BUDAYAPENDIDIKAN

Aktifitas Earthing di Rumah Hijau Denassa

Aktifitas Earthing di Rumah Hijau Denassa

Oleh : Peserta Residensi Literasi Sains 2018

 

Zaman now membuat aktifitas kita lebih simpel dan lebih cepat. Tanpa kecuali juga membuat kaki kita kemanapun harus memakai sepatu. Tanpa memakai alas kaki, sepatu maupun sandal, maka kita akan kerepotan karena kepanasan, atau ada benda tajam yang terinjak dan itu sangat berbahaya.

Akan tetapi, mayoritas orang-orang modern saat ini justru lebih banyak waktu memakai sepatunya. Bekerja di kantor, enam sampai sepuluh jam sehari, kebanyakan tetap memakai sepatu. Itu semua tidak baik bagi kesehatan dan keseimbangan tubuh. Kaki itu tertutup rapat bersama kaos kaki. Sehingga tidak mengherankan ketika banyak keluhan stres, pegal-pegal dan sakit kepala.

Padahal, orang-orangtua dulu, sebelum mengenal sepatu dan sandal, mereka bepergian kemanapun tanpa alas kaki. Diceritakan, orangtua zaman dulu itu jarang stres dan jarang sakit kepala. Alasannya karena mereka selalu berjalan kaki kemanapun tanpa alas kaki. mereka berpendapat, pada telapak kaki kita itu menyimpan syaraf-syaraf penting yang bisa membuat sistem kesehatan manusia lebih seimbang.

Selama tiga hari di Rumah Hijau Denassa (RHD), banyak sekali faedah sederhana yang bisa dipetik. Aku khususkan saja pada soal tata tertib, tidak boleh memakai alas kaki ke Pelataran Mapasomba (lapangan hijau di bagian belakang rumah Daeng Denassa). Itu semua ternyata membuat aktifitasku selama seharian cukup kuat. Padahal, jadwal materi residensi juga cukup padat. Kuncinya ternyata, dalam ruangan maupun di luar ruangan itu, para peserta wajib membuka alas kaki.

Selain konservasi lingkungan, edukasi, dan harus banyak membaca buku bacaan yang bermutu, Rumah Hijau Denassa tampaknya juga mengajarkan, membiasakan kepada siapapun yang berkunjung ke tempat itu, untuk selalu menjunjung tinggi keseimbangan dan harmoni. Jabatan atau kekayaan seseorang, tidak ada artinya jika tanpa dibarengi dengan tubuh yang sehat.

“Rumput ini makhluk hidup juga, sama seperti kita. Cukuplah diinjak pakai kaki, tanpa perlu pakai sepatu dan sandal. Apalagi dengan mencabutnya. Itu tidak boleh.” ungkap Darmawan Denassa.

Pengelola RHD juga sempat mengeluarkan kalimat begini, ketika ada peserta residensi sains yang selalu pegal-pegal. “Kalau pegal-pegal itu tidak usah diobati. Beraktifitas saja di Pelataran Mapaosmba ini. Punguti sampah atau lari-lari kecil atau berjalan kaki melihat-lihat tanaman langka di sini, tapi ingat jangan pakai sandal.” ungkapnya, lagi.

Dalam beberapa sumber, seperti yang aku mau kutip berdasarkan dari aura.ilmu.com, aktifitas melepas sandal dan sepatu itu sangat menyehatkan dan dapat menyeimbangkan sistem metabolisme tubuh. Dengan cara melepaskan alas kaki, aktifitas ini disebut earthing atau graunding, yang maknanya bisa diartikan sebagai salah satu usaha untuk memperoleh hasil oftimal sistem metabolisme tubuh.

Dalam situs aura.ilmu.com ini dituliskan bahwa bumi merupakan servoir besar dari elektron bebas bermuatan negatif. Tanpa koneksi langsung ke medan elektron ini, maka kemungkinan sel-sel dalam tubuh kita, tidak dapat menyeimbangkan muatan positif yang dihasilkan radikal bebas.

Apalagi, dalam keseharian kini, tubuh penuh dengan radiasi elektromagnetik seperti bersentuhan dengan gawai dan barang elektronik lainnya. Dengan cara kontak langsung, dapat menguraikan kembali ion-ion negatif itu, sehingga dapat menyerap energi halus dari alam. Manfaat lainnya yakni dapat menghilangkan ketegangan otot dan sakit kepala. Caranya ya itu tadi, ketika mau beraktifitas di alam, bukalah alas kaki. Bersentuhanlah secara langsung dengan bumi (earth) dan rasakan kenikmatan rileks sesaat dan seterusnya.

