Oleh : Titin Kustini M.Pd
Potensi Budaya Lokal yang Minim Promosi
MACAKATA.COM – Kerajaan Talagamanggung adalah sebuah kerajaan di wilayah Talaga, sebuah daerah di kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Pada masanya, khususnya pada masa pemerintahan Prabu Talagamanggung, kerajaan ini berkembang menjadi sebuah kerajaan yang cukup besar.
Prabu Talagamanggung adalah seorang raja yang berwibawa. Kesaktiannya tak hanya disegani oleh raja-raja di tanah Jawa, tetapi juga oleh raja-raja dari seberang lautan.
Kerajaan ini musnah oleh satu bencana alam.
Kini, setiap tahun, biasanya menjelang penghujung tahun, di akhir Desember, di Talaga berlangsung prosesi upacara adat Nyiramkeun di halaman Museum Talagamanggung.
Museum ini menyimpan peninggalan-peninggalan jaman kerajaan Talagamanggung. Upacara adat Nyiramkeun adalah upacara adat mencuci barang-barang pusaka peninggalan kerajaan.
Sejak pagi, masyarakat sudah menyemut di sekitar Museum Talagamanggung, lokasi prosesi upacara adat. Sebuah panggung besar didirikan tepat di luar pintu masuk Museum Talagamanggung, untuk pagelaran kesenian Sunda.
Di dalam area Museum, juga berdiri panggung, tempat Keluarga Besar Keturunan Kerajaan Talagamanggung. Juga disediakan panggung untuk tamu undangan, juga masyarakat sekitar.
Antusiasme masyarakat Talaga terasa sangat tinggi. Mereka berdesak-desakkan di luar dan di dalam Museum, untuk menyaksikan prosesi upacara adat tersebut.
Ada tradisi bagi yang ingin minta air, dari prosesi upacara adat tersebut. Para tamu undangan berdatangan dari banyak kota di Jawa Barat. Antara lain, Bekasi, Subang, Purwakarta, Bandung, Sumedang, dll.
Mereka merupakan keluarga besar keturunan Kerajaan Talagamanggung. Selain itu juga dihadiri oleh perwakilan dari keturunan kerajaan lain, yang masih memiliki hubungan sejarah dengan Talagamanggung.
Para inohong (sesepuh) dan tokoh yang peduli dengan kelestarian budaya Sunda juga hadir. Para jawara Sunda juga tampak menempati kursi yang disediakan.
Nyiramkeun adalah sebuah tradisi yang dilakukan secara turun temurun, yang selalu dilaksanakan pada hari Senin Tanggal Belasan Akhir Bulan Syafar. Adapun kata Nyiramkeun, berasal dari bahasa Sunda Siram, yang berarti memandikan.
Adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh Keprabonan Talaga, dengan tujuan untuk melestarikan barang peninggalan Kerajaan Talagamanggung.
Di samping itu, tujuan diselenggaraannya upacara Nyiramkeun, yakni sebagai ajang silaturahmi antar sesama keturunan kerajaan Talagamanggung, dan sebagai bentuk penghormatan terhadap orang tua terdahulu yang mewariskan peninggalan-peninggalannya.
Dalam melaksanakan upacara Nyiramkeun, ada bagian-bagian prosesi acara yang tidak boleh ditambah atau dikurangi. Yang di antaranya adalah:
- Pengambilan air dari 7 mata air yang sudah ditentukan, di antaranya : Mata air Gunung Bitung, mata air Situ Sangiang, mata airdari Cikiray, mata air dari Wana Perih, mata air dari Lemahabang, mata air dari Regasari, dan mata air dari Cicamas.
- Sesaji, yang biasa disiapkan setiap aan melaksanakan 3 prosesi upacara nyiramkeun. Satu untu sesaji pada prosesi nyiramkeun arca Raden Panglurah, satu untuk prosesi nyiramkeun arca ratu Simbarkancana dan satu lagi untuk prosesi nyiramkeun barang-barang pusaka.
- Bunga setaman dan wewangian juga merupakan salah satu syarat, yang harus disiapkan dalam prosesi pencucian barang pusaka, yang mempunyai fungsi untuk memudahkan dalam pencucian barang pusaka, sehingga wanginya pun bisa bertahan lama.
Ada pun hal-hal baru yang berkaitan dengan upacara Nyiramkeun juga dilaksanakan. Kirab Barang Pusaka mengelilingi kota Talaga, sebagai wujud rasa memiliki masyarakat terhadap keberadaan sejarah Kerajaan talagamanggung.
Setelah rombongan Kirab Barang Pusaka tiba di halaman Museum Talagamanggung dan disambut oleh ki Lengser, upacara pun dimulai.
Sambutan-sambutan disampaikan antara lain oleh Raden Daeng Muhammad, generasi ke 19 keturunan Kerajaan Talagamanggung yang tinggal di Bekasi. Camat Talaga dan Ketua Panitia (Rd. Jajat) juga turut memberikan sambutan.
Sesaji, arca Raden Panglurah dan arca Putri Simbarkancana ada di atas panggung bersama dengan keluarga kerajaan lainnya.
Di depan panggung kehormatan, keturunan keluarga kerajaan yang paling sepuh yang masih ada yaitu Raden Abung dan Nyi Mas Suwaebah, duduk mengapit putri pembawa mahkota kerajaan.
Padi satu ‘geugeus’ pertanda bakti rakyat Talaga terhadap pemimpinnya diserahkan secara simbolis oleh seorang ibu yang menggendong bakul kepada Raden Uyun, generasi ke 18 keturunan kerajaan.
Mata air dari 7 mata air disatukan ke dalam kendi yang akan digunakan untuk mencuci barang pusaka.
Upacara Adat Nyiramkeun, selain merupakan acara tradisi yang bermakna sakral bagi keluarga kerajaan juga masyarakat Talaga, seyogyanya sangat berpotensi sebagai sebuah aset wisata, yang bila jeli bisa dimanfaatkan oleh pemerintah daerah untuk menarik wisatawan, baik asing maupun domestik sebanyak-banyaknya.
Jika saja promosi dilakukan dengan maksimal, acara tahunan ini niscaya potensial menambah pendapatan daerah. ***
Comment here