BERITABISNISEKONOMI

Ginseng Jawa Sang Pengacara

Artikel Pertama dari Tiga Tulisan Berseri

MAJALENGKA – macakata.com – Hari masih pagi. Udara terasa dingin menusuk tulang saat melalui jalan raya Maja-Cikijing. Tepatnya ketika memasuki tanjakan pertama setelah Desa Sagara Kecamatan Argapura Kabupaten Majalengka. Aroma rumput hijau dan wangi pepohonan serta bunga cengkeh tercium sepanjang jalan.

Jam di tangan masih menunjuk angka delapan. Namun pria berkaos lengan panjang itu sudah terlihat sibuk. Kedua tangannya cekatan membersihkan tanaman.

“Ini bukan rumput biasa. Ini tanaman Ginseng Jawa. Mudah tumbuh di area pegunungan,” ujar pria bernama Danu ini mengawali percakapan, pada Minggu, 22 November 2020.

Di emperan dan setiap sudut maupun di pinggir dan depan rumah, puluhan tanaman yang menyerupai tanaman hias ini tumbuh dan tertata dalam polybag kecil. Dedaunan pucuk didominasi warna hijau, mirip daun kangkung. Namun lebih tebal dan berwarna hijau muda. Sementara sebagian batangnya terlihat memerah.

“Kalau batang yang merah itu, karena terlalu sering tersinari matahari langsung. Ginseng Jawa harusnya ditanam di bawah pohon rindang, atau harus ada pohon penghalang. Tak boleh kena sinar matahari langsung. Barulah hasilnya bisa hijau segar,” ujarnya menambahkan.

Pemilik nama lengkap Muhammad Danu Ismanto (40) ini kemudian menunjukkan tanaman Ginseng Jawa lainnya di kebun yang terletak di selatan rumahnya. “Kurang lebih ada sekitar 10 ribu tanaman bibit Ginseng Jawa yang saya punya. Setiap hari bisa dipanen daunnya.”

Pandemi Bikin Sepi

Usai berkeliling, Danu pun mengajak masuk ke rumahnya. Spanduk bertuliskan kantor hukum M. Danu Ismanto, berikut lambang lembaganya tampak menempel di dinding. Tak lama, istri Danu datang dengan dua cangkir kopi instan di tangan. Danu menuturkan, ia membuka kantor hukum sejak tahun 2017. Ia melayani jasa konsultasi hukum dan penanganannya, mencakup perdata maupun pidana, dan persoalan hukum lainnya, termasuk soal hukum lingkungan hidup.

Kliennya tak hanya berasal dari Majalengka. Namun juga dari Cirebon dan Indramayu. Tiga bulan terakhir, ia menangani lima kasus, semuanya perdata. Empat kasus masih wilayah Majalengka, satu kasus di wilayah Indramayu.

“Namun, saat ini, saya sedang menseriusi usaha Ginseng Jawa. Sudah ada beberapa teman dari Bandung dan Jakarta yang sudah rutin order tetap. Mereka minta dikirim setiap bulannya,” ujarnya.

Danu menuturkan, pelanggan tetapnya itu selalu memesan maksimal 100 kilogram. Dalam catatannya, itu telah dilakukan sejak Maret 2020 lalu, ketika masa-masa awal Pandemi Covid-19. Temannya yang sesama lawyer mengontaknya dan minta dikirim daun Ginseng Jawa.

“Pelanggan tetap saya itu rajin beli daun Ginseng Jawa ke supermarket. Setelah komunikasi dengan saya. Dia datang berkunjung melihat langsung. Setelah itu sepakat rutin belanja ke sini dan minta dikirimkan. Pesanannya selalu 100 kilogram,” ujar Danu.

Dengan adanya pemesan tetap dari Bandung, terkadang dari Jakarta, Depok dan Tangerang, penghasilan Danu kini bertambah. Sebelumnya, ia hanya mengandalkan pendapatan dari klien. Sementara, tak mudah mendapat klien di tengah persaingan dengan banyaknya pengacara yang lebih senior. Menurut dia, jika tak mujur mendapatkan satu klien saja sulit. Kalaupun dapat, terkadang pembayaran tersendat. “Maklum baru, tetapi saya percaya rizqi barokah itu sudah ada yang mengatur,” ujarnya.

Sebagai gambaran, harga satu kilogram daun Ginseng Jawa Rp45 ribu. Jika dijumlahkan dari pesanan koleganya di Bandung, Danu bisa mengantongi Rp. 4,5 Juta untuk sekali pemesanan.

“Alhamdulillah, pokoknya merasa terbantu. Memang belum fokus ke usaha ini. Tetapi kalau sudah ada pelanggan yang minta dikirim, semangat saya kembali untuk menseriusi bisnis Ginseng Jawa ini,” ungkapnya.

Budidaya Ginseng Jawa

Danu menyebutkan sejumlah nama lain dari Ginseng Jawa, yakni, Som Jawa, Talesom, Kolesom, Talinum, Paniculatum. Khasiat olahan pangan berkhasiat obat ini telah termaktub dalam buku resmi yang diterbitkan oleh pihak Badan Litbang Kesehatan Depkes RI. Kandungan enzim yang ada pada Ginseng Jawa di antaranya Safonin, serta kandungan lain, yang ada pada kandungan jahe, hanya saja kualitas enzimnya sepuluh kali lipat daripada rimpang lain yang sejenis.

