BERITABISNISEKONOMI

Kuliner Daun Ginseng Inovasi Masa Pandemi

Artikel Ke-tiga dari Tiga Tulisan Berseri

MAJALENGKA – macakata.com – Neneng Een Komariah (40) tampak serius. Tangannya sibuk menggelontorkan daun-daun yang sudah dicelup adonan terigu ke dalam wajan berisi minyak mendidih. Sementara, kedua putrinya setia menemani.

Istri Danu ini sedang membuat keripik daun Gingseng Jawa. Sembari bekerja, perempuan berkacamata ini menjelaskan proses pembuatan makanan yang masih terbilang langka ini. Untuk membuat keripik, harus menyediakan 50 lembar Daun Ginseng Jawa, 250 gram tepung beras, 50 gram untuk tepung tepioka, 4 siung bawang putih, 3 butir kemiri, setengah sendok makan ketumbar, setengah sendok margarin, penyedap rasa dan garam serta air secukupnya.

Bumbu seperti bawang putih, kemiri dan ketumbar ditumbuk dan diulek halus. Setelah itu, dicampurkan dengan adonan yang telah disatukan antara tepung tapioka, tepung beras dan margarin. Takaran barusan adalah untuk seperempat kilogram keripik daun ginseng herbal. bila mau satu kilogram atau lebih, maka takarannya harus disesuaikan, ditingkatkan setara dengan kelipatan ukuran tadi.

“Sebelum mulai digoreng, panaskan dulu minyaknya. Harus diingat, dalam kuali itu minyak harus banyak. Daun keripik ini harus mengambang sempurna ketika digoreng, untuk menciptakan keripik yang renyah,” ujar ibu lima anak ini, Rabu pagi, 25 November 2020.

Butuh waktu sekira dua menit untuk sampai matang, keripik dari Daun Ginseng Jawa ini bisa diangkat dan ditiriskan. Cara mengorengnya nyaris sama dengan cara menggoreng ikan asin yang disebut gerejeg atau rampeyek. Dalam ukuran kuali kecil, keripik daun ginseng itu hanya cukup menampung 12 sampai 15 kripik daun Ginseng.

“Kurang dari dua menit, biasanya langsung matang. Biasakan api tidak terlalu besar.” Ujarnya menambahkan.

Selanjutnya, Neneng mulai meniriskan keripik yang baru saja diangkat dan dikeringkan dari kuali panas itu. Rasanya kriuk dan renyah seperti keripik daun bayam. Daun Ginseng Jawa juga bisa dibuat keripik herbal. Sehat berkhasiat sekaligus bernilai.

“Belum begitu banyak peminatnya, tapi kalau ada yang pesan, langsung saya kerjakan,” ucapnya.

Harganya yang lumayan mahal, yakni Rp120 ribu perkilogram, membuat peminat keripik berpikir dua kali untuk membelinya pada masa pandemi ini. Keripik lain dengan takaran yang sama, harganya di bawah harga tersebut.

“Kualitas rasa dan khasiatnya, membuatnya lebih mahal sedikit, dibandingkan keripik lain. Itulah keunggulan dan keistimewaannya,” ujarnya menjelaskan.

Sejak setahun lalu, Neneng membuat Keripik Daun Ginseng Jawa untuk acara-acara dan momen khusus. Ia mendapatkan pesanan dari luar desa, luar kecamatan dan luar kabupaten. Pemesan biasanya relasi dan teman yang mau hajatan.

“Kalau ada hajatan, teman, biasanya memesan. Dengan kreasi kuliner Daun Ginseng Jawa ini, saya dan keluarga cukup terbantu. Kami bertahan untuk menambah uang dapur.” ucapnya.

Enak Dibuat Cilok dan Bakwan

Kuliner lain yang dikembangkan dengan bahan dasar daun herbal Ginseng Jawa ini, muncul dari Teti Mulyati. Istri Asep Masad Natadipraja ini membuat kreasi olahan Daun Ginseng Jawa dengan cara yang disukai anak-anak dan suaminya. Dia membuat cilok dan bakwan.

“Rasanya kenyal seperti rumput laut. Anak-anak saya menyukainya. Sempat terpikir untuk usaha jualan cilok daun ginseng ini, cuma masih terkendala kesibukan. Jadi hanya dibuat untuk orang rumah saja,” ujarnya.

