MAJALENGKA – MacaKata.com – Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual ( UU TPKS) telah disahkan oleh DPR RI pada Selasa, 12 April 2022 lalu.
Apa keunggulannya dengan UU lainnya, yang masih satu bahasan dan satu substansi membahas perempuan dan kasus-kasus kekerasan seksual. Untuk menjawab ini, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Kabupaten Majalengka menjelaskan sejumlah poin-poin pentingnya.
Ketua LPAI Majalengka, Aris Prayuda mengatakan, pihaknya bersama pengurus menyambut positif tentang disahkannya UU TPKS ini.
”Ada beberapa poin yang paling menonjol. Diantaranya, aparat penegak hukum dilarang menolak perkara,” ujarnya, Jumat, 15 April 2022.
Aris menjelaskan, hal itu memang harus menjadi urgensi paling utama, sehingga diatur bahwa penyidik wajib memproses perkara dan tidak boleh menolak, karena biasanya dalam memproses Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pihak korban selalu kekurangan bukti, seperti saksi harus lebih dari satu (sebelumnya dalam UU lain) dan penguat bukti lainnya.
“Nah, dalam UU TPKS ini ada kemudahan bagi para penegak hukum, untuk memproses perkara, satu saksi dengan alat bukti sudah cukup untuk memproses. Keterangan korban dan alat bukti lain sudah cukup. Termasuk keterangan disabilitas, sudah sama dengan alat bukti lainnya,” ujar Aris.
Pria yang kini tengah menyelesaikan program pasca sarjana ini menmbahkan, poin lain yang tak kalah pentingnya dalam UU TPKS ini adalah, ada Klasifikasi Jenis Kekerasan yang tertuang dalam UU ini, ada pada pasal 4 ayat 1 disebutkan jenis-jenisnya :
- Pelecehan seksual Non Fisik
- Pelecehan Seksual Fisik
- Pemaksaan Kontrasepsi
- Pemaksaan Sterilisasi
- Pemaksaan Perkawinan
- Penyiksaan Seksual
- Eksploitasi Seksual
- Perbudakan Seksual
- Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik/CyberBullying
“Pada pasal 4 ayat 2, sejumlah TPKS lainnya diantaranya perkosaan, perbuatan cabul, kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga, tindak pidana perdagangan orang untuk eksploitasi seksual,” ujarnya.
Poin lainnya, masih kata Aris Prayuda, UU TPKS juga mengatur agar restorative justice, seperti mediasi damai, tidak berlaku dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual.
Pengesahan RUU TPKS tentu menjadi angin segar dalam upaya perlindungan perempuan. Pengurus LPAI dan LPA Daerah seluruh Indonesia pun, kini menyambut positif keputusan ini.
“Ada sejumlah manfaat dengan disahkannya RUU TPKS menjadi Undang-Undang TPKS, terutama bagi perempuan, yang lebih rentan jadi korban kekerasan seksual,” jelasnya.
Aris menuturkan, poin lainnya, adanya ketentuan tentang hak korban, keluarga korban, saksi, ahli, dan pendamping. Hal ini merupakan upaya untuk memastikan pemenuhan hak korban dalam mendapatkan keadilan dan pemulihan, sekaligus memberikan perlindungan bagi keluarga, saksi, ahli, dan pendamping korban.
Selain itu undang-undang tersebut, juga melarang pelaku kekerasan seksual untuk mendekati korban dalam jarak, dan waktu tertentu selama berlangsungnya proses hukum
Ketentuan ini menjadi ujung tombak keselamatan korban kekerasan seksual, agar korban aman dan tidak harus melarikan diri dari pelaku.
“Tertuang dalam pasal 24, bahwa perkara TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar peradilan, kecuali pelakunya adalah anak, karena terkait pelaku anak dijelaskan perlakuannya dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak,” ucapnya. (MC-04)
Comment here