Menurut Danu, ada sejumlah ginseng di dunia yakni, Ginseng Korea, Ginseng China, Ginseng Siberia, Ginseng Amerika dan Ginseng Jawa (Indonesia). Semuanya punya kesamaan dari sisi rimpang. Hanya saja bentuknya beda-beda. Untuk ginseng selain Ginseng Jawa, tidak bisa dimanfaatkan daunnya, karena rasanya pahit, jadinya tidak bisa dimakan.

“Kelebihan Ginseng Jawa, saya ingin menyebutnya Ginseng Indonesia saja. Kenapa disebut Ginseng Jawa, karena mayoritas dan pertama kali adanya di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kelebihan Ginseng Indonesia ini daunnya enak dimakan. Tidak pahit seperti jenis empat ginseng lainnya.” Ujarnya menjelaskan.

Danu mengaku pernah kedatangan tamu tak dikenal. Tamu itu datang dengan kendaraan mobil berletter B (Jakarta) pada suatu sore. Waktu itu, dia sedang membersihkan rumput liar di sela-sela tanaman Ginseng Jawa yang ditanamnya di depan rumah.

“Tamu itu langsung turun dari mobil, langsung menunjuk dan menyebut ini Ginseng Jawa ya? Setelah itu dia membeli Rp200 ribu. Saya kasih 8 bibit. Kalau menurut harga, satu bibit itu Rp. 35 ribu. Tapi saya beri diskon, saya beri dengan melebihkan tanaman,” ungkapnya.

Melihat dari antusiasme dan semakin banyaknya yang mengenal, serta teman-teman lama yang mulai menelponnya, Danu semakin semangat untuk menseriusi usaha Ginseng Jawa. Kini, dua petani lain telah siap dan serius mengikuti jejaknya. Sebagian bibit Ginseng Jawa ia taroh di lahan milik dua petani itu.

“Sudah ada yang bertanya-tanya untuk pengolahan rimpangnya, mau dibuat jamu. Tapi itu jangka panjang saja. Saya sedang menabung untuk membeli kemasan dengan label Bill-bill Health.”

Bibit Ginseng Jawa Sempat Dibuang
Perjalanan Danu membudidayakan Ginseng Jawa awalnya tidak mulus. Tahun 2017 lalu, bibit Ginseng pemberian temannya yang ditanam di belakang rumahnya itu, sempat dipanen namun tak laku dijual di pasar. Teman-temannya tak ada yang membeli. Akhirnya, 10 karung tanaman Ginseng Jawa yang terdiri dari rimpang, batang dan daunnya ia buang ke jurang.

Namun selang dua hari, Danu mengambil kembali 10 karung tersebut dan kembali menanamnya. Kali ini dengan telaten dan lebih tertata.

“Saya sempat frustasi. Benih Ginseng Jawa pemberian seorang teman itu malah saya buang. Setelah itu saya ambil lagi. Saya mencari tahu di internet tentang khasiatnya. Sejak itu mulai serius,” ujarnya mengenang.

Teman yang ngasih bibit itu tidak pernah memberitahukan tentang khasiat daun Ginseng Jawa. Teman Danu itu hanya fokus untuk mengambil rimpangnya, untuk djadikan bahan jamu oleh perusahaan ternama.

“Harganya tidak cocok, tidak seusai dengan jerih payah dan lelah. Rimpang Ginseng hanya dihargai Rp5000 sampai Rp7000 ribuan saja. Tidak masuk dalam kalkulasi/hitungan saya. Setelah itu saya sadar, lalu mencari tau diinternet. Saya taunya di internet. Lalu, saya coba konsumsi sendiri daunnya, dan saya tampak sehat. Barulah di sana saya bisa promosi, karena sudah mengalami langsung.”

Desa Tejamulya memiliki luas 1.343.66 hektar dengan 99 persen masyarakatnya bekerja sebagai petani. Tersebar di tiga blok dengan sejumlah dusun, yakni Blok Desa, Tejaguna dan Cibuluh. Berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sebelah utara berbatasan langsung dengan Desa Argamukti, sebelah selatan dengan Desa Sagara, sebelah timur dengan Desa Cibunut dan sebelah barat dengan Desa Sukasari Kidul. Tiga perempat lahan pertanian Terasering Panyaweuyan yang saat ini booming sebagai wisata bernuansa alam cukup eksotis itu, nyatanya masuk wilayah administratif Desa Tejamulya. Termasuk Kampung Cibuluh yang disebut-sebut mirip sebuah desa yang ada di negara Nepal.

Sekretaris Desa Tejamulya, Asep Masad Natadipraja mengatakan, soal tanaman Ginseng Jawa, ia sempat bertanya-tanya dan bahkan mengambil sejumlah bibit di rumah Danu. Ia menanamnya di pekarangan depan rumah. Sejumlah manfaat ia dapatkan dari daun Ginseng Jawa. Ia berencana untuk membudidayakannya di lahan yang lebih luas.

“Secara pribadi saya mendukung penuh, karena saya tahu dan mengalami khasiatnya. Anak saya pernah demam, kepala anak saya ditempel pakai lumatan daun ginseng, besoknya sembuh. Pemerintah Desa Tejamulya sendiri saat ini sudah berencana untuk menjalin kemitraan UKM dan berencana membuat oleh-oleh khas yang akan dijajakan di tempat wisata Panyaweuyan,” ujarnya. ( Herik Diana)

Tulisan ini diterbitkan berdasarkan program fellowship Maverick dan AJI Indonesia

Comment here