Berbeda dengan Kondisi Jembatan Zaman Sekarang, yang Hanya Kuat Kurang dari 10 Tahun
MAJALENGKA – macakata.com – Awal Februari 2020 lalu, sebelum ramai wabah Covid 19, netizen Majalengka ramai membincangkan tentang satu jembatan di wilayah Kecamatan Sindang.
Jembatan yang menghabiskan anggaran 6 milyar tersebut, selesai sebelum awal tahun 2020, mulai dikerjakan pada Agustus 2019. Namun, pada akhir Januari 2020, ada banyak postingan foto tentang jembatan tersebut, yang cukup memprihatinkan.
Foto-foto tersebut berbicara tentang kondisi jembatan, pondasinya sudah mulai terkikis. Bahkan, pondasi jembatan yang berada di permukaan sungai Cikeruh itu, memperlihatkan rangka besi dan baja yang menenonjol keluar. Lapisan semen dan pasirnya sudah terkikis oleh derasnya air. Sebagian rangka hasil proses betonisasi itu terlihat menganga.
Idealnya, pondasi tersebut yang usianya baru satu bulan usai pembangunan itu, tetap kokoh dan tidak tergerus oleh aliran sungai. Nyatanya, pondasi itu tidak kuat menahan derasnya aliran sungai. Atap jembatan tersebut juga mulai mengelupas.
Respon netizen pun beragam. Mayoritas negatif. Dan membandingkannya dengan pembangunan dan kondisi jembatan zaman dahulu.
Sebagai perbandingan, di Majalengka, ada jembatan cukup bersejarah yang hingga kini masih kokoh berdiri. Dan hanya sempat direhabilitasi satu kali saja. Jembatan tersebut adalah jembatan Jatipamor. Dibangun sejak Oktober 1949. Diperbaiki November 1949.
Jembatan Jatipamor itu sekarang ada dua. Jembatan yang berada di lintasan jalan raya Majalengka-Kadipaten, dekat dengan Panglayungan Kecamatan Panyingkiran itu, bila sore hari tampak indah.
Ada banyak lampu berjejer. Mengingatkan pengendara serasa berada di ibu kota provinsi. Meskipun tidak mirip. Namun nuansa lampu-lampu tersebut setidaknya menghilangkan unsur ketakutan, dan rasa angker melintasi bangunan tua, yang kerap menyelimuti sebagian pengendara.
Menurut aktifis pecinta sejarah di Majalengka, Ketua Grup Majalengka Baheula (Grumala) Nana Rohmana mengatakan, jembatan Jatipamor itu dibangun pertama kali tahun 1860-an. Sempat direhabilitasi kembali tahun 1949 di bulan Oktober.
“Plakat itu masih ada pada sisi jembatan Jatipamor. Jembatan yang tidak memakai rangka ke atasnya. Ada di sisi kiri dan kanan. Sementara jembatan satunya, dibangun tahun 1993,” ungkapnya, kepada macakata.com, Selasa, 14 April 2020.
Pria yang akrab disebut, Mang Naro menjelaskan, awalnya jembatan tersebut hanyalah jembatan gantung. Istilah Belanda itu namanya Hangsbrugh. Menurut bahasa warga Majalengka yakni Sasak Gonjing.
”Pada13 Februari 1949, jembatan gantung Jatipamor itu terkena bom. Itu sengaja dilakukan oleh para pejuang Majalengka. Tujuannya memutus pasokan logistik tentara Belanda. Bahkan, ada mobil Jeep tentara Belanda yang jatuh ke dasar sungai,” ujarnya.
Naro menuturkan, dengan alasan pada waktu itu, tentara Belanda sangat membutuhkan akses jalan, maka jembatan sementara atau disebut Bally itu dibuat, waktu itu tertera tanggal 24 Oktober 1949. Dibangun ulang secara permanen tanggal 26 November 1949.
“Pembangunan jembatan Jatipamor itu hanya butuh waktu satu bulan, namun kekuatannya hingga kini masih kokoh. Jembatan lama Jatipamor ini diberi nama Jembatan Tjideres Ilir. Ada plakat di sisi jembatannya, yang masih menggunakan bahasa Belanda. Plakat tersebut tertulis, Gestort Okt 1949 dan Onkist Nov 1949.” ungkapnya.
Naro menjelaskan sementara jembatan sisinya, yang memakai rangka baja ke atasnya, selesai dibangun tahun 1993. Itu juga ada dalam plakat di sebelah sisi jembatan.
Pembangunan jembatan Tjideres Ilir itu merupakan pembangunan infrastruktur Belanda, yang terakhir di wilayah Majalengka. Sebab, menginjak tahun 1950-an, Belanda sudah mulai hengkang dari Majalengka.
“Dengan kata lain, jembatan Jatipamor yang hingga kini masih sering dilalui oleh pengendara motor dan mobil, itu dibuat sejak tahun 1949-an. Hingga kini masih kokoh berdiri.” Pungkasnya. ( MC-02)
Comment here