MAJALENGKA – macakata.com – Grafik data tentang kecenderungan kasus tindak kekerasan dari berbagai faktor seperti penyelahgunaan obat, pencabulan, bullying, traficking, hak asuh anak, kenakalan remaja, saat ini terus mengalami peningkatan. Dan setiap tahun selalu muncul kasus baru.
Per-tahun 2023 lalu, total data laporan yang masuk ke Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Majalengka tercatat ada 41 kasus. Sementara tahun 2024, dengan catatan kasus dari bulan Januari hingga Juni 2024, tercatat ada 28 laporan yang masuk. 18 kasus diantaranya adalah mengenai kasus pencabulan, pemerkosaan.
Sebaran kasus di wilayah Kabupaten Majalengka selama pencatatan kasus tersebut yakni di wilayah Kecamatan Leuwimunding, Sumberjaya, Kadipaten, Palasah, Kertajati, Jatitujuh, Cingambul, Maja, Rajagaluh, Malausma, Lemahsugih, Talaga, Ligung, Jatiwangi, Sindangwangi dan Bantarujeg.
Hal ini terungkap dalam seminar yang berlangsung di gedung MD Miftahul Ulum Desa Mirat Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka, pada Jumat, 20 September 2024. Seminar dengan tema “pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pondok pesantren” ini memunculkan diskusi yang cukup menarik dan mengundang antusisme masyarkat.
Para peserta seminar yang hadir tak hanya melibatkan masyarakat dan para orangtua di sekitar pondok pesantren, namun juga unsur muspika, Polsek, Koramil, pegiat literasi, komunitas dan anak-anak muda serta para kiai dan guru-guru.
Ketua LPAI Majalengka, Aris Prayuda menyampaikan bahwa berbagai peristiwa kekerasan tersebut jelas sangat bertolak belakang dengan upaya pesantren mencetak generasi berbudi pekerti luhur dan berakhlak mulia.
Tidak adanya suasana “solider” (rasa senasib dan setia kawan) antarsantri menjadi salah satu faktor utama penyebab berbagai peristiwa-peristiwa kekerasan di pesantren.
“Kasus-kasus yang membuat masyarakat berang itu tak boleh terulang lagi di kemudian hari,” ujarnya.
Aris menambahkan, beberapa kasus yang kami rangkum dari tahun ke tahun, sebagian terjadi di lingkungan Pondok Pesantren di Majalengka. Oleh karenanya, ke depan Pemerintah Kabupaten Majalengka dan Kementerian Agama Majalengka harus serius dalam menanggapi persoalan kasus yang terjadi serta perlu membentuk Satuan Tugas khusus dalam melakukan Pencegahan dan Penanggulangan kekerasan di lingkungan Pondok pesantren di Majalengka.
“Pencegahan, edukasi dan sosialisasi ini sangat diperlukan pada kesempatan yang lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Agus Sutisna Kepala Kementerian Agama Kabupaten Majalengka, Agus Sutisna menyampaikan bahwa pihaknya terus mensosialisasikan tentang pesantren ramah anak dan memberikan pemahaman pada Satuan Pendidikan di lingkungan Kemenag Majalengka tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak kekerasan.
“Kita selalu mensosialisasikan tentang pesantren ramah terhadap anak, terus juga mengingatkan kepada pesantren untuk memiliki izin operasional, dan menyusun beberapa aturan tentang penanggulangan kekerasan di pesantren,” ucapnya.
Narasumber lainnya, Asep Zaenal Arifin Praktisi Pondok Pesantren mendorong pentingnya memperkuat regulasi. Kementerian Agama juga perlu membentuk tim khusus, beranggotakan perwakilan Direktorat PD Pontren, KPAI, serta tim terkait lainnya. Tim ini bertugas menyusun naskah akademik, meninjau regulasi yang mungkin terlalu longgar, dan mencatat angka kekerasan di Kabupaten Majalengka.
Melalui kebijakan yang mampu menindak secara tegas terhadap pesantren yang tidak memenuhi standar keamanan dan perlindungan terhadap santri, agar kyai dan pihak yang ingin membuka pesantren lebih berhati-hati.
Asep yang juga Ketua Yayasan Al Mizan Jatiwangi menegaskan, setiap anak yang ada di satuan Pendidikan wajib dilindungi oleh Pembina dan pihak terkait. Pihak Kemenag harus bisa menggali juga setiap anak yang berkonflik dengan hukum, lalu memproses secara cepat dan mengedepankan rasa keadilan dari kelurga korban.
“Langkah-langkah konkret yang diperlukan mencakup pencegahan, penindakan, dan tindak lanjut yang menyeluruh. Semua elemen terlibat, mulai dari perumusan kebijakan hingga implementasi di lapangan, harus berjalan seiring untuk menciptakan lingkungan Pesantren yang aman dan mendukung perkembangan anak-anak,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua yayasan, Jaenudin mengatakan peran pesantren sudah sejak zaman penjajahan, juga keterlibatan tokoh pahlawan nasional asal kecamatan Leuwimunding yakni KH. Abdul Cholim. Pesantren mencetak anak anak berakhlaq, semakin banyak pesantren termasuk di wilayah kecamatan Leuwimunding, untuk melanjutkan pendidikan pesantren yang ramah.
Camat Leuwimunding, Aay mengatakan pesantren memang sangat berperan penting dalam hal mendidik karakter anak. Solusi dari pesantren yakni bisa mengantisipasi tingkat kekerasan dalam pendidikan khusus nya di pesantren. (Acil) ***
Comment here