MACA – Nyaris semua orang yang sudah mengerti kebutuhan dan bisa menghitung, selalu berurusan dengan uang, duit, pulus.
Alat tukar yang satu ini, yang kerap sewaktu-waktu dipalsukan oleh tangan jahil, kerap menjadi tuhan yang dielu-elukan. Uang jadi motivasi terbesar. Menjadi motif nyaris semua kejahatan di dunia.
Uang pula, yang membuat serakah manusia. Orang-orang yang telah disumpah sekalipun, tetap melanggar sumpahnya demi iming-iming uang di bawah meja.
Sejatinya, bagiku, tak ada orang kaya, super kaya. Sebab mereka yang dapat label kaya, super kaya, berlebih uang dan melimpah kekayaan, pada faktanya, mereka pun tetap sama dalam hal kebutuhan harian.
Kebutuhan harian kita, sesama manusia yang berbudi luhur, hanya makan dua kali sehari, minum segelas setelah makan. Itu sederhananya. Setiap kali makan, kebutuhan normalnya satu porsi. Itu cukup. Mau yang banyak uang ataupun kekurangan uang, kebutuhan makan kita setiap hari tetap sama, setiap kali makan satu porsi.
Kita nih, akan kembali lapar setelah melewati rata-rata enam jam. Tapi bisa juga lebih dari delapan jam, orang yang kekurangan uang, telah biasa menahan lapar. Sehingga, jarak antara makan diperpanjang menjadi 12 jam.
Kita akan merasakan kembali lapar-lapar berjamaah pada bulan Ramadlan nanti. Perut kita, akan sama posisinya dengan orang-orang yang selalu kekurangan uang. Kita dipaksa, harus patuh, atau kesadaran diri untuk merasakan perihnya menahan untuk makan dan minum.
Di sini, logika yang diambil adalah, mau kau orang kaya atau kau sedikit harta atau tak punya apa apa, kita tetap sama, kebutuhan makan setiap kali lapar, hanya satu porsi makan dan segelas air. Status berlebih uang hanya prestasi dan gen yang berbeda, untuk menutupi teman atau tetangganya agar bisa makan bersama dan sama-sama, bisa makan bareng. Sudah ya, opini ini segini ajah, hehe. **
Comment here