MAJALENGKA – macakata.com – Pelabelan Sekolah Ramah Anak atau SRA di Kabupaten Majalengka Jawa Barat masih perlu dievaluasi lebih lanjut.
Faktor evaluasi menyangkut semua hal yang berkaitan dengan proses tumbuh kembang anak, yang berbanding lurus dengan tidak ada kasus, atau tidak ada kejadian yang menyangkut kekerasan atau perundungan, maupun tindak asusila pada anak.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Majalengka, Aris Prayuda mengatakan, Sekolah Ramah Anak di Kabupaten Majalengka memang telah terbentuk dan telah dideklarasikan. Hanya saja, dalam setahun terakhir ini, faktanya masih banyak kasus yang bermunculan.
“Munculnya fakta banyak kasus soal perundungan, tindakan asusila yang obyeknya anak, ini perlu menjadi perhatian kita bersama, terutama Pemda,” ungkapnya, Jumat, 09 Desember 2022.
Aris menambahkan, padahal yang lebih penting dalam pelabelan Sekolah Ramah Anak (SRA) pada prinsipnya harus tetap mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak. Sekolah dengan label SRA pun, harusnya tidak melakukan hal-hal yang membuat diskriminasi pada anak.
“Seorang guru dan pengajar, juga kepala sekolah, harus terlibat aktif dalam partisipasi anak, dan memperhatikan secara terus menerus setiap perkembangannya,” ujarnya.
Hal senada diungkapkan pengurus LPAI Majalengka, Bidang Pendampingan Khusus,Yayan Mardiyanto mengatakan pelabelan sekolah ramah anak yang dimiliki oleh sekolah tertentu harus memiliki konsep yang jelas. Jangan asal asal pasang spanduk besar yang menyatakan sekolah tersebut mengklaim diri Sekolah Ramah Anak.
“Diantaranya, guru dan kepala sekolah harus mengubah paradigma dari pengajar menjadi pembimbing orangtua. Serta yang terpenting adalah menjadi sahabat anak,” ujarnya.
Yayan menambahkan, guru, pengajar dan kepala sekolah harus kompak untuk menciptakan situasi sekolah yang ramah anak dan diterapkan dalam aktivitas keseharian yang nyata.
Pembimbing memberikan keteladanan dalam aktivitas keseharian, memastikan anak terlibat aktif untuk hal-hal yang positif, baik dan ada jejak menumbuhkan minat anak.
“Saat ini SRA di kita hanya sebatas label, realnya masih belum terlihat. Hal itu karena masih banyak kasus perundungan ataupun tindak pidana asusila terhadap anak. Juga pernikahan dini masih tinggi,” ujarnya. ***
Comment here