BERITAPENDIDIKANScience

Limbah Cair Tahu Tempe Cisambeng Segera Diolah, Lebih Ramah Lingkungan

Tim dari UPI Kembali Datang dengan Seorang Konsultan untuk Pengolahan Limbah Cair Tahu Tempe Supaya Tak Mencemari Masyarakat

MAJALENGKA – macakata.com – Tindaklanjut dari kedatangan tim dosen Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, tiga pekan lalu, serta rencana wisata gastronomi kuliner tahu tempe di Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka ini mulai direalisasikan.

Perwakilan dari UPI, Dr. Dewi Turgarini mengatakan, kedatangannya kembali di Desa Cisambeng ini, ingin merespon tentang persoalan limbah tahu tempe yang ada di desa tersebut. Pihaknya datang bersama seorang konsultan dan praktisi, yang memahami betul tentang penanganan limbah tahu dan tempe.

“Tiga pekan lalu kami di sini, selama dua hari, menikmati semua kuliner tahu-tempe, kami juga mendengar bagaimana kendala soal limbah tahu. Saat ini kami datangkan ahlinya, konsultan yang akan mengubah limbah produksi tahu tempe menjadi lebih ramah lingkungan.” ujarnya, saat mengunjungi laboratorium pabrik tau di blok Rabu Cisambeng, Jumat, 10 Juli 2020.

‎Praktisi dan konsultan industri catering, Toni Andriyanto membenarkannya. Saat ini kedatangannya dalam rangka survei lokasi dan pengenalan lingkungan, serta mengobservasi kandungan keasaman air dan kandungan Ph yang ada dalam limbah air tersebut.

“Jika kandungan Ph-airnya sama, antara limbah cair hasil olahan produksi tahu dan tempe‎ itu sama, maka tabung pengurainya cukup satu. Namun, jika kandungan Ph-airnya berbeda, alat pengubah limbah cair itu tabungnya harus terpisah, harus ada dua,” jelasnya.

Toni memaparkan penanganan terhadap limbah cair dari produksi tahu ini pernah dilakukannya di wilayah Cianjur, Cirebon dan Sumedang. Sehingga, jika pun ada perbedaan kendala, kemungkinan hanya soal kandungan air dan tingkat keasamannya saja.

“Tapi, soal penanganan limbah tahu dan tempe ini, tidak bisa dicampurkan dengan limbah rumah tangga. Itu jelas limbah yang berbeda. Jadi alatnya khusus untuk limbah produksi tahu tempe itu,” ujarnya.

Jika berbicara tentang penanganan limbah dan menguraikannya menjadi lebih ramah lingkungan, dan tidak mencemari masyarakat Cisambeng, Toni menuturkan, pihaknya menyarankan harus ada sumber daya manusia (SDM) yang akan ditugaskan mengelola alat penanganan limbah tersebut.

“SDM yang bertugas harus terfokus mengelola alat itu. Maksimal tiga orang untuk satu alat. Sebab harus terus diawasi, sehingga harus bergantian.” ujarnya.

Sehingga, kata Toni, pemerintah desa bersama unsur lainnya di Cisambeng harus benar-benar kompak, untuk menentukan dan memberdayakan SDM, yang akan bertugas menjaga, mengawasi dan merawat alat pengolahan limbah tahu-tempe tersebut.

“Di sini diperlukan kekompakan bersama. Tentu, jika bicara pemberdayaan masyarakat, serta jika alat tersebut ingin berfungsi konsisten, SDM yang ada harus disiapkan salery dan honornya. Tanpa ada jaminan itu, biasanya tidak akan berjalan baik.” pungkasnya.

Setelah itu, rombongan UPI dan konsultan juga meninjau sumur dengan kedalamannya yang mencapai100 meter di dusun Jamirah. Air sumur tersebut berasa asin. Mereka pun mengambil satu botol ‎untuk dibawa dan akan dijadikan sampel uji laboratorium kandungan Ph-air dan tingkat keasamannya. ( MC-02)

Comment here