MACA – Sukacita lebaran Iedul Fitri dirasakan oleh semua muslim. Khusus di Indonesia, ada banyak tradisi yang telah membudaya.
Nagihan beras, uang receh oleh obrog-obrog yang telah berjasa membangunkan sahur, hingga momen silaturahmi kepada keluarga, orangtua, sanak family. Sekaligus, di saat semua ripuh untuk menikmati kemenangan, sebagian masih ada yang menyempatkan diri bersama anggota keluarganya mengunjungi makam orangtua.
Lebaran, memang untuk yang hidup, juga , sekaligus untuk yang Telah Wafat. Yang hidup maupun yang telah wafat, sama sama masih menikmati lebaran. Bedanya, tak ada salam tempel, tak ada cipika cipiki pipi, tak ada senyum berbalas. Yang ada cuma doa yang dikirimkan.
Lebaran Iedul Fitri adalah hari kemenangan. Kemenangan karena terbebas dari atura syar’i dari menahan makan minum, menahan nafsu dan emosi. Lantas usai shalat Iedul Fitri, hampir semua makanan dan minuman sebagiannya langsung masuk perut. Ini sama seperti halodo setahun, lantis oleh hujan sehari.
Fokus opini ini tentang apa ya. Lebaran yang hidup atau yang sudah wafat? Ah, saya sih bebas ajah. Tapi saya selalu heran, masih ada saja yang menyangka bahwa tulisan kayak gini ini adalah berita. Silakan tafsirkan sendiri. Heran saya. Geli saya. Tapi saya gak mau berdiskusi.
Saat ini kita masih menikmati lebaran. Jalanan masih macet, tempat wisata masih penuh. Jam kerja dinas masih libur. Pom bensin masih penuh dan lain sebagainya. Warung bakso masih penuh. Makam-makam dipenuhi bunga-bunga ditaburi para pengunjung peziarah. **
Comment here