SportsWorld

Asal Usul Julukan “Singo Edan” pada Arema FC

MACA – Julukan “Singo Edan” (Singa Gila) telah menjadi identitas tak terpisahkan dari Arema FC sejak dekade awal berdirinya klub. Nama ini tidak hanya mencerminkan karakter permainan tim, tetapi juga sarat dengan makna kultural yang dalam, terkait erat dengan sejarah dan semangat masyarakat Malang. Berikut penjelasan lengkap tentang asal mula, filosofi, dan sejarah julukan tersebut.

Kata “Singo” (bahasa Jawa untuk “singa”) merujuk pada ikonografi budaya dan sejarah Kota Malang. Meskipun singa bukan hewan asli Indonesia, simbol ini diadopsi dari warisan Kerajaan Singhasari (1222–1292), yang berpusat di wilayah yang kini menjadi bagian dari Malang. Singa dalam kebudayaan Jawa Kuno melambangkan **kekuatan, keberanian, dan kewibawaan**.

Kaitannya dengan Kerajaan Singhasari:  Kerajaan Singhasari, salah satu kerajaan terkuat di Nusantara, menggunakan simbol singa dalam arsitektur dan artefak, seperti patung Singa Guardian yang sering ditemukan di situs-situs peninggalan. Singa juga dikaitkan dengan Raja Kertanegara, penguasa terakhir Singhasari, yang dikenal sebagai sosok pemberani dan visioner.

Singa menjadi bagian dari lambang resmi Kota Malang yang diresmikan pada 1937. Lambang ini menampilkan singa yang berdiri gagah di atas perisai, melambangkan jiwa kepahlawanan dan semangat perlawanan masyarakat Malang.

Dengan demikian, penggunaan kata “Singo” pada Arema FC adalah bentuk penghormatan terhadap warisan sejarah dan identitas kultural Malang sebagai kota pejuang.

Kata “Edan” (bahasa Jawa untuk “gila” atau “liar”) dipilih untuk menggambarkan karakter tim yang agresif, pantang menyerah, dan penuh gairah. Julukan ini bukan sekadar metafora, tetapi juga mencerminkan filosofi permainan Arema sejak era Galatama (liga semi-profesional Indonesia).

Arema FC dikenal dengan gaya bermain ofensif, mengutamakan serangan cepat, dan fisik yang tangguh. Karakter ini dianggap “liar” dan sulit diprediksi oleh lawan, sehingga dijuluki “Edan”.

– Keterkaitan dengan Suporter:

Aremania, basis suporter Arema, juga mengadopsi semangat “Edan” dalam mendukung tim. Mereka terkenal dengan nyanyian, tarian, dan dukungan tanpa henti, bahkan dalam kondisi tim tertinggal sekalipun.

Julukan “Singo Edan” resmi melekat pada Arema FC sejak akhir 1980-an atau awal 1990-an, seiring dengan konsolidasi klub di kompetisi Galatama. Berikut kronologinya:

Saat Arema baru berdiri (1987), klub belum memiliki julukan spesifik. Namun, media lokal mulai menyebut tim ini dengan nama “Arek Malang” atau “Singo Biru-Merah” karena warna kostumnya.

Puncak Popularitas (1992–1993) Julukan “Singo Edan” mulai populer ketika Arema meraih prestasi sebagai runner-up Galatama musim 1992–1993. Saat itu, permainan agresif Arema di bawah pelatih Deddy Dores menarik perhatian media. Koran-koran lokal seperti _Jawa Pos_ dan _Malang Post_ kerap menggunakan istilah “Singo Edan” untuk menggambarkan gaya bertarung tim.

Julukan ini semakin menguat ketika Arema meraih gelar juara Liga Indonesia pada 2009–2010 dan 2010–2011. Suporter semakin masif menggunakan simbol singa dalam atribut, spanduk, dan lagu-lagu dukungan.

Lambang Arema FC selalu menampilkan kepala singa sebagai elemen utama. Pada logo terbaru (sejak 2019), singa digambarkan dengan mata merah menyala dan surai yang berkobar, menegaskan kesan “Edan”.

Kostum kandang Arema didominasi warna biru dan merah, dengan motif garis-garis yang diinspirasi surai singa. Maskot resmi klub adalah sosok singa antropomorfis yang dinamai **”Singo Edan”**, sering muncul di lapangan untuk memompa semangat pemain dan suporter.

Aremania kerap membuat tifo (spanduk raksasa) bergambar singa mengaum atau tengah menerkam. Lagu kebanggaan mereka, **_”Singo Edan Arema”_** (ciptaan Didi Kempot), menjadi soundtrack yang selalu dinyanyikan di tribun.

Sementara itu, tragedi Kanjuruhan (1 Oktober 2022) menjadi titik balik bagi Arema FC dan julukan “Singo Edan”. Insiden yang menewaskan 135 suporter ini awalnya memicu stigma negatif, tetapi justru memperkuat solidaritas komunitas.

Aremania menggunakan julukan ini untuk menunjukkan keteguhan hati bangkit dari tragedi. Mereka menggelar aksi damai, doa bersama, dan kampanye anti-kekerasan sambil tetap memakai atribut singa.

Kata “Edan” tidak lagi sekadar menggambarkan keganasan, tetapi diartikan sebagai **dedikasi tanpa batas**, baik dari pemain maupun suporter, untuk tetap bertahan dalam kondisi tersulit.

Julukan “Singo Edan” adalah perpaduan sempurna antara kebanggaan akan sejarah lokal (Singo) dan semangat pantang mundur (Edan). Julukan ini tidak hanya menjadi identitas Arema FC, tetapi juga merepresentasikan jiwa masyarakat Malang yang gigih dan bersatu. Sejak era 1990-an hingga kini, “Singo Edan” tetap hidup sebagai simbol kebanggaan yang terus menginspirasi generasi baru, baik di dalam maupun luar lapangan hijau

Comment here