Oleh : Apotsum
MACA – Akhir-akhir ini, yang sedang menarik perbincangan adalah soal flexing dan hedonis. Karena itu, tulisan ini sengaja saya angkat ke permukaan dengan tema Flexing dan Hedonisme, Gaya atau Bahaya. Di saat masih banyak orang yang kekurangan, masih ada saja sebagian masyarakat yang ingin memamerkan kekayaan.Tidak jarang juga masyarakat biasa suka memamerkan dirinya di beranda-beranda media sosial, pamer makanan, pakaian, kendaraan dan lain-lain.
Manusia saat ini nampaknya sangat susah untuk meninggalkan style, gaya, penampilan, status sosial. Hal tersebut oleh para ahli disebut flexing. Flexing yang dalam bahasa Indonesianya diartikan pamer, adalah suatu tindakan yang kerap kali dilakukan secara sengaja, atau tidak sengaja, untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain. Seseorang memamerkan sesuatu yang dimilikinya (atau mengklaim miliknya sendiri), penyebabnya karena kurangnya percaya diri, sehingga memerlukan pengakuan dari orang lain.
Sebagian orang juga ada yang melakukan flexing dengan memamerkan prestasi, hasil pencapaian, pekerjaan, penghargaan di media sosial. Alih-alih promosi diri, malah mendapatkan kesan norak, sombong, yang akhirnya merugikan diri sendiri, bahkan tidak jarang mendapat kecaman dari netizen.
Lalu bagaimana dengan Hedonisme. Kata Hedonisme diambil dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang berarti pandangan yang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Seringnya kata hedonisme dikaitkan dengan berfoya-foya, senang-senang. Hedonisme lebih mengarah pada mengkonsumsi barang, namun sebenarnya tidak terlalu membutuhkan atau hanya pemborosan saja.
Contoh kecil dari sifat hedonisme tidak mampu beli mobil membeli barang diluar kemampuan, gemar berbelanja, mentraktir teman-teman padahal hasil utang, terus-terusan makan di restoran. Perilaku tersebut bisa dikategorikan hedonisme dan kadang tidak disadari, bahwa dirinya sedang terjebak dalam gaya hidup hedonisme.
Gaya hidup hedonisme awalnya lahir di Barat yang menganut kebebasan berprilaku, kebebasan berpendapat, kebebasan gaya hidup. Jika perilaku hedonisme ini dibiarkan dikhawatirkan akan menjadi racun bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Perilaku negatif ini telah mengikis sense of crisis generasi muda, terhadap berbagai permasalahan bangsa. Generasi yang telah terkontaminasi budaya konsumtif sangat sulit melepaskan diri prilaku ini, perlahan-lahan akan kehilangan daya pikir, logika bahkan cenderung egois. Akibatnya bangsa ini akan kehilangan generasi yang kritis, generasi yang idealis, generasi yang jujur dan lain-lain.
Flexing dan Hedonisme adalah dua kata yang berbeda dilihat dari sisi arti, tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu berlebih-lebihan, pemborosan, bermewah-mewahan. Dari dahulu hingga sekarang, kita dipesankan untuk selalu berhemat dan memprioritaskan kebutuhan yang utama, dan ketika kebutuhan utama sudah tercukupi, baru setelah itu memenuhi kebutuhan yang lainnya.
Dalam pandangan agama, flexing dan hedonisme tentu sangat dilarang. Flexing yang dalam bahasa agama disebut dengan Riya adalah mengerjakan suatu perbuatan, atau ibadah untuk mendapatkan pujian orang lain bukan karena Allah semata.
Hikmah bulan Ramadhan, diantaranya agar kita dalam beribadah harus didasari dengan ikhlas dan semata-mata hanya karena Allah SWT, untuk memenuhi kebutuhan hidup, tidak perlu berlebihan dan bermewahan, apalagi berbangga-bangga dengan keduniawian. ****
Wallohu a’lam
Ramadhan ke-5
27 Maret 2023
Belakang pasar The Call Good Book
Comment here