Ketika Profesimu Dipandang Sebelah
Oleh : Hedi Yana
Pernahkah ketika dalam obrolan, ada kalimat celetukan merendahkan jenis pekerjaanmu dari teman, saudara ataupun yang baru kenal, yang langsung menjurus pada profesi atau jenis pekerjaan yang melekat pada dirimu? Saya pernah. Rasanya membuat mood yang tadinya positif, jadi menciut. Mental turun. Bahkan emosi marah naik seketika.
Mau gimana lagi. Teman, saudara atau yang baru kenal itu, mungkin dia tidak tau bagaimana sebuah pekerjaan bisa disebut pekerjaan. Dia tidak pernah tau bagaimana seseorang yang bersungguh-sungguh sedang bekerja, lantas ada yang bilang, nyeletuk seenaknya saja dengan nada merendahkan.
Oke. Logika terbalik muncul kemudian dari seorang teman. Yang mencoba menjelaskan kenapa orang itu berkata demikian. Situasi hatinya sedang drop dan dia sudah punya pengalaman dengan profesi tersebut, bahkan sering menemui birokrasi di tingkat provinsi maupun kementrian. Dan katanya pengalaman yang ia dapatkan selalu negatif.
“Tolong jangan marah dulu. Kondisi hatinya sedang drop, suasana hatinya terganggu. Cobalah kamu berada dalam posisinya. Setahuku dia akan mengatakan hal yang sama dengan profesi lainnya, manakala dia pernah punya pengalaman dengan jenis pekerjaan itu.” begitu katanya.
Cara pandang dan sikap serta kalimat yang muncul dari seseorang, nyatanya keluar berdasarkan emosional dan pengalaman yang telah ia dapatkan. Dengan berat hati, mencoba untuk tidak tersimpan dalam hati. Mengikhlaskan dan memaafkan.
Tokh, saya pun, ketika bercermin diri, terkadang suka merendahkan profesi lain di luar pekerjaanku. Padahal, mereka juga kemungkinan hanya menjalankan tugas. Serta tidak semuanya oknum. Masih ada yang baik-baik di lingkungan mana pun. Termasuk di lingkungan jahat sekalipun.
Berbicara tentang pengalaman direndahkan soal pekerjaan. Faktanya banyak kejadian tindak kriminal yang spontanitas. Berujung pada pemukulan sepihak, hanya karena tidak terima dibilangin seperti itu oleh seseorang. Direndahkan begitu saja, oleh mulut yang tak bertanggungjawab, memang cukup menyulut emosi. Sehingga berujung pada kekerasan fisik.
Dalam tulisan ini, minimal saya mengingatkan diri sendiri. Bahwa setiap orang punya pengalaman yang berbeda. Bahwa berapapun buku yang telah banyak dibaca, tidak akan sanggup menahan emosi ketika seseorang merendahkanmu. Dalam hal ini, kedewasaaan dan memaafkanlah yang utama.
Lidah memang tidak bertulang. Minimal saya bisa bersabar dengan tidak mengatakan hal-hal negatif tentang profesi atau jenis pekerjaan lain. Karena mereka pun, bekerja dan memilih profesi itu dengan perencanaan dan latar belakang yang mumpuni, penuh perencanaan yang matang.
Mari hormati pekerjaan dan profesi mulia di dunia ini.
Comment here