MAJALENGKA – MACAKATA.COM – Iyah, 57 tahun, tampak terampil membelit-belitkan sebuah tali. Tali tersebut bukan dari bahan plastik. Tali itu berasal dari bahan alami.
Iyah bersama dua orang pekerja yang membuat tali dari bahan dasar daun pandan itu terlihat telaten. Meski masih dikerjakan secara manual, namun Iyah tak banyak mengeluh.
Itu semua dilakukan Iyah untuk menghidupi kebutuhan makan dan kuota belajar anaknya.
Iyah sendiri merupakan warga Desa Jagamulya Kecamatan Malausma Kabupaten Majalengka Jawa Barat.
Warga Desa Jagamulya memang telah terkenal sebagai sentra pembuat tali tambang berbahan dasar daun Pandan.
Ditemui di blok Sindangsari Desa Jagamulya, Iyah sedang beraktivitas tali-temali, merapihkannya, lalu disusun ketika usai dirangkai.
Cuaca panas ia hiraukan. Jika hujan, maka, lokasi yang biasa dijadikan proses membuat tali daun pandan itu tanpa ada papayon atau sejenis penghalang sinar matahari, maka jika hujan tiba, Iyah dan dua temannya terpaksa berpindah ke tempat teduh.
Sambil terus menali tali, Iyah menyampaikan bahwa dalam proses pembuatan tali daun pandan itu, memang kerap dibantu dua orang. Satu orang bertugas memutar menggunakan alat berbahan kayu. Satu orang lagi bertugas menyambungkan daun pandan. Tujuannya agar pengerjaannya tidak amburadul dan tidak acak-acakan.
Iyah sendiri, terkadang harus berjalan dengan posisi mundur hingga puluhan meter. Itu dilakukan berulang kali selama proses pembuatan tali.
“Tali itu kan bersifat panjang, maka proses berjalan kaki mundur itu terus saya lakukan berulang-ulang,” ungkapnya, Minggu, 21 Maret 2021.
Terkadang, yang dilakukan Iyah pun dilakukan oleh pekerja lain dilakukan oleh petugas lainnya. Sementara, Iyah pun akan mengerjakan tugas memutar dengan alat bahan kayu itu.
“Supaya teu pegel, jadi kami gantian,” ucapnya.
Iya kemudian menyebutkan, setiap harinya tali daun pandan selesai diproduksi sebanyak satu atau dua kilogram. Untuk satu kilogramnya dihargai Rp60.000,- . Upah pekerjaannya itu bukan untuk dirinya saja, namun enam puluh ribu itu harus dibagi bersama tiga orang.
“Sehari itu paling dapat Rp60 ribu dan dibagi tiga orang, jadi untuk satu orang kita mendapat Rp20 ribu rupiah,” ucapnya.
Iyah memang terkadang mengeluh, karena hanya mengantongi upah sebesar Rp20 ribu saja dalam sehari. Ia berharap ada penghasilan lain, sehingga kebutuhan dapur dan jajan anaknya bisa terpenuhi secara lengkap.
“Harapan saya mah ada upah yang naik atau ada bantuan dari pemerintah. Situasi ayna aya Corona mani karasa susah pisan milari acis,” ujarnya dengan bahasa Sunda.
Pekerja lainnya, Wati, 45 tahun, mengatakan masa pandemi Covid-19 ini terasa sangat berdampak terhadap anaknya, yang saat ini masih duduk di sekolah dasar. Wati kerap mengeluhkan kondisi belajar anak di rumah. Di rumahnya yang tak biasa menggunakan ponsel atau handphone, maka sering ditengok oleh gurunya.
“Saya hanya bisa kerja di sini untuk membuat tali berbahan dasar daun pandan. Selama ini pekerjaan membuat tali daun pandan ini menghidupi anak dan kebutuhan dapur saya,” ungkapnya.
Baik Iyah maupun Wati dan satu pekerja lainnya berharap ada bantuan dari pemerintah berupa bantuan langsung maupun pelatihan, agar ekonominya bisa lebih baik di masa depan. (MC-03).
Comment here