MAJALENGKA – MacaKata.com – Zaman dulu, para santri dan ustadz yang harus mengetahui waktu adzan untuk shalat berjamaah melihat pada jam manual, yakni jam matahari.
Jam matahari ini terbuat dari batu yang disusun segita setinggi kurang lebih satu meter. Mengingatkan kita pada piramida-piramida raksasa. Hanya saja ini bentuk ukurannya kecil saja.
Selain nama jam matahari ada lagi, yakni, Tugu Bencet Asromo. Dibangun dan digagas oleh KH Abdul Halim tahun 1357 Hijriah atau sekitar tahun 1936.
Nana Rohmana selaku pemerhati sejarah Majalengka mengatakan, fungsi tugu Bencet tersebut yakni sebagai alat penentu waktu sholat. Atau, istilah dulu disebut jam matahari, karena faktor cahaya sinar matahari sangat menentukan.
“Satu-satunya di kota angin Majalengka. Harus dipertahankan, karena ini merupakan peninggalan gagasan, jejak sejarah yang bisa mengedukasi anak cucu,” ujar Mang Naro.
Naro menambahkan, di atas tugu ini ada sejumlah tanda titik waktu dan jarum besi di tengahnya. Nantinya jika tersorot atau tersinari oleh sinar matahari, jarum jam itu akan menunjuk ke titik mana dan bisa dimanfaatkan sebagai penanda waktu.
“Tugu jam matahari ini berfungsi seperti jam tangan atau jam dinding. Sementara di ponpes Santi Asromo ini sangat jauh dari pemukiman. Otomatis jika waktu sholat tiba, tak terdengar suara adzan dari kampung di sekitar pesantren ini,” ujarnya.
Naro menjelaskan, atas inisiatif KH Abdul Halim, maka dibangunlah tugu Bencet sebagai penanda waktu khususnya waktu sholat. Di wilayah Kabupaten Majalengka, sebetulnya bukan hanya di Santi Asromo saja adanya tugu jam matahari ini.
“Di halaman mesjid Al Imam kota Majalengka juga pernah ada tugu semacam ini. Sayang ketika ada perehaban masjid, tugu ini dibongkar. Bentuknya sama dengan yang ada di Santi Asromo, ada alat penunjuk jarum besi di atasnya,” tandasnya. (***
Comment here