RHD mengajarkan itu semua. Tempat itu mendidik peserta atau siapapun yang berkunjung untuk selalu memperhatikan dirinya sendiri. Menghormati kesehatan diri dan oranglain. Pelajaran membuka alas kaki, faktanya banyak manfaatnya untuk kesehatan tubuh. Tentu aku pun telah melakukannya di sekitar TBM yang kukelola.

Tanpa alas kaki di RHD, juga telah diterapkan khususnya di tempatku. Setiap pagi, aku akan selalu mengajak si kecil, anak pertamaku untuk jalan-jalan tanpa sandal maupun sepatu. Bahkan sejak usia dia masih umur 4 bulan, sudah aku biasakan dia berdiri dengan dipegangi, tapi kakinya itu tanpa kaos maupun alas kaki lainnya.
Hasilnya cukup menakjubkan, pada usia 7 bulan, anak pertamaku itu bisa berdiri ajeg (tegak) dan dapat berjalan pada usia 8 bulan. Padahal anak tetangga yang seumuran dengan anak pertamaku itu, baru bisa berdiri dan berjalan kaki pada usia hampir dua tahun.

Faedah berjalan kaki tanpa alas kaki, atau nasehat membiasakan diri setiap pagi dengan nyeker (istilah sunda bagi orang yang berjalan tanpa sandal dan sepatu) rupanya sangat bermanfaat untuk kesehatan. Lebih seimbang dalam menghadapi hidup yang kaku setelah seharian bersepatu. Nyeker tanpa alas kaki itu nasehat dari orangtua zaman dulu. Kadang aku berpikir, orangtua zaman dulu, yang tak pernah membaca buku tekstual, lebih mempunyai kearifan lokal dan menjunjung tinggi soal itu. Setelah diteliti para ahli, hasilnya cukup banyak manfaat, termasuk untuk menjaga kesehatan tubuh agar selalu sehat.

Dalam buku “Pernafasan untuk Kesehatan” yang ditulis oleh Jos Usin, berjalan kaki tanpa alas kaki, alias nyeker juga dibahas dan dianjurkan sebagai syarat untuk memelihara kesehatan dan menjaga tubuh tetap seimbang. Ada beragam dan ribuan syaraf dalam telapak kaki dan tangan, sehingga orangtua zaman dulu selalu terlihat sehat dan kuat, karena memang unsur syaraf-syaraf kaki mereka yang selalu bersentuhan langsung dengan tanah dan rumput.

Analogi lainnya yakni tentang kehidupan petani saat ini, mereka pergi ke sawah tanpa alas kaki. Menanam padi, bercampur dengan lumpur, itu semua dilakukan tanpa alas kaki. Akan sangat merepotkan manakala harus memakai sepatu atau sandal.

Sisi kesehatan tanpa memakai alas kaki, itu lebih diutamakan. Sisi praktis yang akan membuat orang kantoran terhenyak, karena dengan melepaskan sandal dan sepatu, seketika itu juga rileks dan santai akan langsung mampir pada diri. Stress berangsur-angsur hilang.

Sekali lagi, aku suka dengan ungkapan-ungkapan langsung Denassa. Sebagai contoh, rindu sekali aku ditegur olehnya. ” Sini kau (Dia memanggil nama Red) Lepas sandalnya, mari sarapan di sini di rumput hijau.”

Atau ketika aku merokok di area khusus merokok, waktu itu pagi, sebelum sarapan di Pelataran Mapasomba, Denassa juga kembali menegurku. “Matikan saja itu rokok, tidak ada manfaatnya, tidak baik untuk kesehatanmu”. Paling-paling aku tersenyum menanggapi itu. Tetapi lebih pada menghayati logat Makassar-nya yang menurutku sangat bersemangat. Dan kami di sana ( Denassa, Edi Juharna, Khudri dan Agus) juga melepas alas kaki. Menikmati kopi Makassar sambil melihat hewan kodok dari dekat.

Residensi Literasi Sains di RHD juga lebih menyatu dengan masyarakat. Aku sendiri bersama peserta dari Sumatera Barat, Irja, menginap di rumah warga. Dititipkan. Tidak ditempatkan di hotel seperti kegiatan bimtek yang pernah aku ikuti. Hal ini selain lebih berkesan, juga lebih seru karena bisa bersua dengan warga.

