OPINI

Modal Pilkades Lebih Fantastis Dibanding Pileg DPRD

Foto : Pilkades serentak di Majalengka 

Modal Pilkades Lebih Fantastis Dibanding Pileg DPRD

 

Oleh : H. Yana

 

MAJALENGKA – macakata.com – “Lebih baik Keluar Banyak Uang dan Menang, daripada Kalah dalam Pilkades. Beban mental dan sakit hati seumur-umur.” kalimat tersebut merupakan salah satu ungkapan yang terucap pada Minggu 3 November 2019 lalu. Keluar dari mulut para relawan dan tim sukses di desa yang melaksanakan pilkades serentak pada 2 November.

Baik tim dan calon kuwu (calon kepala desa) yang menang‎ maupun yang kalah. Semuanya sepakat, pilkades dulu, maupun sekarang secara serentak, selalu menyisakan sisa euforia bagi yang menang. Dan air mata bagi yang kalah.

Selain lelah fisik, mental, psikologis, juga keluar banyak modal. Terutama rokok, jaburan dan operasional timses selama masa promosi sosialisasi dan kampanye.

Secara random, modal besar untuk nyalon kuwu, baik yang kalah maupun menang. Rata-rata di atas seratus juta lebih. Bagi yang gengsinya tinggi, bahkan habis 500 juta. Atau setengah milyar. Di lain tempat, bahkan modal yang dikeluarkan lebih dari satu milyar. Nilai yang fantastis untuk sebuah perhelatan ingin duduk menjabat sebagai orang nomer satu di desa tersebut.

Pilkades serentak 2019 di Kabupaten Majalengka baru saja usai. Aman dan kondusif, petugas gabungan TNI-Polri standby dalam pengamanan. Satu desa di Bantarujeg terpaksa ditangguhkan, karena satu dari dua calon kades, meninggal dunia ketika pencoblosan baru dimulai pada Sabtu 2 November 2019 lalu.

‎Kembali ke soal bajet nyalon kuwu. Rata-rata satu orang calon, paling sedikit mengeluarkan modal seratus juta. Itu paling minim. Sumber ini berdasarkan ngobrol dengan sejumlah tim sukses dan relawan yang menyukseskan salah satu calon kuwu.

Namun, yang tak kalah menariknya. Pasca perhelatan pilkades usai. Yang tak terima dengan hasil pilkades, akan muncul persoalan dendam kesumat. Kubu yang kalah, sebagian masih menyimpan rasa tak terima. Sehingga memanfaatkan ‎cara-cara lama, memungkinkan dan mencari celah kritik. Meskipun sejatinya, kritik tersebut jauh dari persoalan pilkades. Namun acapkali selalu digeneralisasi sebagai dampak pilkades. “Wajar, imbas Pilkades!”

Di wilayah Majalengka utara, satu titik yang masuk zona rentan kerawanan, bahkan satu calon kades rela mengeluarkan bajet hingga 5 milyar. Ungkapan atau prinsip nyata yang kerap terdengar adalah ‎”Lebih baik kalah duit, daripada kalah wirang (malu).” Sehingga, apapun demi kemenangan menjadi orang nomer satu di desa tersebut, mendarah daging. Terbayar sudah jika menang. Meskipun keluar banyak uang.

Namun, sebaliknya. Jika kalah, maka wirang atau malu yang didapatkan. bila melihat kacamata kos anggaran Pileg, nyatanya, dana bajet untuk kemenangan tidak sebesar itu. Para pelaku lebih memanfaatkan jaringan yang solid. Meski, tak dapat dipungkiri, uang yang keluar juga terus mengalir.

Kita tau, budaya uang yang dibagi-bagikan ketika momen pemilu adalah fakta di lapangan. Secara laporan ‎resmi memang tidak ada, karena nyaris tak ada yang melaporkan. Dan kalaupun ada yang melaporkan harus ada saksi. Bab tentang ini, ranahnya sudah lain lagi. Namun, setiap perhelatan pemilu, pastinya meninggalkan jejak cerita suka dan duka. (***)

Comment here