahan Terus Berlanjut

Belum Ada Perda Khusus yang Mengatur Soal Area Pertanian

MAJALENGKA – macakata.com – ‎Pembangunan infrastruktur jalan, bangunan hotel, gedung-gedung dan pabrik di Majalengka masih terus berlangsung dan akan semakin banyak.

Tak mengherankan jika penyerapan air pada musim hujan, semakin tak terkendali. Ditambah, di bagian wilayah atas pegunungan Majalengka, alih fungsi lahan, yang tadinya hutan dipenuhi pohon-pohon besar dengan akar-akaranya yang kuat, kini, sebagian besar sudah beralih fungsi menjadi lahan pertanian, dan sebagian tempat wisata (meski dalam hal ini, masih bisa ditolerir).

Persoalan lain muncul, ketika semua yang berkaitan dengan tanah untuk penyerapan air hujan, lahan pertanian yang semakin terkikis oleh pembangunan gedung, nyatanya hal itu belum ada regulasi terkait lahan abadi. Belum ada Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati yang mengatur semuanya itu.

Berbicara tentang lahan pertanian dan seluk beluknya, serta soal alih fungsi lahan, Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Majalengka, ‎Boy Supanget‎ terbuka lebar memaparkan peta pertanian khususnya di wilayah Majalengka.

“Sepakat harus ada Perda atau minimal Perbup yang mengatur semua lahan. Termasuk lahan pertanian. Lihatlah, berapa hektar lahan karena bandara dan proyek aero city-nya. Petani di Kertajati sana, sudah berubah pekerjaan menjadi tukang ojeg, buka warung dan patukangan,” ujarnya, dalam perbincangan di rumahnya, Blok Sukawera Desa Cisambeng Kecamatan Palasah, Sabtu, 21 Maret 2020.

Sejak tahun 2013, Boy dipercaya untuk menakhodai para kelompok tani di kota angin lewat KTNA ini, merasa prihatin dengan semua hal yang berkaitan dengan pertanian. Ia menyebut sejumlah kendala yang menurut pandangannya susah untuk dicari solusinya, meski sebetulnya sangat mudah (secara teori) jika tidak ada keterkaitan atau kepentingan dengan urusan program, birokrasi dan politik.

“Sebagai contoh, kita kekurangan penyuluh pertanian. Kalaupun ada, setiap kecamatan hanya beberapa orang saja. Tidak semua desa mendapatkan petugas penyuluh pertanian. Sehingga, jika ada satu desa, yang bukan kewenangan penyuluh, petugas bisa berdalih, bukan kewenangan binaan saya,” ujarnya.

‎Boy, juga menyinggung tentang Asuransi Pertanian, berbicara tentang asuransi, pihaknya telah mengikuti pertemuan dengan sejumlah Ketua KTNA di tingkat Jabar maupun Nasional. Namun, pihak perusahaan asuransi sepertinya belum siap untuk memberikan jaminan yang benar-benar real kepada para petani.

“Sementara, soal lainnya, kebanyaakan petani di kita, juga tak begitu peduli. Karena hitung-hitungannya tidak cocok. Misal panennya lancar-lancar saja, petani rugi karena tetap harus bayar premi bulanan. Kalau pun gagal panen, kalkulasi pihak asuransi juga tidak mengena di tataran pola pikir para petani,” ungkapnya.

‎Boy menjelaskan kendala lainnya, soal bantuan pupuk yang tak sesuai sasaran dan penyalurannya. Jika pun penyalurannya dengan sistem yang lebih canggih seperti saat ini, hal itu pun dirasa kurang begitu sreg dengan petani yang pola pikirnya sebetulnya lebih sederhana.

“Coba saja tanya petani, soal pupuk dan bantuan pupuk saat ini. Bagaimana pendapatnya, tanya langsung kepada petaninya.” ujarnya.

Kembali ke soal lahan pertanian dan lahan-lahan lainnya yang kini beralih fungsi, pemerintah harus berupaya untuk meminimalkan dampak perusahaan. Caranya dengan menetapkan regulasi yang jelas tentang lahan abadi.

“Dampak dari industri, sebagai contoh, limbah batu alam kurang baik bagi tanaman padi. Apalagi limbah pabrik lainnya. Alih fungsi tolong diperhatikan,” ungkapnya.

Boy menuturkan, berbicara tentang lahan pertanian yang saat ini luasnya mencapai 39 ribu hektar, pihaknya sangat setuju. Namun, jika berbicara tentang luasan 51 ribu hektar, itu berarti masih data lama kisaran sebelum tahun 2010.

“Jika berbicara luas lahan, itu silakan tanya ke pemerintah, bagi kami para petani harus ada perda. Bagi petani, ketika masuk musim kemarau, kini selalu kesulitan air di wilayah Majalengka bagian utara. ‎Karena sumber air sudah diambil sektor swasta dan kalangan lain. Dalam hal ini, kita kembali berbicara soal tata ruang, belum ada regulasi yang jelas.” tuturnya.

Ditanya tentang saluran irigasi kecil untuk menopang air ke area sawah yang berada di bagian tengah dan jauh dari sumber air, Boy berpendapat, bantuan program saluran irigasi saat ini yang dikerjakan oleh CV ataupun PT, dalam hal kualitas kurang bagus.

“Dulu, program pembuatan saluran irigasi ke bagian tengah area sawah itu dikerjakan oleh kelompok tani. Hasilnya, bisa dilihat sampai sekarang masih ada. Kokoh dan masih kuat. Itu tujuh tahun lho. Kami, petani tahu betul bagaimana menciptakan kualitas bangunan. Tapi lihat sekarang, saluran irigasi yang dibuat CV atau PT, itu tiga bulan atau setahun sudah hancur. Lebih kuat dan berkualitas ketika dikerjakan oleh Kelompok Tani.” tandasnya. (MC-02)

Comment here