OPINITravel

Aspal-aspal Mengelupas

Oleh : Shelby AR

MAJALENGKA – macakata.com – Lubang yang ada di pinggir jalan itu tadinya kecil saja. Tak lebih kecil dari ukuran bola pingpong. Namun, hujan dua bulan dan ribuan ban terus menggilas jalanan itu setiap harinya, kini lubangnya berakhir melebihi diameter ban motor bebek karbu maupun motor injeksi. Lubang diameternya, jauh lebih besar daripada ban motor bebek.

Tentu saja, hujan menjadi alasan tiap tahun untuk menggerus aspal-aspal hitam jalanan. Hotmix aspal hitam itu terus tergerus mengelupas. Lubang jalan dimana-mana. Pengendara motor terjatuh. Sebagian selamat, sebagian menggerutu kapan diperbaiki. Sebagian hanya memotret, mendokumentasikan, lalu asal posting di sosmed. Mencak-mencak di sana. Menjelekkan pihak tertentu, yang sebetulnya, kadangkala, desa disalahkan.

Aspal-aspal mengelupas tiap musim hujan tiba, terasa nyata. Jika kemarau, maka kerusakan lubang itu tertutupi debu jalanan. Meski tak terlihat kentara, namun debunya berhamburan melewati celah helm. Yang tak pakai helm pasti mengucek mata. Salah saha teu make helm? Lalu ketika mengucek mata, ban menggilas lubang jalanan, terjatuh!

Bukan hanya jalan utama, jalan raya, jalan nasional, jalan alternatif, jalan desa atau jalan gang (banyak istilah jalan, kalau mau konfirmasi, Anda harus tahu itu masuk kriteria jalan mana) si narasumber dari dinas terkait, yang tak siap dengan pertanyaan, pasti akan bertanya balik. Itu jalan yang mana ya? Jalan desa, apa bukan?

Berita jalan rusak adalah berita abadi. Kemarau atau hujan, jika tak ada isu seksi, maka selalu ada harapan untuk berita tentang jalan rusak, kembali berkibar.

Aksi warga yang kesal terhadap jalan rusak berlubang, biasanya, tanam pisang. Atau memancing di lubang besar yang digenangi air. Kreatif. Itu satu cara. Namun, ini bulan Januari. Awal tahun. Terkena refocusing anggaran lagi (mungkin). Jadi harap bersabar saja tentang perbaikan.

Yang harus dilakukan pengendara, terutama pengendara motor, jangan terlalu cepat mengendarai kendaraanmu. Apalagi malam hari dengan situasi hujan besar. Genangan air di tengah jalan, itu bisa saja lubang rusak jalanan. Tolong hindari saja. Jalanan, apapun kategori dan jenisnya, bukanlah tempat balapan. Jalan raya utama maupun alternatif, bukanlah sirkuit adu balapan. Tak ada gunanya untuk menjadi yang paling cepat. Kau tak akan mendapatkan piala penghargaan apapun. Meski menjadi yang tercepat.

Saya selalu heran pada setiap yang ngamotor, ngebutnya melebihi Valentino Rossi. Meraung-raung gak jelas target finishnya. Tak pakai helm lagi. Jatuh baru tau rasa lo. Namun begitulah fakta yang ada. Tetapi, sangat cepat mengendarai kendaraan saja tak berguna. Lihat kondisi jalan dong. Perhatikan motor dan fisikmu. Jalan masih banyak yang berlubang, di wilayah kota maupun desa.

Tak guna bercepat-cepat tanpa pakai helm. Aspal-aspal jalan sudah banyak mengelupas. Sudah melebar diameter lubang rusaknya. Siap memakan dirimu yang sangat cepat, maupun yang lengah, ketika melaju di aspal jalanan.

Jalan di wilayah dataran rendah maupun pegunungan terlihat sama saja. Yang berhotmix hanya seumur jagung. Jangan heran jika proyek perbaikan jalan selalu ada setiap tahun. Area Pantura terkenal dengan sebutan “proyek abadi”. Sebetulnya, bagiku, di setiap jalan, selalu ada proyek abadi. Juga selalu ada berita abadi.

Syukurlah sekarang pandemi Covid-19. Berita jalan rusak teralihkan. Tapi yang menggerutu selalu ada. Mereka diam saja, karena ini masih awal tahun. Mau apa coba? Ini masih Januari. Aspal-aspal mengelupas itu masih menertawakan pengendara. Tak hati-hati, kau bisa terlibas sendiri.***

—Penulis adalah Ibu rumah tangga. Penyuka travelling. Pengelola taman baca dan perpustakaan

Comment here