Sekali lagi aku salut pada Denassa. Selain karena telah menghidupkan literasi di kampung Borongtalla, juga telah menanamkan prinsip-prinsip hidup sehat dengan cara mengkonservasi diri sendiri. Memulihkan semua hal pemahaman yang keliru. Aku juga masih ingat, bagaimana penempatan sandal dan sepatu, yang harus ditaroh dan ditempatkan dengan cara terbalik.

Misalnya, ada tamu datang, maka sebelum masuk ke RHD atau Pelataran Mapasomba, atau di balai pertemuan Pelataran Karannuang, alas kaki itu wajib dilepas. Caranya juga tidak asal melepas sandal. Namun si tamu itu, harus berbalik kanan terlebih dahulu, sandal atau sepatunya menghadap ke belakang tempat.

“Tujuannya nanti supaya ketika akan dipakai kembali sandal itu, energi yang kita keluarkan tetap fokus ke depan. Sehingga kita tidak perlu berbalik lagi. Kalau tidak dibalik di awal, kita akan tetap kerepotan, dan energi yang keluar lebih banyak. Sementara ketika selesai pertemuan, tujuan kita berikutnya selalu lebih penting. Biasakan melepas sandal atau sepatu itu dengan cara membalik ke arah depan. Supaya kita tetap fokus ke depan untuk mengejar agenda selanjutnya yang biasanya lebih penting.” ujar Denassa.

Kalimat dan pepatah sederhana itu baru kutemui di Rumah Hijau Denassa. Sepele sekali kelihatannya, namun berdampak hebat dan masuk logika. Apalagi aku lihat, balai pertemuannya itu, terkadang di rumah panggung. Jika sandalnya ditaroh sembarangan, maka benar sekali apa yang diucapkan Denassa, kita akan selalu kerepotan untuk memakainya kembali dan kita tidak fokus.

Meskipun begitu, bagi siapa saja yang belum faham atau melanggar cara menaruh sandal dan sepatu, maka kelas komunitas RHD akan dengan senang hati membetulkan letak dan posisi sandal. Jangan heran ketika sandal dan sepatu di sana, tiba-tiba rapih menghadap ke depan, siap untuk dipakai dan digunakan tanpa perlu membalik arah tubuh kita. Pelajaran ini baru kusadari di RHD Kabupaten Gowa, meskipun mungkin ada di tempat lainnya, yang menerapkan buka alas kaki. Tetapi jujur aku baru mendapatkan ilmunya itu, di tempat yang jauh sekali dari tempatku. Yang harus kulalui dengan menempuh pesawat terbang dan perjalanan darat dengan cuaca panas Makassar.

Pelajaran menariknya adalah, ilmu itu ternyata bisa diterapkan di manapun dan oleh siapapun. Cobalah berjalan kaki setiap pagi, 30 menit saja untuk menyeimbangkan aura diri. Atau setelah seharian bekerja di kantor dan bepergian jauh. Segeralah buka sepatumu, berjalan kaki tanpa memakai alas di rerumputan hijau atau di tanah secara langsung, bernafaslah agak mendalam seperti berlatih senam Yoga. Maka, tinggal menghitung menit, kenyamanan dan rasa rileks akan segera menyatu dengan tubuh kita. Jenuh pun dijamin hilang.

Literasi sains juga ternyata bukan melulu soal apa yang telah dibaca dan dipelajari. Sains dalam literasi menurut pemahamanku, apa yang diketahui dan bermanfaat banyak agar diterapkan dalam kehidupan dan keseharian. Ini sama dengan anjuran Al-Quran, bahwa ilmu itu bukan sekedar bacaan, akan tetapi harus diterapkan dalam kehidupan nyata.

Banyak sekali orang pintar dan mengetahui banyak hal, akan tetapi semua itu belum cukup jika tidak diterapkan dalam keseharian kita. Denassa dengan rumah hijaunya itu lagi-lagi mengingatkan siapapun yang pernah berkunjung ke tempatnya, untuk menerapkan ilmu dan pengetahuan, supaya hidup menjadi lebih ber-harmoni. Supaya hidup lebih sehat serta lebih ber-bahagia.

