MAJALENGKA – Meski mereka tak bisa melihat secara fisik, para pelajar disabilitas tunanetra di SLB A YPLB Majalengka membuktikan bahwa bulan Ramadhan bisa diisi dengan aktivitas produktif, salah satunya melalui kegemaran tunanetra bermain catur. Rutinitas ini menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka selama menjalani ibadah puasa.
Yup, para pelajar disabilitas tunanetra ini mengisi waktu luang selama bulan Ramadhan dengan bermain catur. Meski membutuhkan adaptasi khusus, semangat mereka tak kalah dibanding pemain catur pada umumnya. Aktivitas ini tak hanya menjadi hiburan, tetapi juga melatih konsentrasi dan strategi, yang selaras dengan nilai-nilai kesabaran yang dijunjung tinggi di bulan suci Ramadhan.
Papan dan pion catur yang digunakan tentu saja berbeda. Alas hitam dan putih dibuat tidak rata: kolom hitam lebih tinggi dua inci, sementara kolom putih lebih rendah. Setiap lubang pada papan dirancang khusus untuk menancapkan pion, memudahkan tunanetra bermain catur tanpa khawatir pion tergeser. Selama Ramadhan, alat ini semakin sering digunakan karena para siswa lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah usai jam belajar.
Pion-pionnya dilengkapi penyangga mirip pegangan wayang, memastikan setiap bidak tetap stabil. Inovasi ini memungkinkan para pelajar tunanetra bermain dengan lancar, bahkan saat mereka menjalani puasa di bulan Ramadhan. “Dengan alat ini, kami bisa fokus pada permainan tanpa terganggu kondisi fisik,” ujar Rahmat, siswa SLB A Majalengka, Senin, 10 Maret 2025.
Rahmat menambahkan, di panti sekaligus sekolah tersebut, ia menjalani bulan Ramadhan untuk tahun keempat. “Bermain catur menjadi kegiatan favorit saya selama puasa. Di sini, saya bisa berinteraksi dengan teman-teman sembari melatih kemampuan berpikir,” katanya. Ia mengaku lebih betah tinggal di sekolah karena lingkungannya mendukung. “Kalau di rumah, kurang ada teman bermain catur. Di sini, Ramadhan terasa lebih bermakna,” ucapnya.
Hal serupa diungkapkan pelajar lainnya, Ita Purnama. Meski perempuan, ia mahir bermain catur dan sering melawan Rahmat. “Alhamdulillah, bulan Ramadhan di sekolah ini selalu menyenangkan. Selain buka bersama, kami juga bisa mengasah kemampuan lewat permainan catur,” tuturnya. Ita mengaku, aktivitas ini membantunya tetap produktif meski sedang berpuasa.
Pengelola SLB A Majalengka, Agus, menjelaskan bahwa selama bulan Ramadhan, sekolah tetap menjalankan aktivitas belajar dengan modifikasi waktu. “Kami memastikan siswa tidak kelelahan. Tunanetra bermain catur menjadi salah satu cara untuk mengisi jeda antara jam belajar dan berbuka,” jelasnya. Menurut Agus, permainan catur juga melatih kesabaran, nilai yang sejalan dengan esensi Ramadhan.
Selain itu, sekolah kerap mengadakan buka bersama. “Tahun-tahun sebelumnya, kami selalu menggelar acara buka puasa dengan permainan catur sebagai hiburan. Meski tahun ini jadwalnya belum pasti, semangat kebersamaan di bulan Ramadhan tetap kami jaga,” tambah Agus.
Catur sebagai Media Pengembangan Diri di Bulan Suci Ramadhan
Tak sekadar permainan, catur menjadi sarana pengembangan diri bagi pelajar tunanetra selama Ramadhan. Setiap hari, mereka menghabiskan 1-2 jam untuk berlatih strategi.
Bulan Ramadhan juga dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan kognitif. Guru pendamping kerap memberikan teka-teki catur yang harus diselesaikan sebelum waktu berbuka.
Sinergi antara Ibadah dan Aktivitas Fisik
Keseimbangan antara ibadah dan aktivitas fisik menjadi perhatian utama. Setelah salat Zuhur, para siswa biasanya berkumpul di aula untuk bermain catur sambil menunggu waktu Maghrib.
Di malam hari, kegiatan diisi dengan tarawih berjamaah dan tadarus. Namun, beberapa siswa tetap menyempatkan diri bermain catur usai tadarus. “Ini seperti tradisi. Ramadhan tanpa catur terasa kurang lengkap,” canda Rahmat.
Dukungan Masyarakat dan Harapan ke Depan
Antusiasme masyarakat sekitar turut menyemarakkan aktivitas ini. Beberapa donatur menghadiahkan papan catur baru setiap Ramadhan. “Kami sangat terbantu. Alat ini membuat semangat siswa tetap tinggi,” kata Agus. Ke depan, ia berharap bisa mengadakan turnamen catur antar-SLB se-Jawa Barat selama bulan Ramadhan.
Tak hanya itu, kolaborasi dengan komunitas catur lokal sedang dirintis. “Kami ingin siswa tunanetra bisa berinteraksi dengan komunitas luar, memperluas jaringan sekaligus belajar teknik baru,” tambahnya.
Kisah Inspiratif di Balik Papan Catur
Bagi banyak siswa, catur menjadi simbol harapan. Seperti kisah Ita, yang dulu pemalu, kini percaya diri berkat prestasinya di permainan ini. “Catur mengajarkan saya untuk pantang menyerah, mirip seperti menjalani puasa penuh godaan,” katanya.
Ramadhan tahun ini, ia bertekad mengalahkan Rahmat dalam turnamen internal. “Saya latihan setiap habis sahur. Semoga bisa menang sekaligus dapat pahala di bulan suci,” ujarnya penuh semangat.
Bagi pelajar tunanetra di SLB A Majalengka, bermain catur di bulan Ramadhan bukan sekadar pengisi waktu. Ini adalah bukti bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi semangat untuk berprestasi dan merayakan kebersamaan. Melalui permainan ini, mereka menemukan cahaya di tengah kegelapan, selaras dengan makna Ramadhan yang membawa pencerahan bagi jiwa. (Herik Diana)
Comment here