Dari Bahan Kulit Kayu Asli Bukan Kertas Saat Ini
MAJALENGKA – MACAKATA.COM- Ukurannya tiga kali lipat kitab Al-Quran pada umumnya. Tebalnya pun dua kali lebih banyak. Bila dijengkal, ada sekira lima jengkal tangan rata-rata orang dewasa Indonesia saat ini.
Saat membukanya harus hati-hati. Tangan kasar dan serampangan tidak dianjurkan ketika membuka setiap halaman Alquran bertuliskan huruf-huruf Arab indah itu.
Alquran ini diklaim ditulis menggunakan tulisan tangan, dikerjakan secara manual. Tanpa ada sentuhan copy paste seperti yang mudah dikerjakan pada zaman teknologi saat ini. Alquran yang tertera dibuat tahun 1650-an ini, juga terbuat dari kulit kayu asli. Dulu, tak ada cerita niron atau nyontek lewat kopi paste, seperti yang kerap dilakukan di zaman kemudahan teknologi canggih saat ini.
Disimpan dan dirawat oleh keturunan ke-tujuh Kiayi Haji Muhammad Latifudin, atau dulu dikenal dengan nama Tubagus Latifudin. Keturunan ke-tujuh ini bernama Kuwu Hormat Pageraji Ridwanudin.
Ya, Alquran tulisan tangan ini sudah berusia 350- tahunan. Tiga setengah abad silam, seorang ulama yang memahami agama Islam berhasil menuliskan Alquran dengan tangannya sendiri. Kemungkinan, ulama Latifudin itu menulis menggunakan bahan pewarna alami, karena pada saat itu, tinta berwarna belum ada.
Alquran dari kulit kayu ini masih utuh. Dijaga dan dirawat secara khusus. Hanya dibaca setahun sekali ketika ada haul. Dibaca bersama-sama warga. Dan yang dibacanya hanya surat Yasin.
“Hanya dibaca sekali dalam setahun, ketika haul saja,” ucap Kuwu Hormat Ridwanudin, di rumahnya di Desa Pageraji Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka Jawa Barat, mengutip dari Chanel YouTube Grumala TV, Selasa, 30 Maret 2021.
Kuwu Hormat Ridwanudin menambahkan Alquran tulisan tangan itu, sejatinya merupakan warisan turun temurun yang sangat istimewa dan sangat berharga. Hanya saja, karena bentuknya bukan kekayaan seperti emas dan perak, maka Alquran ini aman dari rebutan tangan-tangan jahat yang tak bertanggungjawab.
“Ini tuh warisan, warisan biasanya rebutan. Dalam hal ini, yang diperebutkan adalah isi dari pengetahuan Alquran. Secara garis besar, Alquran mengajarkan untuk jangan terlalu mengejar duniawi,” ungkapnya.
Keberadaan Alquran tulisan tangan berusia 350 tahun lebih itu, dulunya diceritakan pernah dibawa ke Madura. Hanya saja, saat itu kondisi di kota Madura tersebut ada bencana alam, angin puting, hujan deras dan menyebabkan banjir, maka singkat cerita Alquran ini tiba-tiba saja ada di Palang Dada atau kayu yang melintang merupakan rangka rumah, disebut juga umpak.
“Dulu sempat dibawa ke Madura, cuma ada banjir, semua barang berharga hanyut terbawa air, nah Alquran ini selamat. Abdi kurang hafal kumaha kisahnya, cuma Alquran ini sudah ada di Palang Dada. Benar tidaknya kisah itu hanya Allah yang maha mengetahui,” ungkapnya.
Kiayi Latifudin juga masih tercatat ada hubungannya dengan Kerajaan Talaga Manggung, juga ada hubungannya dengan Pamijahan, Kawunggirang dan Cijati. Namun, soal silsilah nasab keturunan ini detailnya kurang begitu pasti.
“Dulu mah hanya sebatas dikasih tau secara lisan, jadi tak ada jejak tulisannya,” ujarnya.
Menyikapi hal ini, Ketua Grup Madjalengka Baheula, Nana Rohmana, akrab disapa Mang Naro mengatakan diharapkan ada penilitian khusus tentang jejak tulisan tangan Alquran yang sudah berusia 350 tahun itu.
Berdasarkan penuturan Ridwanudin, peninggalan Tubagus Latifudin itu bukan hanya Al-quran tulisan tangan saja. Namun ada senjata keris dan tombak. Saat ini Ridwanudin hanya menyimpan barang berharga tersebut di tempat sederhana.
“Kami, Grumala telah melihat langsung Al-quran itu dirawat dan dijaga oleh orang yang tepat. Sayangnya belum ada perhatian dari pemerintah, terhadap makam Kiayi Latifudin. Padahal Makam tersebut ketika haul dikunjungi ribuan orang. Wisata religi telah terbentuk di Pageraji,” ujarnya. ( MC-03)
Comment here