Narsono dan Reza di Nanggewer Kecamatan Sukahaji Majalengka
MAJALENGKA – macakata.com – Reza tampak menangis gembira ketika disalami orang nomer satu Majalengka. Pria kelahiran tahun 1999 ini masih merasakan sakit pada bagian kepalanya. Rasa sakit itu bekas pukulan tawuran kerusuhan di Wamena Papua.
Namun, karena Reza dikunjungi langsung oleh Bupati Majalengka beserta rombongan, ia dan sang paman, Narsono kembali semangat. Padahal, perjalanan darat semalaman dari Jakarta, ditambah perjalanan udara selama beberapa jam dari Papua, masih terlihat jelas dari kelopak matanya yang menghitam.
Reza dan Narsono dibanjiri jepretan kamera para jurnalis televisi maupun online. Setelah salaman dengan Bupati, Reza pun langsung dicecar pertanyaan dari Kapolres Majalengka maupun Dandim 0617. Mereka pun penasaran tentang cerita kerusuhan di Wamena.
Aula pemerintah desa Nanggewer Kecamatan Sukahaji itu mendadak penuh dengan rombongan bupati dan unsur muspida.
Selang beberapa menit, jepretan kamera maupun shoot audiovisual masih terus berlangsung. Bupati Karna Sobahi membuka acara silaturahmi itu. Lantas tanpa mengulur waktu, meminta dengan sopan kepada Reza dan Narsono untuk menceritakan situasi yang sebenarnya di Wamena.
“Kalau berita kita sudah tahu ya, melihat di televisi, berita online, media cetak. Penggalannya seperti itu. Tolong ceritakan versi orang yang mengalami langsung ada di peristiwa itu,” ujar Bupati, sambil menyerahkan mikrofon kepada Reza.
Hanya saja, Reza menolak. Ia menyerahkan kepada pamannya, Narsono. Ia pun mulai bercerita. Menyinggung bahwa yang selamat, Ayah Reza, saat ini sedang dalam perjalanan menuju Jakarta. Bertiga mereka merantau di Wamena dan sudah menetap selama dua tahun. Terakhir pulang yakni lebaran Idul Fitri tahun 2019 lalu.
”Jadi, yang saya dengar itu, awal mula kerusuhan berawal dari warga minta ijin demo. Karena kalau mau demo, itu kan harus ada pemberitahuan dulu. Nah, waktu itu yang mau demo tak diijinkan,” ujar Narsono, mengawali ceritanya, pada Senin sore 7 Oktober 2019.
Setelah tak diijinkan demo, lanjut Narsono, maka bapak-bapak yang hendak demo mulai menyusun siasat. Mereka membuat ulah sandiawara saja pada awalnya, yakni membuat kebakaran kecil-kecilan dan seolah ada tawuran.
”Padahal itu bukan soal tawuran, saya tahu, karena ada beberapa sumber yang dipercaya. Awalnya, memang bapak-bapak yang mau demo itu tidak terima kepada seorang guru pendatang, yang mencaci atau memarahi muridnya, warga Wamena asli, guru itu menyebut sang murid dengan sebutan menggunakan nama hewan. Ini yang membuat bapak-bapak Wamena ijin minta demo ke sekolah,” ujarnya.
Namun kemudian, Narsono menghela dan meneruskan, siasah kerusuhan itu tidak terbendung. Sehingga yang tadinya sandiwara malah menjadi tak bisa dikendalikan.
“Nah, waktu itu, pagi, ketika saya mendengar akan ada demo. Saya sudah melarang Reza jualan ke pasar. Namun Reza tetap memaksa, mengingat saat itu, katanya, demo gak jadi. Lalu saya jelaskan bahwa yang demo bukan anak-anak SMA, namun bapak-bapak 50 tahun yang memakai seragam SMA.”
Akhirnya Reza pun terjebak dalam kerusuhan itu. Barang dagangannya berjatuhan. Motornya dibakar oleh perusuh. Kepalanya kena pukul.
“Beruntung, Reza langsung dilarikan ke rumah sakit. Dan sekarang sudah berada di kampung kelahiran Nanggewer. Kami senang sekali.” ungkapnya.
Usai mendengarkan cerita Narsono, Bupati Majalengka, H. Karna Sobahi merangkum dan menyimpulkan bahwa cerita tersebut tampaknya sederhana saja, yakni soal menerima informasi yang salah atau hoaks. Yang kemudian dipoles dan dibikin rusuh oleh oknum.
“Sehingga, kita ambil hikmahnya saja. Apalagi saat ini menjelang Pilkades Serentak, tolong jaga kondusifitas dan jangan mudah terprovokasi. Itu sangat berbahaya.” ungkapnya.
Kepala Desa Nanggewer, Adi Munadi mengatakan pihaknya merasa bersyukur karena kini warganya telah kembali kepada keluarga. Pihaknya akan memastikan supaya Reza dan Narsono, begitupun Baridin dapat berwiraswasta di kampung halamannya.
“Sudah dibantu modal usaha. Nanti kita bimbing supaya berwiraswasta,” ungkapnya. ( IMR)
Comment here