“Apa untungnya banyak uang dan banyak kekayaan kalau kita tidak bahagia. Oleh karenanya di kelas komunitas itu, saya selalu menanamkan kepada anak-anak untuk selalu bergembira. Agar mereka selalu punya mimpi. Karena mimpi itu (cepat atau lambat) selalu menjadi kenyataan. Kita tidak pernah mengetahui masa depan, tetapi siapa tahu anak-anak kelas komunitas di sini atau siapapun, kelak, ada yang menjadi presiden atau menteri. Itu semua harus beraawal dari mimpi dulu. Harus berbahagia dulu. Itu investasi juga.” ujar Darmawan Denassa.

Setelah mendengar kalimat itu, hatiku langsung setuju. Alasannya karena beberapa faktor. Satu diantaranya, berkunjung ke RHD di Kabupaten Gowa, memang belum pernah kuimpikan sebelumnya (selain setelah ada pengumuman peserta residensi ke Gowa pada bulan Mei 2018). Dulu aku hanya sempat memikirkan bagaimana kalau aku punya rumah panggung untuk mengajar, di sekelilingnya ada hutan kecil dan banyak kolam. Ternyata itu semua jawabannya ada di RHD. Yang tadinya hanya sempat kuimpikan, faktanya aku melihat dan merasakannya secara langsung di kota dengan makanan khas Coto Makassar itu.

Saat ini saja, anak ke-dua-ku baru berusia 5 bulan. Namun sudah mulai bisa duduk. Dan setiap pagi, biasanya pada pukul 06.00 hingga pukul 08.00 WIB, tergantung situasi kapan dia bangun, maka aku akan mengajaknya ke tanah. Aku pegangi dia untuk berdiri. Mengulang sukses lama pada anak pertamaku, dengan harapan bisa berdiri dan berjalan kaki sebelum usia satu tahun. Kondisi terkini saat ini, anak kedua kami itu sudah berlari-lari.

Teori lepas sandal itu sudah teruji maka aku terapkan kembali. Menyatu dan bersentuhan langsung dengan tanah, air, rerumputan hijau akan membantu proses mengurai elektron positif dan mengurangi elektron negatif. Kebiasaan yang baik, ilmu yang baik tetap harus direalisasikan dan diterapkan dalam kehidupan nyata dan rutinitas sehari-hari kita.

So, sempatkanlah buka alas kakimu ketika melihat ada rumput hijau. Berjalan kakilah tanpa sandal dan sepatu pada pagi hari untuk menyatu dengan bumi. Terkadang aku melakukan bersepeda mengelilingi wilayah kantor kecamatan, dengan melewati enam desa itu, aku mengayuh sepeda tanpa alas kaki. Tekanan telapak kakiku ke pedal sepeda membuatku lebih nyaman dibandingkan dengan ketika memakai sepatu. Jika urusannya berkaitan dengan etika dan estetika, mudah saja, aku menyiapkan tas di punggungku, sandal dan sepatu itu kutaruh di sana. Sehingga jika mau beli makanan atau minuman, sandal yang kubawa dalam tas, hanya tinggal dikenakan saja.

Aku suka literasi sains dan semua pelajarannya. Aku berharap kehidupanku lebih baik dan lebih sehat serta lebih bahagia. Sama seperti ilmu yang kuterima di Rumah Hijau Denassa, Kampung Literasi Borongtalla.

Aku juga rindu dipanggil Denassa, yang menurutku ini merupakan literasi sains juga. “Sini kau, mari kita berfoto untuk kebutuhan FB.” Hahaha… Aku sungguh gembira. Dipanggil nama secara lengkap seperti itu, jarang-jarang kutemui. Hanya beberapa orang saja yang suka memanggilku dengan nama itu.

Beruntung aku dan Edi Juharna dari Cimahi, berkesempatan mengenal lebih jauh tentang RHD dan Denassa, kami berdua pulang paling akhir yakni tanggal 4 Agustus 2018. Dengan target acuan ingin merasakan “bahagia dan gembira” lebih lama lagi.

Denassa sempat bilang, dengan cara aktifitas jalan-jalan yang rileks dan menyenangkan, maka rasa bahagianya itu akan bertahan cukup lama yakni enam bulan. Maka, beruntung sekali aku dan Edi pulang paling akhir, bahagia kami bisa bertahan lebih dari enam bulan. Semoga.

Hedi Yana, pecinta bacaan. Pengelola TBM di Majalengka

Referensi / Daftar Pustaka :
Usin, Jos. 1984. Pernafasan untuk Kesehatan. Cetakan ke 6
Internet, aura.ilmu.com

Comment here