Rika Hasanah Damayanti Sambara
MAJALENGKA – macakata.com – Sejak usia tiga tahun, gadis berusia 22 tahun itu, kini telah menyutradari beberapa film. Sineas muda yang lahir di Jakarta Timur, namun pernah tinggal di Majalengka ini akrab dengan berbagai bacaan.
Sang ibu mendidiknya, mengenalkannya pada buku-buku. Menunjukkan simbol-simbol angka dan huruf serta berbagai gambar dalam bahan bacaan yang berserakan di ruang depan tempat tinggalnya.
Menurut sang ibu, yang mengajarinya dengan telaten, pada usianya yang ke tiga tahun, ia sudah biasa memegang koran, tabloid dan mengeja beberapa kata dengan fasih.
Nama lengkapnya Rika Hasanah Damayanti. Ibunya bernama Ayank R. Sambara. Bila berdiri berduaan, antara ibu dan anak ini, keduanya nyaris sama tinggi. Tapi sejak menempuh kuliah sarjana (S 1), tinggi badannya melebihi sang ibu kandung. Dari sisi wajah, banyak yang menyangka bahwa mereka kakak beradik.
”Saya kenalkan buku sejak dia masih balita. Usia tiga tahun sudah sering pegang buku, koran, tabloid. Ketika SD, Rika sudah fasih membaca buku,” ungkap Ayank kepada macakata.com, menceritakan kisah mendidik putri kesayangannya itu, awal Oktober 2019.
Dalam mendidik, Ayank kembali bernostalgia, dia tak pernah memaksakan terhadap sang anak agar bisa dan pintar. Ia hanya mengenalkan simbol-simbol dengan penuh kasih sayang dan cinta.
Oleh karenanya, tak mengherankan jika pada usia 5 tahun, waktu itu, Rika sudah duduk kelas satu di bangku sekolah dasar, ia tercatat menjuarai lomba menulis surat pada momen Hari Aksara Internasional (HAI). Penyelenggaranya Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia.
“Dewan jurinya, juga panitia sempat tak percaya, bahwa Rika, sang juara lomba menulis surat masih berusia sangat belia.” ungkapnya.
Cukup mengherankan, karena tema yang menjadi tulisan lomba menulis surat Rika adalah tentang kerusuhan. Empat halaman polio padat terisi oleh ribuan kata-kata yang tertuang dalam kalimat tekstual.
Selain itu, Rika juga punya prestasi modelling dan seni peran. Pada usia 10 tahun dia sudah dipercaya menjadi asisten sutradara menggarap film independen.
“Hingga saat ini, Rika senang membaca buku sejarah, novel tentang perjuangan, tentang per-filman. Saat ini, anak tercinta saya sedang berkeliling Malaysia untuk mengerjakan beberapa film,” ujar sang ibu, juga salah satu jurnalis perempuan, yang punya wilayah liputan di Majalengka.
Saat inipun, Rika selesai menggarap film, “Salam Dari Anak-anak Tergenang (SDAT).” Film ini masuk nominasi FFI. Juga, film “Dilarang Gondrong” ini masuk nominasi festival film Jawa Barat. Dia pun menyutradarai film “Gemerincing Kedempling (seni budaya Majalengka), dia juga menjuarai iklan-iklan pariwara tentang narkoba.
“Saat ini ia sibuk, sedang membantu rekannya menggarap film.”
Rika tercatat lulus sarjana satu di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung. Dia kini tengah menyelesaikan S2 dan segera merampungkannya untuk meraih gelar Doktor.
“Gara gara film yang disutradarainya, Rika pernah tinggal di Singapura dan Taiwan. Juga sebagai tim kreatif di salah satu perusahaan ternama di Indonesia.” ungkapnya.
Hanya saja, sebagai ibu yang lahir tahun 1970-an ini, sang ibu juga tak bisa mempengaruhi paksa anaknya. Zaman now atau kekinian telah meneguhkan prinsip dan kemauan sang anak sulit dipengaruhi, akibat pesatnya arus informasi yang terserap.
“Sudah ada yang menawari untuk jadi aktris, hanya saja, itu terserah Rika, tapi katanya belum siap.” ujar sang ibu, yang dikenal dekat dengan sejumlah pejabat penting di Kota Angin.
Namun, Ayank merasa berbangga diri, sebab Rika, punya cita-cita yakni menjadi sutradara film yang saat ini telah tercapai.
“Katanya, karena sejak kecil sudah main film, ia harus menjadi sutradara agar bisa mengatur orang lain. Cita-citanya itu kini tergapai,” pungkasnya. ( IMR)
Comment here