Teti sempat membuat keripik dari daun Ginseng Jawa. Ia membuatnya seperti membuat keripik dari daun bayam. Namun, kesibukannya mengantarkan anak-anak sekolah, serta menjaga si bungsu, membuatnya belum bisa untuk mengembangkannya ke arah usaha. Ia mengatakan, dengan beragam manfaat dan khasiat, yang bernilai ekonomis, pihak pemdes Tejamulya tengah mempersiapkan usaha merintis oleh-oleh dari tanaman Ginseng Jawa.

“Adanya kreatifitas kuliner Daun Ginseng Jawa telah cukup membuat kami di pedesaan ini, bertahan di masa pandemi Covid-19. Upaya menjaga jarak dan sosial distancing di rumah terus memanfaatkan herbal daun Ginseng Jawa, membuat cilok dan bakwan jadi lebih sehat,” ujar ibu 33 tahun ini.

Untuk membuat gorengan bakwan, Teti menceritakan hanya tinggal menambahkan campuran Daun Ginseng Jawa. Umumnya, bakwan atau bala-bala itu dibuat berdasarkan adonan tepung terigu beras dengan campuran sayuran wortel dan daun kol. “Rasanya lebih enak, karena ada Daun Ginseng Jawa yang kenyal. Pamong desa teman suami juga pada suka,” ucapnya.

Teti pun semangat menceritakan tentang khasiat Daun Ginseng Jawa yang sempat menyelamatkan wajahnya. Flek hitam pada wajahnya kini telah hilang. Ia membuat masker dari bahan alami daun ginseng.

“Dipakai sebelum tidur, sepekan kemudian flek hitam pada wajah hilang. Sempat terpikir juga dengan suami, untuk dibuat semacam kosmetik dari bahan daun ginseng, lalu dijual,” ujarnya menambahkan.

Selain flek hitam pada wajahnya yang kini telah hilang, Teti pernah mengobati demam panas anaknya yang ke-tiga. Si bungsu yang bernama Faiz Abkori Asura Pradipta mengalami sakit demam panas. Ia dan suaminya memblender daun Ginseng Jawa dan membalurkannya ke ubun-ubun atau bagian atas kepala serta dibalurkan ke bagian dahinya.

“Besoknya, demam panas anak saya yang mencapai 42 derajat celcius itu, turun menjadi 38. Malamnya kembali dibaluri, besoknya sudah kembali sehat. Suhu badan anak saya sudah kembali normal.”

Mie dan Jamu

Danu Ismanto telah mempunyai rencana jangka panjang, terkait pengembangan olahan kuliner daun maupun rimpang dari tanaman herbal Ginseng Jawa. Masa pandemi telah membuatnya belajar banyak hal, hingga mencintai dunia tanaman herbal.

“Rencana sudah ada. Garis besarnya, ingin membuat mie dengan bahan dasar daun ginseng ini. Sekarang kan sudah ada tuh, mie dari daun bayam. Nah, saya berencana ingin buat mie dengan bahan daun ginseng ini.” ujarnya sambil menunjukkan daun ginseng yang baru saja dipetik di depan rumahnya.

Soal rimpang ginseng, Danu menjelaskan, pasokan untuk rimpang Ginseng Jawa, membutuhkan waktu panen sembilan hingga satu tahun lebih. Berbeda dengan daun ginseng, yang ketika sudah ditanam satu bulan pun sudah mulai bisa dipetik untuk dijadikan lalapan atau keripik daun. Rimpang Ginseng Jawa harus menunggu setahun. Jika produksi rimpang telah banyak, rencananya mau dibikin jamu herbal dengan merk khusus.

“Jadi penanamannya harus diatur. Saya hanya punya lahan untuk sekali panen. Jadi saya hanya memanfaatkan panen daun ginsengnya saja untuk sementara ini. Rimpang Ginseng Jawa dipanen hanya untuk pemesan saja, yang sudah mengetahui tentang khasiat real dari daun Ginseng ini.” ungkapnya.

Ditanya tentang investor atau relasi, yang tertarik dengan budidaya Ginseng Jawa ini, Danu menjawab sudah ada tiga orang teman. Mereka memastikan untuk pengembangan ke sektor bisnis yang lebih serius, termasuk siap untuk menyokong modalnya.

“Tapi saya sedang menguatkan SDM dulu. Buku panduan tatacara menanam ginseng sedang saya buat dulu. Tanaman ini tidak boleh memakai pupuk, harus organik, murni alami. Itu harus difahami dulu bagi yang mau join dan menanam Ginseng Jawa ini.” pungkasnya. ( Herik Diana)

Tulisan ini diterbitkan berdasarkan program fellowship Maverick dan AJI Indonesia

Comment here