OPINIScience

Berbuka dengan Bercinta (Jimak)

Oleh : Apotsum

MACA – Waktu yang paling ditunggu-tunggu bagi umat Islam yang sedang berpuasa adalah berbuka puasa, sebelum tiba waktunya berbuka, ibu-ibu sibuk menyiapkan takjil untuk buka puasa, bagi para remaja menyibukan diri dengan ngabuburit dan di kalangan santri menyibukan menanti waktu buka dengan Tadarrus Al-Qur’an atau ada lagi dengan mengaji pasaran di pesantren-pesantren.

Salah satu kesunahan di bulan Ramadhan adalah menyegerakan berbuka puasa, apabila sudah terdengar adzan maghrib, aneka macam takjil dihidangkan terutama yang manis-manis seperti kurma, kolak, es buah dan lain-lain.

Di zaman sahabat Nabi dulu ada kisah yang unik dalam berbuka puasa yang dilakukan oleh Sahabat Abdullah Ibnu Umar. Dalam kitab Siyar A’lam Nubala karya Imam Adz-Dzahabi  meriwayatkan sebuah perkataan Ibnu Umar: ”Aku diberikan sedikit (kenikmatan) hubungan intim yang setahuku tidak ada orang lain yang diberikan kenikmatan itu kecuali Rasulullah. ”

Libido Ibn Umar terkait hubungan intim sebagaimana diceritakannya sendiri itu, memang sangat tinggi. Karenanya, wajar saja jika sewaktu-waktu ia berbuka puasa dengan langsung berhubungan intim dengan istrinya. Hal ini sebagaimana diriwayatkan Imam at-Tabrani di dalam kitab al-Mujamul Kabir dari Muhammad ibn Sirin : Sering sekali ’Ibnu ‘Umar itu berbuka puasa dengan berjimak (bercinta).

Demikian pula disebutkan Imam at-Tabrani dalam kitab al-Mujamul Kabir dari Muhammad ibn Sirin: Terkadang Ibnu Umar itu berbuka puasa dengan jimak.

Maksud perkataan Ibnu Umar di atas berkaitan dengan libidonya yang memang tinggi. Jadi, sangat wajar jika sewaktu-waktu ia berbuka puasa dengan langsung berhubungan intim dengan istrinya, tanpa takjil dengan makanan-minuman yang manis. Al-Qadhi Husain menafsirkan, tidak menutup kemungkinan juga Ibnu Umar mencicipi makan-makanan terlebih dahulu saat berbuka puasa, baru kemudian berhubungan intim.

Dalam Ihya’ Ulumuddin disebutkan:  Begitupula dikisahkan tentang Ibn Umar yang merupakan sahabat yang zuhud serta alim, ia mengawali berbuka puasa dengan jimak, sebelum makan dan terkadang menjimak tiga selirnya di bulan Ramadhan sebelum Isya’ akhir.

Hubungan intim atau jimak dengan pasangan yang sah merupakan salah satu ibadah yang bernilai sedekah dan bisa membersihkan hati sehingga mudah fokus untuk menjalankan ibadah lain, seperti shalat sunnah tarawih, tadarus, tahajud. Nabi Muhammad bersabda terkait menggauli istri bernilai

Artinya: “…Hubungan badan salah seorang di antara kalian adalah sedekah. Para sahabat berkata: Wahai Rasulullah, apakah dengan kami mendatangi istri kami dengan syahwat itu mendapatkan pahala? Beliau menjawab: Bukankah jika kalian bersetubuh pada yang haram, kalian mendapatkan dosa. Maka demikian juga jika kalian bersetubuh pada yang halal, tentu kalian akan mendapatkan pahala”. [HR. Muslim 1674]

Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa boleh menyegerakan berbuka puasa dengan menjimak istri tanpa makan dan minum terlebih dahulu. Perkataan Ibn Umar di atas menjadi rujukan khususnya yang sudah tidak mampu menahan hasratnya, lebih-lebih yang masih bulan madu, agar setelah itu bisa fokus untuk melakukan ibadah yang lain.

Wallohu a’lam

Penulis

Pengajar STID Al-Biruni Cirebon

Comment here