Oleh : Imron Nauval
MacaKata.Com – Padahal ini di kota. Tapi pohon besar berusia ratusan tahun dibiarkan tetap tumbuh. Dipangkas hanya dahan dan ranting seperlunya saja. Mungkin hanya sepuluh persen yang dibuang untuk dipangkas.
Di tempatku, pohon besar terus ditebangi. Alasannya faktor angin besar, membahayakan kabel-kabel, dan lain sebagainya. Pantas saja, tempatku semakin panas.
Di sini, meski ratusan mobil dan motor lewat di setiap sudut, namun banyak sekali kusaksikan pohon dengan batang diameter tiga sampai lima kali lingkaran orang dewasa, dibiarkan berdiri kokoh, tumbuh bebas. Padahal pohon besar ini bersenderan satu centimeter dengan trotoar.
Di tempatku, pohon mangga saja, yang sudah tumbuh 25 tahun lebih, hanya karena musim angin, langsung ditebang sampai akarnya. Padahal ada cara untuk memangkas seperlunya saja.
Di kota ini, bahkan kabel-kabel telpon dan kabel listrik, terlihat dibiarkan dililit oleh akar dan dahan ranting tanaman merambat. Bahkan, pohon beringin dan sejenisnya tetap dibiarkan begitu saja, rantingnya bercabang kemana-mana, melilit ke sela jendela dan kabel-kabel. Tidak ditebang. Juga tak dipangkas. Ini seperti, pemukiman di tengah hutan besar.
Di tempatku, inginnya sih disebut kota, tapi di luaran sana, nama tempatku tak banyak dikenal. Mereka hanya tau, ada bandara berkelas internasional yang hingga kini belum berfungsi.
Di kota ini, malu saya buang sampah. Karena nyaris hanya sedikit sampah plastik yang terlihat. Daun dedauanan yang gugur dari pohon besar, bahkan, sebagian dibiarkan saja. Tak disapui, dibiarkan saja, karena memang akan menjadi pupuk dan kembali ke tanah.
Mereka hanya risi dengan sampah plastik dan pabrikan. Daun sepertinya tak masuk dalam kategori sampah. Daun berjatuhan dan berserakan di jalanan tetap indah dipandang mata.
Di tempatku, dedaunan yang terjatuh, dianggap sebagai sampah disamakan dengan plastik. Cara pandang yang menurutku salah.
Di kota ini, konsep memelihara pohon yang sudah tumbuh sejak lama, tetap dipelihara dan dilestarikan. Kota yang terkenal dengan hujannya itu, pantas saja dijuluki begitu.
Di lantai 20 tempatku istirahat, terlihat nyaris seimbang antara bangunan rumah, gedung-gedung tinggi pencakar langit, dengan banyaknya pohon besar yang mengelilinginya. Hijau pohon dan bangunan terlihat merata. Ada area hutan yang benar-benar hutan seluas lebih dari dua hektar.
Di tempatku, nyaris terlihat mayoritas kebun dan sawah terhampar luas. Rumah dan bangunan pencakar langit masih bisa dihitung jari. Itu bisa terlihat di bukit Panten Paralayang. Kini, musim kemarau, terlihat bukit-bukit gersang dan makin kerontang.
Di kota ini, bahasanya pun lebih banyak Sunda. Kupikir lembah yang berada di bawah taman dekat kampus universitas kota itu, tak ada pemukiman. Tapi justru ada pemukiman bagus, yang juga sama-sama terawat dalam hal kebersihan. Banyak rumput liar dibiarkan saja. Dicukur hanya jika melewati garis jalur jalan kaki atau motor.
Di kota ini, memang tak sepadat ibu kota Indonesia. Tapi kota ini jempol untuk penataan kota dan pohon pohon besarnya yang terpelihara dengan baik.
Di tempatku, yang entah tahun berapa, pernah menyandang status piala Adhipura. Tapi sebagian warga masih kebingungan untuk buang sampah. Hasilnya, sebagian dibuang di pinggir-pinggir jalan raya, desa atau jalur kecamatan.
Di kota ini, persaingan memang seperti ibu kota, berlari dan saling kejar. Tapi kota ini sepertinya tak peduli dengan semua persaingan itu. Bagi kota ini, pemeliharaan dan pembiaran pohon besar tumbuh, itu lebih penting daripada predikat dan anugerah penghargaan apapun.
Di tempatku, piagam penghargaan, anugerah, dipuja puji karena banyak penghargaan, itu hakekat untuk bisa disebut pemimpin. Realitas yang tak berbanding lurus itu tak penting lagi di kota yang kujejaki ini.
Di kota ini, memang belum sempurna semuanya. Tapi lebih baik karena pohon pohon besar usia ratusan tahun dibiarkan tumbuh dan bebas menjatuhkan dedaunannya.
Tamannya pun eksotis. Lebih banyak tumbuhan dan pohon. Ada aturan larangan merokok. Bagi siapa saja yang ketahuan, didenda Rp100 ribu.
Di tempatku juga ada taman. Tapi belum terlihat ada larangan merokok.
Saya perokok, tapi saya tak merokok di taman yang ada larangannya. Juga tak merokok ketika berkendara. (**
Comment here