Melihat Antusiasme Pelajar dan Guru di SMK Korpri Majalengka
Puluhan pelajar berseragam abu-abu itu terlihat semangat. Santai namun serius. Menatap lurus dua narasumber jurnalistik yang memaparkan teori menulis. Tak ketinggalan pula, sebagian guru di ruangan perpustakaan SMK Korpri Majalengka itu, juga ikut menyimak.
Kegiatan pelatihan jurnalistik itu merupakan yang keduakalinya. Saya agak sanksi pada mulanya. Telah menilai pelatihan itu seperti halnya giat program yang asal melaksanakan kegiatan.
Pukul 11.00 WIB, Selasa 24 September 2019, peserta pelatihan berhamburan keluar. Bukan untuk istirahat. Namun ada tugas kelompok yang harus meliput sesuai tema-nya masing-masing.
Satu kelompok itu ada yang ke pasar Cigasong, ada yang menemui pojok baca sekolah, bahkan ada yang mendatangi Baso Mang Panjul di Gandu-Dawuan. Tugas mereka cukup berat, mencatat perkataan narasumber ketika ditanya-tanya, wawancara langsung di tempat itu, sekaligus bikin vlog. Video berdurasi pendek itu sekaligus bukti mereka menjalankan tugas jurnalistik. Merealisasikan teori yang dua jam lalu mereka terima.
Pukul 13.00 WIB, mereka pun masuk. Setiap kelompok mengerjakan tugas mengetik hasil wawancaranya. Setengah jam kemudian tugas mengetik satu halaman berita itu, ada yang sudah selesai, ada pula yang setengah beres.
Dua narasumber pelatihan pun dipinta nasehatnya. Mereka memeriksa tulisan. Kacau memang. Namun tulisan berita pelajar SMK Korpri Majalengka ini cukup bagus. Setidaknya, pengalaman pertama mendatangi langsung lokasi berita, lantas menulsikannya dalam bentuk berita, mereka sudah berhasil. Mereka telah melaksanakan tahapan yang benar untuk menjadi seorang jurnalis.
Saya agak tercenung. Sebab data di pemda Majalengka, 300 wartawan terdaftar itu, hanya sebagiannya saja yang menghasilkan karya. Persentasenya bahkan di bawah 50 persen. Jadi, soal mengerjakan ketikan berita, tanpa melihat kualitas sudut pandangnya itu sudah bagus. Nilai semangatnya bisa mencapai 70 persen.
Dua narasumber jurnalistik itu hanya menekankan masukan, sudut pandang yang kurang, antara kutipan dan yang bukan kutipan agar bisa dibedakan. Serta jangan mengulang kalimat yang sama terlalu banyak, sebab akan mengganggu kenyamanan pembaca.
Yang membuat saya takjub, ada satu pelajar yang minta direvisi tulisan beritanya kepadaku. Laptop itu disodorkan ke meja narasumber. Laptop itu lantas disodorkan kehadapanku.
Saya agak kaget. Siswa ini langsung menulis dalam blog pribadinya. Bukan pada format halaman mikrosoft word maupun notepad. Tulisannya sudah oke. Tapi itu, dia langsung menulis di halaman blogger miliknya. Semuda itu, anak anak kelas 10, usia 15 dan 16 tahunan, sudah pandai dan bisa mengoperasikan blogger. Juga sudah bisa mengedit vlog. Millenial era digital selama dua tahun terakhir ini telah membuat cara pikir pelajar setingkat SLTA sudah akrab dengan dunia internet.
Takjub lainnya, ketika dua siswa mempresentasikan hasil kelompoknya di depan teman-temannya. Setahuku, ini merupakan gaya kelas mahasiswa ketika selesai mengerjakan tugas. Di Kampusku, tugas makalah yang selesai dibuat juga dipresentasikan di depan teman-teman mahasiswa lainnya. Itu sama dengan di sini.
Dua siswa yang berkesempatan tampil presentasi itu yakni Fazli Muhammad dan Eka Dwi Rizki. Mereka berdua cukup pede dan lancar berbicara.
Pada usiaku waktu itu (zaman SLTA) yang belum ada internet, maju ke depan dan berbicara di depan umum, adalah hal yang menakutkan. Tapi zaman sekarang eskpresi itu sangat penting dan menjadi kebutuhan. Dua perwakilan kelompok itu tanpa grogi lancar saja bicara di depan teman-temannya.
Wakasek Bidang Kesiswaan, Dede S. Putu mengatakan siswa SMK Korpri Majalengka ini memang dituntut untuk bisa menghasilkan karya. Saat ini, di setiap ruang kelas sekolah yang cukup luas ini, nyaris selalu ada tulisan pojok baca dengan beragam kreatifitas mural yang ditampilkan.
“Antara teori dan praktek itu harus selaras. Makanya, ketika peserta mengikuti teori jurnalistik, harus ada prakteknya.” ujarnya.
Dede bahkan mengumumkan ke setiap peserta pelatihan jurnalistik, setiap minggu harus menyetorkan karya tulis berita maupun vlog.
“Itu semua agar mereka terbiasa. Nanti para guru pembimbingnya yang akan menilai. Terima kasih kepada narasumber yang telah memberikan ilmu dan wawasannya,” tandasnya. ( EDA)
Comment here